Hidup adalah Kristus

Minggu ke-25 dalam Masa Biasa [A]

24 September 2023

Matius 20:1-16a

Filipi 1:20c-24, 27a

Hari ini, Santo Paulus menulis kalimat sangat menarik, “Aku rindu meninggalkan dunia ini dan bersama dengan Kristus, karena itulah yang jauh lebih baik [Flp. 1:23].” Apakah St. Paulus ini ingin mengakhiri hidupnya atau bunuh diri? Atau ada hal lain yang sebenarnya terjadi?

Kita harus memahami konteks surat Santo Paulus kepada jemaat di Filipi untuk menjawab pertanyaan ini. Surat kepada jemaat di Filipi adalah salah satu surat Paulus dari penjara [termasuk surat ke jemaat di Efesus dan Kolose]. Jika kita mengingat kembali kehidupan rasul besar ini, kita tahu bahwa Paulus dianiaya dan ditangkap oleh orang-orang Yahudi yang menentang pemberitaan Injil Yesus Kristus. Saat menghadapi pengadilannya, Paulus kemudian menggunakan hak istimewanya sebagai warga negara Romawi untuk mengajukan banding kepada Kaisar. Dengan demikian, dia dibawa ke Roma, ibu kota kekaisaran. Sementara dia menunggu Kaisar mendengar bandingnya, dia menjadi tahanan rumah, dan bahkan dirantai. Namun, ia diizinkan untuk terus mewartakan Injil dan mengirim surat ke berbagai komunitas. Salah satu suratnya adalah kepada jemaat di Filipi [lihat Flp. 1:14]. Dalam masa penantian ini, Paulus bisa saja dinyatakan tidak bersalah, tetapi ada kemungkinan besar Kaisar menjatuhkan hukuman mati kepadanya.

Dari konteks ini, kita memahami bahwa Paulus tidak sedang berpikir bagaimana mengakhiri hidupnya, melainkan tentang kematiannya sebagai martir. Sementara bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengakhiri hidup kita sendiri, menjadi martir adalah kematian yang disebabkan oleh kebencian terhadap iman. Namun, yang menarik adalah bagaimana Paulus bereaksi terhadap kematian sebagai martir. Ia tidak takut, tidak cemas berlebihan, dan bahkan tidak mengalami depresi. Sebaliknya, ia menunjukan diri penuh dengan sukacita. Bahkan, jika kita membaca surat kepada jemaat di Filipi, kita akan segera merasakan bahwa suasana umum dari surat ini adalah sukacita. Paulus menulis, “Bersukacitalah selalu dalam Tuhan, aku berkata, Bersukacitalah (Flp. 4:4)! Hal ini sangat membingungkan. Bagaimana Paulus dapat bersukacita ketika ia dianiaya dan menghadapi kematian yang sudah dekat?

Jawabannya adalah karena Paulus telah melihat nilai sejati dari Yesus Kristus. Paulus menulis, “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus [Flp. 3:8].” Paulus mengerti betapa berharganya Kristus, dan karena kebijaksanaan ini, Paulus memiliki hirarki prioritas yang benar dalam hidupnya. Segala sesuatu, termasuk kehidupan itu sendiri, haruslah di dalam Kristus dan untuk Kristus. Dengan demikian, Paulus, yang telah memberikan segalanya untuk Kristus dan hidup di dalam Kristus, bersukacita dalam menghadapi kematian karena ia tahu bahwa ia akhirnya dapat bersatu dengan Kristus.

Paulus memberi kita sebuah kiat berharga untuk keselamatan: kenali Kristus, dan betapa pentingnya Dia bagi kita. Kita perlu menetapkan prioritas kita dengan benar. Kristus dahulu, dan yang lain akan jatuh pada tempatnya. Ya, kekayaan materi memang penting, makanan dan tempat tinggal sangat penting, dan pendidikan juga penting, tetapi semua itu adalah sarana untuk hidup di dalam Kristus dan untuk Kristus. Kita mungkin kehilangan uang atau harta benda, dan itu tidak masalah, tetapi jika kita kehilangan Kristus, kita akan kehilangan keselamatan dan sukacita kekal. Saat kita kehilangan Kristus, segala kesuksesan di dunia ini akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, bersukacitalah karena bagi kita, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Translate »