Fr. Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on August 31, 2025
Posted in Podcast
Fr. Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on August 31, 2025
Posted in renungan
Rm Martinus Gunawan Wibisono O.Carm
Senin Pekan Biasa XXII
1 September 2025
1Tes 4, 13-17 + Mzm 96 + Luk 4, 16-23
Lectio
Pada suatu hari Yesus datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” Maka berkatalah Ia kepada mereka: “Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!”
Meditatio
Setelah Yesus mengutip kitab nabi Yesaya, banyak orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya. Terlebih setelah Yesus menegaskan: ‘pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya’. Dia memang datang untuk menggenapi segala yang tersurat dalam kitab Taurat dan para nabi. Sebab memang segala yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama terpenuhi dalam kata dan perbuatan Yesus Kristus. Dialah Yesus yang mewartakan kabar sukacita. Dia yang membebaskan kaum tawanan kuasa dosa. Karya penebusanNya memberi kehidupan abadi bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Yesus pun menyebutkan bahwa Dialah Alfa dan Omega, Awal dan Akhir.
Namun, ‘bukankah Ia ini anak Yusuf?’, celetuk salam salah seorang yang hadir dalam pengajaranNya itu. Apakah dia meragukan pengajaran yang disampaikan Yesus? Apakah malah dia meragukan Yesus itu sendiri, yang memang mereka ketahui kampung halamanNya dan di mana Dia tinggal bersama keluargaNya? Kegelisahan inilah tidaklah terjadi pada kita sekarang ini. Malah yang harus kita perdalam adalah bahwasannya ‘mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia’ (1Tes 4). Kalau kita yakin sungguh akan hal ini, maka kita tidak akan takut menghadapi aneka tantangan dan kesulitan, bahkan untuk menyerahkan nyawa kita; karena Yesus jaminannya.
Oratio
Yesus Kristus, kami bersyukur kepadaMu atas segala rahmat dan berkatMu. Semoga berkat dan kasihMu itu membuat kami semakin percaya kepadaMu yang memang hadir dalam diri sesame kami, terlebih mereka yang sakit dan menderita. Amin.
Contemplatio
‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya’.
Posted by admin on August 30, 2025
Posted in Podcast
Fr. Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on August 30, 2025
Posted in renungan | Tagged With: Renungan Minggu, valentinus bayuhadi ruseno
Minggu ke-22 dalam Masa Biasa [C]
31 Agustus 2025
Lukas 14:1,7-14
Kehormatan adalah sebuah konsep dasar yang membedakan kita sebagai manusia. Konsep ini membimbing perilaku dan tindakan kita, dan dalam kasus-kasus ekstrem, dapat juga mendorong orang untuk mati atau bahkan menghabisi nyawa orang lain.
Menentukan makna dari “kehormatan” adalah hal yang tidak mudah karena konsep ini tertanam dalam identitas individu dan komunitas kita sebagai manusia. Kehormatan merujuk pencapaian pada nilai-nilai luhur yang kita junjung tinggi sebagai manusia. Meskipun nilai-nilai ini dapat bervariasi antarbudaya, beberapa di antaranya diakui secara universal seperti kesetiaan, keberanian, kejujuran, kerja keras, dan integritas moral. Kehormatan diperoleh ketika orang lain mengakui usaha kita untuk mencapai nilai-nilai luhur tersebut. Misalnya, seorang siswa menerima “kehormatan” saat dia menerima medali sebagai penghargaan atas prestasi akademiknya yang diraih dengan susah payah.
Pencarian kehormatan, oleh karena itu, adalah pencarian akan idealisme tertinggi kita, sebuah perjuangan menuju keagungan yang membuat kita lebih manusiawi. Sebaliknya, ketidakhormatan menandakan kegagalan dalam memegang teguh nilai-nilai luhur tersebut. Kita kehilangan kehormatan ketika kita mengkhianati seseorang yang kita berjanji untuk setia, atau ketiak kita menghindari kesulitan seperti pengecut. Beberapa masyarakat menghargai kehormatan begitu dalam sehingga mereka melihat kehidupan yang tidak terhormat, seperti kehidupan yang dipenuhi dengan ketidakjujuran, ketidaksetiaan, dan pengecut, sebagai sesuatu yang lebih buruk daripada hidup seekor hewan. Selama Perang Dunia II, banyak tentara dan warga sipil Jepang memilih bunuh diri daripada menanggung malu ditangkap atau pulang dalam kekalahan.
Sebagai Tuhan kita, Yesus memahami bahwa kehormatan merupakan hal yang mendasar bagi kemanusiaan. Namun, Dia juga menyadari bagaimana dosa dapat merusak dan memutarbalikkan arti kehormatan tersebut. Dalam Injil, Yesus mengkritik mereka yang mencari tempat kehormatan tanpa berusaha mewujudkan nilai-nilai yang diwakilinya. Yesus mengajarkan bahwa nilai sejati dari sebuah tempat duduk di perjamuan bukanlah kemegahannya, melainkan keutamaan-keutamaan dari orang yang duduk di sana. Yang lebih penting lagi, Yesus memanggil kita untuk mengejar idealisme sejati dan menolak nilai-nilai yang korup, memperkenalkan kerendahan hati sebagai keutamaan yang mendatangkan kehormatan yang sejati.
Kritik Yesus terhadap orang-orang pada zamannya tetap sangat relevan hingga hari ini. Di masyarakat pascamodern, kita sering mengganti “kursi kehormatan” dengan hal-hal lain seperti merek pakaian, kendaraan, dan jumlah rekening bank. Meskipun harta benda sejatinya tidak jahat, mereka menjadi berbahaya ketika kita menganggapnya sebagai standar kehormatan kita, dan dalam prosesnya, kita mengorbankan idealisme sejati seperti kejujuran dan kesetiaan untuk mendapatkannya. Kesetiaan suami-istri pernah sangat dihormati, tetapi kini beberapa budaya memuji kebebasan seksual. Kita pernah memuji kerja keras, tetapi kini seringkali hanya merayakan hasil akhir, bahkan jika dicapai melalui tipu daya.
Mengikuti Yesus berarti terus-menerus mengkaji nilai-nilai kita. Ini berarti menolak nilai-nilai yang tidak membawa pada kemajuan manusia dan menghidupi nilai-nilai yang memupuk pertumbuhan sejati. Yesus, Tuhan kita, tidak menginginkan apa pun selain pertumbuhan menyeluruh kita sebagai manusia yang pada akhirnya membawa kita pada kepenuhan hidup sebagai manusia dan kekudusan.
Surabaya
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
Pertanyaan Panduan:
Idealisme apa yang kita perjuangkan? Apakah idealisme tersebut mendukung perkembangan kita sebagai manusia? Apakah kita merasa malu ketika gagal mencapai idealisme kita atau ketika kita berbuat dosa? Apakah kita mengajarkan anak-anak kita tentang arti sebenarnya dari rasa kehormatan yang sejati?
Posted by admin on August 29, 2025
Posted in Podcast
Fr. Gunawan Wibisono O.Carm