Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Berjaga

Posted by admin on November 29, 2014
Posted in renungan 

pusara

Bacaan I : Wahyu 22:1-7
Bacaan Injil : Lukas 21:34-36

“The truth is . . . once you learn how to die, you learn how to live.”
– Morrie Schwartz (1916-1995), dalam buku Mitch Albom-“Tuesday with Morrie”,

Wajah renta oma yang nampak makin kurus itu bersinar sinar saat menunjukkan padaku gambar sebuah kompleks makam dengan tanda salib mencuat disana-sini. “Di sini tempat Diana, Emily, Lucy, para sahabatku, beristirahat dengan tenang. Aku sudah pesan tempat di sana, supaya nanti pada waktunya aku bisa bersama-sama lagi dengan mereka, main bridge seperti dahulu kala sambil minum kopi di senja hari”, katanya sambil terkekeh-kekeh. Police Detective Sergeant Juliana (bukan nama sebenarnya) dalam usia ke 85 masih nampak segar dengan pemikiran yang tegas tajam meski raganya perlahan digerogoti penyakit akut yang membuatnya kini harus melewatkan hari-harinya berbaring beristirahat di sebuah rumah sakit di North Sydney. Salah satu anggota komunitas misa pagi yang rajin membuka hari dengan merayakan perjamuan kudus bersama-sama sekitar 40-an umat di Gereja St Mary North Sydney ini lalu membuka halaman lain dari map berisi berkas-berkas dokumen penting hidupnya itu. “Yang ini, surat perjanjian tentang apa yang akan dituliskan di pusaraku. Bacalah…”

+
Juliana Sachy
1930 Poland – ….
Love Australia and its people

Hatiku tercekat, terasa perih teremas dan terpilin. Pikiranku sejenak berlari pergi entah kemana, terserap kedalam keheningan yang abadi. Sudah payah aku menahan air mataku supaya tidak mengalir keluar. Tetap juga, mataku basah. Untuknya. Untukku. Untuk semua orang yang belum lama ini pergi. Untuk semua orang yang akan segera pergi. Untuk semua orang yang aku cintai. Untuk semua orang yang berbagi kegelisahan dalam menghadapi misteri di balik kehidupan ini.

Nama tanpa gelar dan jabatan yang memancarkan pencapaian duniawi. Plain. Nama yang terlucuti keagungan prestasi-prestasi yang masih terasa getarannya saat dia tunjukkan potongan-potongan berita koran lama yang menyebuti namanya dengan hormat dan kagum, piagam-piagam yang mencatat pengakuan kepolisian Australia atas jasa-jasanya, foto-foto yang menghidupkan lagi masa-masa penuh gairah pengabdian pada negara dan bangsa yang begitu dicintainya, bersama orang-orang penting dan besar pada jamannya. Nama yang sederhana, kembali ke awal saat kedua orangtuanya mensepakati bagaimana mereka inginkan orang-orang nanti memanggilnya, mengenalnya. Kembali ke awal saat aku bacakan nama itu di awal sebuah misa untuk mendoakan dia yang sedang berulang tahun, tanpa mengenal siapa dia, selain “seorang oma yang hidup sendiri jauh dari saudara-saudarinya yang ada di Eropa,” kata Fausta Maric, gadis muda cantik super jangkung, lawyer berdarah Kroatia, akolit misa pagi yang menemukan figur ibu dalam sosok Juliana.

Injil hari ini berpesan tentang pentingnya berjaga-jaga, sebab Tuhan akan datang sewaktu-waktu. Mungkin memang jauh lebih mudah untuk oma Juliana, oma Maria dan para lansia lain yang saya kagumi dalam pertemuan dengan mereka, karena bukan saja mereka sudah siap dipanggil sewaktu-waktu, lebih dari itu, mereka merindukan waktu itu tiba. Mungkin kita bisa belajar dari mereka bahkan selagi usia kita cukup dini, agar kita tak mati sebelum waktunya terhadap kehidupan. Karena kehidupan sejati bukanlah ditakar dari seberapa panjang usia, seberapa banyak harta benda, seberapa tinggi karier didaki, sarana-sarana yang bisa menjebak kita berhenti dalam peziarahan hidup kita. Kehidupan sejati adalah pergerakan mendekatkan diri pada lebih dalamnya iman, lebih kuatnya harapan, lebih mesranya kasih, sebuah antisipasi atas kekekalan yang akan merengkuh kita semua, mau tidak mau. Yang lain-lain hanyalah sarana, alat bantu. Dikejar sejauh membantu, ditinggal kalau mengganggu. Kehidupan sejati adalah membiasakan diri memandang Yang Maha Benar, Baik dan Indah dalam segala, dan bukan berhenti pada yang fana, karena semua akan terlucuti kecuali kasih. Jadi, apa yang Anda usulkan tergores pada epitaph di pusara Anda? Siapkah Anda?

