“Siapakah Anak Manusia itu?”
 
Pesta Tahta Santo Petrus
Rabu, 22 Februari 2017
Matius 16:13-19
 
Apa yang akan menjadi jawaban kita saat Yesus bertanya “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Kita mungkin menjawab: Dia adalah Tuhan, Juruselamat, sahabat atau saudara. Tapi, apakah kita sudah mengerti dengan baik pertanyaan Yesus? Apakah jawaban kita inilah yang Yesus harapkan? Mengapa jawaban Petrus adalah Kristus dan bukan jawaban lainnya?
Kristus berasal dari kata Yunani Christos’ yang berarti Mesias atau Yang Terurapi. Dalam Perjanjian Lama, Yang Terurapi mengacu pada raja-raja besar Israel seperti Saul dan Daud. Tapi kadang juga, Mesiah berlaku bagi para nabi dan imam. Mereka disebut seperti itu karena mereka diurapi dengan minyak suci sebelum mereka mengemban tugas penting. Mereka adalah pemimpin bangsa Israel dan juga wakil Allah. Di bawah Raja Daud, Israel mencapai puncak kejayaannya. Namun, setelah kematiannya, kejayaan Israel perlahan memudar dan bahkan hilang sama sekali. Sejak saat itu, Israel merindukan kedatangan Mesias yang akan mengembalikan kejayaan mereka.
Yesus menyadari bahwa Dia adalah Kristus. Namun, Yesus menghindari proklamasi publik bahwa Dia adalah Kristus. Dia tahu betul bahwa ia akan disalahpahami oleh orang-orang Yahudi. Dia tidak pernah datang sebagai tokoh politik ataupun seorang pemimpin militer. Dengan demikian, Ia menunggu sampai waktu yang tepat.
Waktunya tiba ketika Petrus mampu menjawab dengan benar. Lelah dengan penindasan Romawi, seluruh Israel, termasuk Petrus, tidak sabar akan kedatangan Mesias. Ketika Yesus mengamini bahwa Ia adalah Kristus, Petrus dan murid-murid lainnya tidak akan berpikir dua kali. Mereka akan mengikuti Mesias mereka sampai Ia membawa Israel yang baru. Bagi Petrus, jawabannya lebih dari sekedar pengakuan tentang identitas Yesus, tetapi menyatakan kesetiaannya kepada Yesus. Namun, sekali lagi Yesus harus mengingatkan mereka akan ide salah tentang Mesias di kepala mereka. Dia akan ditolak, dianiaya dan bahkan dibunuh. Mengikuti Yesus berarti juga menderita nasib yang sama seperti Guru mereka.
Ketika Yesus menghadapkan kita dengan pertanyaan Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Ini bukan saja tentang memberikan jawaban personal dan favorit tentang Yesus. Seperti Petrus, jawaban kita pada dasarnya adalah komitmen radikal kepada Yesus. Ini berarti untuk mengikuti-Nya dalam suka dan duka. Hal ini menuntut penderitaan dan salib. Bahkan mungkin kita akan kehilangan hidup kita. Kita dengan mudah bernyanyi dan memuji Yesus dalam prayer meeting, tapi apakah kita mau terlibat dalam karya sulit untuk membantu orang-orang miskin? Kita bangga mengalami pernikahan kita di Gereja besar dan indah, tapi apakah kita mampu sabar untuk menanggung cobaan hidup perkawinan ‘sampai kematian memisahkan kita’? Kita dipanggil Kristiani, karena kita adalah milik Kristus. Tapi, apakah kita bisa hidup sebagai citra Kristus di dunia?
 
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP