Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Lent, Adam and Jesus

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on February 25, 2023
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

1st Sunday of Lent [A]
February 26, 2023
Matthew 4:1-11

We are now on the first Sunday of Lent. For some of us, the Lenten season is just another routine. We abstain from meat or other things that bring us comfort and fast at least twice a year (Ash Wednesday and Good Friday). We are also asked to spend more time in prayer and encouraged to give more alms. The liturgical color and atmosphere also change in our churches. And in many parishes, confessions are made available. Some of us may not really understand why we must do these things, but since we are Catholics and others are practicing it, we do it too. Some of us may be aware of the reason behind these spiritual exercises because we listen to the catechesis given by the priests or lay catechesis, or explanations given on social media. As a priest, I take every opportunity to educate the faithful on this beautiful season (check also my catechesis and reflections in previous years). Yet, we still wonder why we have to keep doing this every year.

The answer rests on our wounded nature. Speaking about our nature, we cannot but go back to our first parents Adam and Eve. In our first reading, we discover how Adam and Eve were created from the dust of the earth and received the breath of life. Not only that, God placed them in the garden close to Himself. This becomes a symbol that they lived in harmony with God, nature, and themselves. This is the state of original grace. Yet, despite all the privileges, Adam and Eve, the dirt of the earth, dared to defy the Lord of the universe. Truly, their sin merited death. God was merciful, prevented total death, and gave a second chance for man and woman. Unfortunately, sin has wounded their souls and destroyed their original friendship with God. The wounded nature is now weak to temptations and prone to commit more sins.

Regrettably, Adam is not just an isolated individual. He is also the head of humanity. Thus, St. Paul, in his letter to the Romans (our second reading), expressed the truth that the effects of Adam’s sin flow to all humanity. “Therefore, as sin came into the world through one man and death through sin, and so death spread to all men because all men sinned (Rom 5:12).” When we are conceived, we receive a wounded human nature. We are in a state far from God. Our tradition calls this original sin.

However, we are not doomed to hopelessness. St. Paul, also in the same letter, preached the good news that Jesus has saved us and brought us back into the friendship of God, the state of grace. “For if many died through one man’s trespass, much more have the grace of God and the free gift in the grace of that one man Jesus Christ abounded for many (Rom 5:15).”

Then, the question remains: ‘If we are already redeemed, why must we do intensive spiritual exercises in the Lenten season?’ Yes, we have been redeemed, but our souls retain some weaknesses due to the effects of original sin. We still have this tendency to commit sin and disorder. Thus, to strengthen our spiritual muscles against the flesh, the world, and the devil, Jesus gives us these three tips: fast, intensive prayer, and almsgiving. (For why these three actions, see my last year’s reflection.)

Yet, one question remains: ‘Why did God allow concupiscence to remain in our souls despite the work of redemption?’ Wait for the answer next Sunday!

Rome
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

JAWABAN MANUSIA PADA ALLAH

Posted by admin on February 24, 2023
Posted in renungan 

Sabtu, 25  Februari 2023


Lukas 9:27-32

Yesus menyatakan kepada orang-orang Farisi yang tidak percaya kepada-Nya, bahwa tujuan-Nya hadir di dunia adalah untuk menyelamatkan; menyembuhkan orang-orang berdosa agar mereka bertobat dan diselamatkan.  “Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”(Luk 5:31-32). Oleh karena itu bagi orang-orang yang tidak butuh pengampunan, yaitu mereka yang merasa dirinya sudah benar dan baik seperti orang-orang Farisi, maka kehadiran Yesus tidak akan berarti.

Dengan demikian, siapakah yang siap menerima kehadiran Tuhan Yesus? Yaitu mereka yang menyadari dirinya sebagai orang berdosa.  Sebaliknya mereka yang sudah merasa dirinya sudah sempurna atau suci, dengan sendirinya tidak memerlukan dan tidak mengharapkan pertolongan dari Tuhan Yesus. “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”(Mat 11:6). Oleh karena itu, Tuhan akan hadir di dalam diri mereka yang tidak menolak-Nya, yang memiliki kesadaran akan keterbatasannya, yang rendah hati dan terbuka untuk belajar menjadi lebih baik lagi dihadapan Allah.

Dengan demikian, setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih, menentukan dan menjawab tawaran kasih Allah, melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Oleh karena itu setiap murid Kristus menghayati imannya bukan sebatas tahu bagaimana berdoa dengan baik, tetapi juga mau dan tahu  bagaimana memiliki sikap iman yang benar dengan berani menyerahkan diri, mendengarkan suara-Nya dan melakukan kehendak-Nya. “Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh 6:40).

Didik, CM 

MURAH HATI SEPERTI ALLAH MURAH HATI

Posted by admin on February 22, 2023
Posted in renungan 

Kamis, 23 Februari 2023



Lukas 9:22-25

Yesus menyampaikan apa yang akan terjadi di dalam hidup-Nya. Dia adalah Mesias yang akan menderita, ditolak, diadili dengan tidak adil, dan disalibkan, serta bangkit pada hari ketiga setelah wafat-Nya. Apa yang terjadi merupakan bukti bahwa Allah berbelas kasih kepada manusia yang berdosa, yang karena dosa tersebut manusia melawan Allah Bapa mencipta mereka. “Dan Yesus berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:22). Oleh karena itu, kasih Allah jauh lebih besar dari pada dosa-dosa yang telah dilakukan oleh manusia. Dia tidak membuang manusia berdosa, namun mengampuni mereka.