Imajinasi

Posted by admin on November 28, 2014
Posted in renungan 

Imagine…-This

Bacaan I : Wahyu 20:1-4,11-21:2
Lukas 21: 29-33

Pada tahun 1971, John Lennon melepas single lagu solonya yang menjadi salah satu dari 100 lagu paling banyak dipentaskan di abad ke-20, “Imagine”. Ia mengajak para pendengar untuk membayangkan dunia damai yang tak terkotak terbagi-bagi atas dasar agama maupun negara bangsa, juga membayangkan umat manusia hidup tanpa kelekatan pada harta benda duniawi.

Lagu ini menarik banyak pujian, tapi juga tak kurang kritik dan cercaan. Ada yang menyatakan lagu ini seperti judulnya, hanya menyajikan khayalan, mengkritik tanpa memberi usulan penyelesaian. John Lennon sendiri disorot tajam karena tinggal di rumah semegah istana sementara mengajak para pendengarnya membayangkan hidup tanpa harta milik.

Apa pun kritik yang dilancarkan, lagu itu tetap populer. Masa remaja saya sendiri tidak lewat begitu saja tanpa mengenal dan menikmati lagu ini, meski dulu saya tidak berpikir sedalam orang-orang dewasa yang mempersoalkan secara serius banyak hal. Selain musiknya yang enak didengar dinyanyikan dan menyenangkan hati, lagu ini terus mendapat tempat di kalangan pecinta musik karena lirik lagu ini menggetarkan kerinduan kita yang terdalam, pencarian kita akan kebahagiaan, cinta dan kedamaian.

Damai digoreskan dalam kitab Kejadian setelah Allah menata alam raya dari ketidak teraturan. Damai dinyayikan para malaikan di padang Efrata saat bayi Sang Sabda turun ke dunia dalam rupa bayi mungil yang baru dilahirkan, kanak-kanak Yesus. Damai menjadi sapaanNya dan dihembuskanNya saat Ia yang bangkit dari alam mau menemui lagi para muridnya yang tercekam ketakutan kecemasan ketidakpastian masa depan. Damai, dibentangkan kembali saat Langit dan Bumi baru serta Yerusalem baru yang dipaparkan dalam bacaan-bacaan hari ini, dihadirkan dalam akhir jaman, menutup buku sejarah manusia. Yerusalem memenuhi makna yang dilekatkan pada namanya: shalem, shalom, damai, ketika sejarah diperbaiki. Yerusalem lama dihancurkan karena tidak mengenali dan mengakui kedatangan Tuhan yang melawatnya, Yerusalem baru menandai saat dimana kita semua akan mengenali kedatangan Sang Penyelamat, Tuhan dan Allah kita, sebagai Raja sekaligus hakim bangsa-bangsa.

Radio, koran, televisi dan aneka berita di internet tidak berhenti mengabarkan penderitaan, pertikaian dan peperangan yang menghancurkan di sekitar kita. Iri hati, dengki, kebencian, keangkuhan manusia yang mengandalkan kekuatan diri sendiri, pemujaan atas kekerasan kekuasaan menebarkan racunnya setiap hari. Namun kita orang beriman percaya, setiap mendung akan menyibak, segala badai akan berlalu, setiap gerimis akan mereda, semua sementara saja. Akhirnya, hanya damai sukacita dan cinta yang akan berkuasa. Karena sabdaNya kekal abadi. Setiap kali kita berdoa: datanglah kerajaanMu, biarlah nyata damaiNya disekitar kita, dimulai dari diri kita. Amien.

Melepas Belenggu

Posted by admin on November 27, 2014
Posted in Podcast 

bebaskan-diri-dari-belenggu-keterbatasan-e1322662314818-300x300

 

Thanksgiving Day

Posted by admin on November 27, 2014
Posted in renungan  | 2 Comments

 

Hari ini Kamis 27 November, ada lebih dari 63 Juta orang Amerika akan mengadakan perjalanan untuk berkumpul bersama keluarga merayakan Thanksgiving. Saya salah satu dari mereka, karena saat menulis kisah ini, saya berada di dalam kereta Amtrak yang sedang menyusuri tepi pantai Samudra Pasifik dari San Diego menuju Los Angeles. Meski terlihat penuh penumpang, masih tersisa kursi kosong.

