Duri dalam Daging

Minggu ke-14 dalam Masa Biasa
7 Juli 2024
2 Korintus 12:7-10

Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus mengungkapkan kepada kita bahwa ia bergumul dengan ‘duri dalam daging’ yang disebabkan oleh mailakat Setan. Namun, apa yang dimaksud dengan ‘duri dalam daging’ bagi Santo Paulus? Bagaimana Paulus menghadapi situasi ini?

Setidaknya ada tiga kemungkinan jawaban untuk duri dalam daging ini. Kemungkinan pertama adalah bahwa duri tersebut mengacu pada serangan rohani yang berasal dari roh-roh jahat. Entah dalam bentuk serangan fisik atau godaan batin yang terus menerus. Kemungkinan jawaban kedua merujuk pada kondisi kesehatannya, terutama masalah matanya. Suatu kali Santo Paulus mengeluh tentang kondisi kesehatan matanya. Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus menulis, “Kamu tahu, bahwa oleh karena penyakit fisiklah aku mula-mula memberitakan Injil kepadamu, dan kamu tidak menunjukkan sikap meremehkan atau menghina karena pencobaan yang ditimbulkan oleh keadaan badanku… Sungguh, aku dapat memberi kesaksian tentang kamu, bahwa sekiranya boleh, kamu telah mencungkil matamu dan memberikannya kepada-Ku.” (Gal. 4:13-15). Kemungkinan ketiga, duri tersebut mungkin menunjuk pada pergumulan dan kesulitan yang dialaminya ketika St. Paulus berurusan dengan komunitas-komunitas Gereja lokal. Dia sering menceritakan bagaimana dia difitnah, ditikam dari belakang, dan dikhianati.

Manakah di antara ketiga kemungkinan tersebut yang paling mungkin terjadi? Paulus mungkin saja menghadapi ketiga kondisi tersebut dalam perjalanan pelayanannya, tetapi menurut saya pribadi, ‘duri’ ini berbicara mengenai pergumulan Paulus dengan komunitas Kristen yang dilayaninya. Pada akhirnya, kita tidak tahu pasti, tetapi yang penting adalah bagaimana Paulus menghadapi duri ini.

Pertama, Paulus mengakui bahwa Tuhan mengizinkan setan untuk menyebabkan duri ini. Ini sejatinya adalah teologi yang baik. Allah yang sempurna tidak secara langsung menyebabkan hal buruk karena hanya kebaikan yang berasal dari-Nya, tetapi Allah dapat mengizinkan hal buruk terjadi selama Dia memiliki alasan yang cukup, yaitu untuk memunculkan kebaikan yang lebih besar dari hal buruk ini. Kedua, Paulus meminta agar duri tersebut disingkirkan. Namun, doanya tidak dikabulkan karena Allah ingin duri itu tetap ada dan Dia akan menggunakannya untuk kemuliaan-Nya.

Paulus mengakui bahwa duri tersebut adalah untuk menjauhkan Paulus dari kesombongan. Paulus menerima banyak karunia rohani dari Tuhan, dan karunia-karunia ini dapat menimbulkan kesombongan rohani karena ia dapat membandingkan dirinya dengan orang-orang Kristen yang kurang dewasa. Dengan demikian, duri tersebut berfungsi sebagai pengingat bahwa ia juga bergumul seperti murid-murid Yesus yang lain.

Lebih jauh lagi, Santo Paulus menyadari bahwa Tuhan mengijinkan Paulus untuk menderita duri karena Dia menyediakan rahmat yang dibutuhkan oleh Paulus. Tuhan berkata kepada Paulus, “Cukuplah rahmat-Ku bagimu.” Rahmat Tuhanlah yang menopang Paulus dalam menghadapi penderitaan yang menyulitkan itu. Paulus menyadari bahwa ia dapat bertahan dan bahkan berkembang melalui penderitaan dan kelemahan karena rahmat Allah. Paulus tidak dapat memegahkan diri, kekuatannya, kepandaiannya, dan kefasihannya karena semua itu akan runtuh di hadapan beban penderitaan. Paulus hanya dapat membanggakan kelemahannya, penderitaannya, kesulitannya, duri yang dialaminya karena justru di dalam kelemahannya itulah, orang-orang dapat melihat bagaimana rahmat Allah bekerja dan menopang Paulus.
Apakah duri dalam hidup kita? Apakah kita marah karena Tuhan tidak mengambil duri-duri kita? Apakah kita hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri? Apakah kita memohon kasih karunia yang cukup untuk bertahan dan bertumbuh melalui penderitaan?

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Translate »