Kej. 22:1-19; Mat. 9:1-8
Kamis dalam Pekan Biasa XIII
Bacaan pertama hari ini mengisahkan bagaimana Abraham diminta Allah untuk mempersembahkan Ishak anaknya yang tunggal. Kita bisa membayangkan betapa beratnya cobaan ini dalam hidup Abraham. Cobaan ini bisa disebut sebagai test, di mana Allah memaksudkannya untuk menentukan apakah hati dan kepercayaan Abraham ada pada putranya Ishak, atau pada Tuhan yang memberi putranya itu. Ini juga merupakan ujian seberapa jauh Abraham telah maju dalam kehidupan imannya keypad Tuhan.
Dalam tingkat yang mungkin lebih rendah, kita pernah memiliki pengalaman seperti yang dialami Abraham. Kita mungkin menatap dengan tidak percaya pada beberapa situasi atau keadaan dalam hidup dan berkata, “Apakah ini yang Tuhan ingin saya lalui? Apakah ini yang Tuhan minta dari saya? Apakah ini kehendak Tuhan?” Dan hati kita berteriak, “Mengapa? Mengapa ini harus terjadi padaku?” Nah, inilah cobaan berat dalam hidup manusia. Kita mungkin tidak akan begitu sulit menerima kenyataan tersebut kalau kita bisa melihat dan mengerti alasan atau latarbelakangnya. Namun, ketika sesuatu terjadi dalam hidup ini dan kita gagal memahami logika apa pun yang melatarbelakanginya dalam terang iman, di sanalah iman kita benar-benar diuji. Sama seperti yang terjadi pada Abraham yang dikatakan, “Firman-Nya: Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan.”
Saudari-saudaraku yang terkasih, dalam bacaan Injil, seorang lumpuh dibawa kepada Yesus oleh teman-temannya. Injil mengatakan bahwa ketika Yesus melihat iman mereka, iman mereka yang membawa orang lumpuh itu, Dia berkata kepada orang lumpuh itu, ‘Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni’, dan kemudian menyembuhkan dia dari kelumpuhannya. Iman teman-temannyalah yang membukakan orang lumpuh itu kepada hadirat Yesus yang menyembuhkan. Kita semua telah mengalami dalam hidup kita masing-masing ketika kita dibawa kepada Tuhan oleh iman orang lain. Itu adalah iman orang tua kita yang membawa kita ke gereja untuk dibaptis. Kita memulai hidup kita sebagai orang Kristen yang juga dibawa oleh iman orang lain. Dalam perjalanan hidup kita, kita menemukan diri kita masih membutuhkan iman orang lain untuk menjaga agar iman kita tetap hidup. Saat saya bertumbuh dalam iman kepada Tuhan, saya juga membantu orang lain untuk untuk bertumbuh dalam hal yang sama. Sebaliknya, jika saya menjauh dari Tuhan, saya mempersulit orang lain untuk tumbuh dalam iman akan Tuhan. Dalam arti yang sangat mendalam, kita saling bergantung pada keyakinan satu sama lain di dalam ziarah kehidupan yang kita bagikan. Dalam pengertian itu, iman kita selalu berdampak bagi orang lain. Saat kita bertumbuh dalam iman kita, kita memperluas kemungkinan bagi Tuhan untuk membawa orang lain kepada-Nya melalui kita.
Mari kita bersyukur atas anugerah iman yang telah hadir dalam teladan hidup Abraham, Bapa Segala Bangsa, dan orang-orang yang hadir dalam hidup kita serta ikut terlibat dalam menumbuhkembangkan iman kita akan Allah dan Putra-Nya Yesus Kristus. Secara khusus hari ini kita doakan mereka, baik yang masih di dunia ini atapun yang sudah berpulang ke hadirat-Nya. Mari kita juga sadari bahwa kita dipanggil untuk membawa orang lain kehadirat Allah dengan teladan iman kita dengan saling meneguhkan satu sama lain dalam penziarahan hidup di dunia ini. Tuhan memberkati!