Dengan demikian, apa yang dilakukan Allah dalam diri Yesus Kristus terhadap manusia, merupakan sikap dasar yang perlu dimiliki dan dilakukan oleh setiap pengikut-Nya, yaitu menyangkal diri, memanggul salib dan mengikuti Kristus. “Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”(Luk 9:23). Oleh karena itu, setiap orang yang telah menetapkan hati menjadi murid Kristus adalah pribadi-pribadi yang telah dipilih untuk memberikan kesaksian di dalam hidup mereka akan Allah yang baik, dan penuh belaskasih. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”(Mat 5:16).

Dengan demikian, Kristus mengharapkan bahwa setiap murid-Nya tahu dan sadar akan besarnya kasih dan kemurahan Allah terhadap diri mereka, dan kemudian mereka melakukan hal-hal yang baik,  yang sepadan dengan apa yang mereka terima secara cuma-cuma dari Allah. “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.”(Mat 10:8). Oleh karena itu, mereka yang telah sadar , dengan sendirinya akan siap berkorban (memanggul salib),  senang memberi dan berbagi dengan suka cita kepada sesama, terutama bagi mereka yang lemah dan menderita, serta bermurah hati untuk memaafkan orang lain, seperti halnya Allah telah mengampuni mereka.
“Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”(Luk 6:36).

Didik, CM 

MELAYANI TUHAN

Posted by admin on February 20, 2023
Posted in renungan 

Selasa, 21 Februari 2023



Markus 9:30-37

Yesus mengajak kepada para murid-Nya,  untuk terus belajar menjadi pribadi yang rendah hati, sebab dengan sikap ini, mereka akan bisa mengikuti Yesus Kristus dengan baik, yaitu menjadi pribadi yang siap untuk melayani. “Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” (Mrk 9:35). Sering kali banyak orang memandang menjadi pelayan merupakan pekerjaan yang rendah dan hina. Akan tetapi di hadapan Allah orang yang dengan tulus melayani Tuhan di dalam diri sesamanya, justru diangkat oleh Allah, sebab melayani adalah sikap utama dan paling mulia dihadapan Allah. Oleh karena itulah Dia datang dalam diri Yesus Kristus,  bukan untuk dilayani namun untuk melayani. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”(Mrk 10:45).

Dengan demikian sikap rendah hati dan melayani dengan tulus adalah sikap dan tindakan yang harusnya selalu melekat di dalam diri semua murid Kristus. Hal ini juga bisa menjadi ukuran sejauh mana seseorang sungguh mengikuti Kristus atau tidak. Jika seseorang ringan tangan menolong sesamanya yang menderita dan lemah, dan dilakukannya tanpa ada maksud lain, maka bisa dipastikan hal itu muncul dari hati yang dekat dengan Tuhan, dan sebaliknya jika seseorang lebih peduli dengan dirinya sendiri, tentu datang bukan dari Allah. Oleh karena itu, sikap melayani merupakan tindakan iman, yang dilakukan untuk Tuhan dan karena Tuhan. “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”(Yoh 12:26).

Seringkali dan tidak sedikit orang jera dan tidak melayani lagi karena pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu. Bagaimana cara memulihkannya? Caranya adalah memurnikan kembali apa tujuanya melayani? Jika mereka melayani demi Tuhan, maka ia akan mengikuti kembali dorongan-Nya untuk melayani.
“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.”(Kolose 3:23-24).

Didik, CM 

KEKUATAN DOA

Posted by admin on February 19, 2023
Posted in renungan 

Senin, 20 Februari 2023



Markus 9:14-29

Pada suatu ketika seorang ayah yang anaknya kerasukan roh jahat datang kepada Yesus dan menyampaikan pertanyaan, mengapa para murid-Nya tidak mampu mengusir roh jahat yang merasuki anaknya? Yesus menyatakan bahwa, hal yang perlu ada sebelum seseorang menerima belas kasih Allah adalah iman/percaya kepada-Nya. “Maka kata Yesus kepada mereka: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!”(Mrk 9:19). Oleh karena itu, persoalanya dikembalikan kepada pribadi masing-masing; apakah mereka siap dan berani untuk percaya kepada Kristus?

Dengan demikian, sebelum seseorang memohon sesuatu kepada Tuhan, maka  diperlukan iman yang kuat/mantap.  Jika seseorang kurang percaya maka rahmat Allah tidak akan bekerja secara efektif karena dihalangi oleh sikap sombong dan ragu pada kekuatan Allah. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran bahwa  dihadapan Allah, setiap pribadi tergantung hidupnya pada-Nya. Oleh karena itu siapa yang dekat dengan Allah adalah  mereka yang rendah hati, sebab tanpa sikap rendah hati manusia tidak bisa datang dan berdoa kepada Allah.

Dengan demikian, manusia harus sadar akan kerterbatasan-keterbatasannya, agar mereka tidak melupakan Tuhan, dan bisa berdoa dangan baik, karena lewat doa tersebut seseorang berkomunikasi dengan Tuhan, menggali dan menerima kekuatan dari Tuhan,  dan menemukan apa yang menjadi kehendak-Nya. “Ketika Yesus sudah di rumah, dan murid-murid-Nya sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: “Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?” Jawab-Nya kepada mereka: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.”(Mrk 9:28-29).

Didik, CM 

Translate »