Hari Thanksgivings dimulai tahun 1621 sesudah para imigran dari Inggris bermukim di Plymouth, Massachusetts dekat Boston memanen hasil pertanian yang pertama kali. Awalnya pesta ini lebih bernuansa agama, perayaan syukur dilakukan dalam gereja dan sesudahnya mereka makan bersama hasil pertanian dan peternakan. Kini perayaan Thanksgiving menjadi pesta syukur seluruh USA dan Canada, saat seluruh keluarga, sahabat, dan teman berkumpul bersama untuk berterima kasih atas banyak berkat yang didapatkan dalam hidup.

Menu makan malam bersama Thanksgiving adalah kalkun panggang. Setidaknya hari ini ada 60 juta kalkun di santap oleh Keluarga di USA. Ada pula pumpkin pie, sayuran, dan mass potatoes. Tentu saja untuk keluarga Indonesia di USA, mereka akan menambah sambal ulek dan lalapan biar lebih nendang rasanya!

Di saat makan bersama, setiap orang akan mendapat kesempatan untuk bercerita di hadapan seluruh keluarga. Mereka mengisahkan “Apa yang bisa syukuri dalam hidup setahun ini? Kepada siapa saya akan mengucapkan terima kasih? dan rahmat apa yang sudah saya terima selama ini?”

Di hari istimewa ini, ucapkanlah syukur dan doa terima kasih pada orang-orang yang telah menuntun anda menemukan kegembiraan hidup! Katakanlah bahwa kita bersyukur atas kehadiran mereka karena menolong kita melihat rahmat tersembunyi. Hari ini jangan tambah musuh kita, tapi tambahkan teman dan saudara.

Tak lupa katakan juga, “Terima kasih, matur nuwun, thank you, Gracias, xie-xie, Shukran, merci, danke, salamat!”

 

Dua Kota

Posted by admin on November 27, 2014
Posted in renungan 

jerusalem_1119_by_manzanedo-d66sf9m

Bacaan I : Wahyu 18:1-1, 21-23, 19:1-3,9
Bacaan Injil : Lukas 21:20-28

Babilon dan Yerusalem. Keduanya dinyatakan bakal runtuh luluh lantak. Disebut dalam kitab Wahyu, kota pertama bukan merujuk pada ibu kota Mesopotamia kuno atau sekarang Irak, tetapi ia melambangkan Roma, pusat kekaisaran dan sumber penganiayaan orang-orang Kristen di abad-abad awal pertumbuhannya. Serbuan bangsa “barbar” dari Utara, bangsa Goth, lalu Jerman, mengakhiri kejayaan kekaisaran Romawi. Bagi para penduduknya, dunia seakan kiamat. Namun hidup terus berlanjut, dan Kristianitas “menaklukkan” bangsa penakluk kekaisaran besar itu: mereka pun menjadi bagian dari orang-orang yang percaya pada Yang Terurapi.

Yerusalem. Hingga kini konflik tak kunjung henti menderanya. Tuhan Yesus sampai menangis memandang jauh menerawang kehancurannya 40 tahun setelah sabda tentangnya diucapkanNya: tentang Bait Allah di dalamnya, tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan (Lukas 21:6); bersamaan dengan kengerian pembantaian seluruh penduduknya oleh bala tentara Roma. Penolakan akan Sang Anak Manusia menjadi salah satu penyebab utamanya. Penduduk kota itu akan menumpahkan darah Anak Domba yang tak berdosa, meski kemudian peluh dan darahNya menyuburkan pertumbuhan kawanan yang kelak akan mengubah dunia, termasuk Roma yang pada awalnya menganiayanya.

Hingga kini, dua kota itu telah beranak pinak. Banyak kota di dunia menjadi tempat penganiayaan pengikut Jalan Tuhan. Sejarah berulang. Bukan saja penganiayaan fisik yang terus diberitakan di Irak, Siria, Nigeria, Somalia dst, terror mental pun dilancarkan di negara-negara yang dibangun atas dasar tradisi Kristiani terhadap para pengikut Kristus oleh kaum fundamentalis atheis.

Di tengah kepedihan, Tuhan memberi penghiburan, menawarkan harapan: Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaanNya. …Bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat. Jika kita sungguh percaya, dalam himpitan dan tekanan musuh iman seberat apapun, kita tak lagi dapat dilumpuhkan ketakutan dan kecemasan. Sejarah dua kota mengingatkan, pada akhirnya Tuhan juga yang kuasa. Dan Ia akan membuat segalanya indah pada waktunya.

Translate »