Dari aku Menuju Engkau
Senin, 1 Maret 2021
Lukas 6:36-38
Yesus memiliki harapan kepada semua orang, agar mereka semua menerima keselamatan. Bagaimana cara untuk menerima keselamatan-Nya. Caranya adalah percaya kepada-Nya, sebagai Anak Allah yang turun ke dunia sebagai penyelamat umat manusia. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia”.(Mrk 9:7). Setelah menerima dan percaya kepada Yesus Kristus, maka Allah akan merajut hidup mereka yang percaya menjadi pribadi yang memiliki karakter sebagai anak Allah, yang menyerupai Allah Bapa yang baik dan murah hati. “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”(Luk 6:36). Secara konkrit kemurahan hati Allah Bapa tampak jelas dalam diri Yesus Kristus, yang datang bukan sebagai “bos”, tetapi sebagai pelayan, yang melayani umat manusia agar menerima pengampunan dosa dan keselamatan kekal. “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. “(Mat 20:28).
Sifat Allah Bapa yang murah hati akan dimiliki oleh mereka yang telah melewati proses pembaharuan diri oleh iman. Dalam pembaharuan diri terjadi perubahan orientasi hidup; dari “aku” ke “Engkau”. Artinya dari sikap berpusat pada diri sendiri dengan segala keinginannya, berubah menjadi pribadi yang berpusat pada Kristus Yesus. Dengan demikian, ia akan menempatkan Tuhan Yesus sebagai pengendali hidupnya. Oleh karena itu dalam segala situasi, ia akan bersikap hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Yesus, yang mengutamakan belas kasih sebagai alat pengurukur dalam setiap tindakan. “Berilah dan kamu akan diberi : suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”(Luk 6:38). Dengan memakai belas kasih sebagai ukuran, maka seseorang telah mengenakan ukuran yang ada di dalam diri Kristus.
Dengan cara hidup yang demikian, maka seseorang selalu bersikap baik terhadap sesamanya. Bahkan dalam peristiwa pedih sakalipun, ia tidak akan berubah dalam kebaikan dan penghargaan kepada mereka yang lemah dan papa. Ia akan membalas kejahatan dengan kebaikan dan berdoa bagi mereka.”Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum, ampunilah dan kamu akan diampuni.”(Luk 6:37). Sifat-sifat yang buruk dengan sendirinya tidak akan mendapat tempat di dalam diri orang yang sudah dekat dengan Tuhan Yesus Kristus, sebab segala yang jahat akan menjauhkan dirinya dengan-Nya. Ia akan selalu haus untuk mengalirkan kedamaian, harapan dan kasih tulus kepada semua orang. Maka, tampaklah di sana cahaya Kristus yang akan terus memberikan harapan bagi setiap orang dan menjaga keharmonisan dengan alam semesta. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”(Mat 5:16).
Disisi lain, masih banyak orang yang kesulitan keluar dari belenggu kesombongan, kebencian dan kemarahan. Tidak ada jalan lain, selain drngan jalan pengosongan diri, yaitu melepaskan semua itu untuk memperoleh semua karunia belas kasih Allah yang menyembuhkan dan menghadirkan damai kembali. “Tiada damai bagi orang-orang fasik itu.”(Yesaya 57:21). Apa yang hilang akan bersemi lagi, yaitu harapan, suka cita, dan keselamatan bagi mereka yang setia hidup di dalam Kristus, sebab Dia lewat pengorbanan di atas kayu salib telah mendamaikan semua di dalam diri-Nya. “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka.”( 2 Kor 5:19 ).
Paroki St. Montfort Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM