Hari Raya Yesus Kristus, Raja Semesta Alam
26 November 2023
Matius 25:31-46
Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam mengingatkan kita bahwa akhir zaman itu nyata dan pasti akan datang. Ini adalah saat Yesus akan datang kembali sebagai Raja di atas segala raja dan hakim tertinggi bagi semua makhluk. Bagi orang benar, surga siap menyambut mereka, dan bagi orang jahat, neraka akan mengikat mereka selamanya. Namun, saat kita berbicara akhir zaman, banyak yang terobsesi dengan pertanyaan, “Kapan Dia akan datang?” Dengan peperangan dan konflik yang berkecamuk di berbagai penjuru dunia, dengan bencana alam yang dahsyat, dan dengan penyakit yang melanda seluruh bumi, banyak yang percaya bahwa akhir zaman sudah dekat. Namun, bertanya ‘kapan’ adalah pertanyaan yang salah.
Dalam Injil, Yesus tidak mengungkapkan kapan Dia akan datang. Kapan Dia datang, tidaklah penting bagi Yesus; sebaliknya, ‘bagaimana menghadapi kedatangan-Nya yang kedua’ adalah hal yang sangat penting. Mengapa? Sebab tidak ada gunanya jika kita mengetahui waktu kedatangan-Nya yang kedua kali, tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara menghadapi penghakiman itu. Dan, terkadang, ketika kita mengetahui waktunya, alih-alih melakukan persiapan yang panjang dan konsisten, kita malah menunda-nunda dan berharap bahwa usaha kita di menit-menit terakhir akan cukup. Oleh karena itu, Yesus dan para penulis Perjanjian Baru lainnya secara konsisten mengatakan kepada kita bahwa waktunya akan tiba seperti pencuri di malam hari. Dan jika pertanyaan tentang waktu penghakiman terakhir masih mengganggu kita, kita harus mengingat perkataan Yesus, “Karena itu janganlah kamu khawatir akan hari esok, karena hari esok akan membawa kekhawatirannya sendiri. Kesusahan hari ini cukuplah untuk hari ini (Mat. 6:34).”
Jadi, bagaimana kita mempersiapkan diri untuk kedatangan-Nya yang kedua? Santo Yohanes dari Salib meringkasnya dengan baik, “Pada akhir hidup kita, kita akan dihakimi oleh kasih.” Dari terang Injil, Gereja mengakui bahwa ‘kasih’ ini diwujudkan dalam karya belas kasih, terutama kepada saudara-saudari kita yang kurang beruntung. Yesus menyebutkan setidaknya enam tindakan: memberi makan orang yang lapar, memberi minum orang yang haus, memberi tempat tinggal kepada para tunawisma, memberi pakaian kepada orang yang telanjang, merawat orang yang sakit, dan mengunjungi mereka yang dipenjara. Gereja menambahkan tindakan ketujuh, yaitu menguburkan orang yang meninggal. Hal ini terinspirasi dari Yusuf Arimatea, yang mengurus penguburan Yesus dan bahkan memberikan makam baru bagi Yesus.
Gereja tidak hanya membatasi kata ‘miskin’ pada miskin secara jasmani, ekonomi, dan sosial, tetapi juga mencakup pada miskin secara rohani. Oleh karena itu, Gereja juga mengajarkan tujuh karya kerahiman rohani: menasihati orang yang ragu-ragu, mengajar orang yang tidak tahu, menegur orang berdosa, menghibur orang yang bersedih hati, menanggung kesalahan dengan sabar, memaafkan kesalahan dengan sukarela, dan mendoakan orang yang masih hidup dan yang sudah meninggal.
Yang menarik, kita tidak harus meninggalkan rumah kita untuk melakukan pekerjaan belas kasih ini. Suami dan istri dapat dengan sabar menanggung kelemahan satu sama lain dan belajar untuk saling mengampuni. Orang tua dapat memberi makan bergizi kepada anak-anak mereka, membelikan mereka pakaian untuk perlindungan, dan menyediakan tempat tinggal yang baik. Orang tua juga dapat memberikan pendidikan yang berkualitas kepada anak-anak mereka, mengoreksi mereka ketika mereka melakukan kesalahan, dan menghibur mereka di saat-saat kegagalan. Sementara, anak-anak dapat mendoakan orang tua mereka, terutama yang telah meninggal dunia.
Inilah Kabar Baik bagi kita. Kristus Raja kita telah memilih kasih sebagai jalan kekudusan dan menjadikan keluarga kita sebagai langkah pertama menuju surga.
Roma
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP