Fr. Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on April 30, 2025
Posted in Podcast
Fr. Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on April 30, 2025
Posted in renungan
Kis 5:27-33; Yoh 3:31-36 Santo Yosef pekerja
Hari ini kita berada pada masa Paskah dan hari pertama bulan Mei yang dipersembahkan kepada Bunda Maria sebagai Bulan Maria. Gereja Katolik masih dalam suasana dukacita karena Paus Fransiskus istirahat di keabadian dalam kasih bersama Allah dan para kudus. Hari ini pula kita bersyukur atas teladan hidup Santo Yosef pelindung setiap orang yang bekerja.
Berita Paskah adalah sukacita dan keberanian para murid menceritakan pengalaman hidup dan pengalaman iman tentang Yesus Kristus yang bangkit. Pribadi Yesus yang mereka alami secara langsung pada saat hidup bersama lewat kata-kata dan perbuatan-Nya. Kata-kata dan perbuatan Yesus baru terasa berdaya guna oleh para murid, setelah peristiwa kematian dan kebangkitan-Nya. Peristiwa kebangkitan menjadi titik tolak semangat baru bagi para murid untuk memberikan kesaksian kepada banyak orang Yahudi, hingga akhirnya meluas sampai ke Asia dan Eropa.
Petrus dan para rasul tidak gentar di hadapan Mahkamah Agama, ketika mereka diminta oleh Imam Besar untuk berhenti berbicara tentang Yesus. “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.” Itulah ungkapan kesaksian Petrus dan teman-temannya. Tidak ada ketakutan dalam diri Petrus dan teman-teman. Sebuah keberanian berkata-kata yang lahir dari pengalaman iman dan pengalaman hidup bersama Yesus.
Kita membutuhkan sikap berani seperti pada awal mula pewartaan kebangkitan Yesus. Tentu saja pada masa itu, pewartaan Yesus yang bangkit mengubah cara pikir dan tatanan hidup yang sudah terbentuk. Kehidupan yang mapan agak terganggu dengan semangat berkobar-kobar yang dibawa oleh Petus dan teman.
Rasul Petrus dan teman-temannya mendapat kekuatan dari mana? Yesus yang bangkit dan mencurahkan Roh Kudus bagi mereka itulah yang membuat berani. Berani keluar dari ketakutan dan putus asa, keluar dari zona nyaman dan mapan. Cara berpikir dan cara hidup para rasul pun berubah.
Dalam bacaan Injil hari ini kita merenungkan kesaksian Yohanes tentang pribadi Yesus, yang dapat semakin menambah iman dan kepercayaan kita akan Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup.
Yesus datang dari sorga adalah Anak Tunggal Bapa yang menjadi manusia demi keselamatan manusia. Ia bangkit dan kembali ke sorga sambil membawa orang-orang yang percaya kepada-Nya. Yesus menggenapi janji keselamatan Allah Bapa. Yesus telah memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada para rasul yang setia. Para rasul yang setia boleh mengalami rahmat Roh Kudus yang berkelimpahan atas hidupnya.
Dunia membutuhkan kesaksian yang mendukung peradaban hidup, bukannya peradaban kematian. Dunia kita membutuhkan ornag-orang yang memberitakan perdamaian bukannya perang, saling bekerjasama bukannya berkompetisi untuk menjatuhkan. Kita adalah pribadi yang telah ditebus, merdeka dan bebas dari kuasa kejahatan dan dosa. Selayaknya kita ikut memberikan kesaksian tentang kehidupan baru bersama Yesus yang bangkit.
Marilah bersama Bunda Maria, kita tekun berdoa menantikan datangnya Roh Kudus pada hari Pentakosta. Bersama Bunda Maria, kita menjadi saksi kebangkitan dan kehidupan. Bersama Bunda Maria, kita berdoa agar para Kardinal dapat memilih Paus pengganti Rasul Petrus untuk mendampingi peziarahan iman umat Katolik di dunia ini sampai kepada Allah. Tuhan Yesus memberkati pergumulan Saudara Saudari dalam iman, harapan dan kasih. Semoga Santo Yosef mendoakan kita dari surga mulia (rm. Medyanto, o.carm)
Posted by admin on April 30, 2025
Posted in Podcast
Fr. Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on April 29, 2025
Posted in renungan
Rm. Agung Wahyudianto O.Carm
(Refleksi berdasarkan Yohanes 3:16–21 dan Peringatan Santo Paus Pius V)
Hari ini Gereja memperingati Santo Paus Pius V, seorang paus dari abad ke-16 yang dikenang karena hidupnya yang saleh, sederhana, dan penuh dedikasi. Ia tidak hanya memimpin Gereja dalam masa krisis dan reformasi, tetapi juga menjalankan kepemimpinannya dengan hati seorang pelayan—berani, jujur, dan terbuka terhadap terang kebenaran. Walau menduduki posisi tertinggi di Gereja, ia tetap hidup seperti seorang biarawan sederhana. Ia dikenal bukan karena kekuatan duniawi, tetapi karena kesetiaan pada apa yang benar.
Injil hari ini membawa kita pada inti dari segalanya: kasih Allah yang tidak menunggu dunia menjadi layak, tetapi datang terlebih dahulu, memberi tanpa syarat. Dalam kasih itu, tidak ada pemaksaan—hanya undangan untuk menerima terang dan tinggal di dalamnya. Paskah merayakan kasih seperti ini, kasih yang menyelamatkan bukan dengan kekuasaan, melainkan dengan kerelaan untuk memberi diri sepenuhnya.
Nilai ini mengingatkan kita pada salah satu prinsip mendalam dari budaya Andes yang hidup hingga kini di Peru: “ayni”—sebuah filosofi hidup yang memandang segala sesuatu sebagai saling memberi dan menerima. Ayni adalah keseimbangan kasih yang terus mengalir. Ketika seseorang menerima kebaikan, ia akan membalasnya bukan karena kewajiban, tetapi karena itu adalah bagian dari harmoni hidup. Begitu juga, ketika kita menerima kasih Allah, kita tidak tinggal diam. Kasih itu menumbuhkan dalam diri kita dorongan untuk memberi kembali—bukan sebagai beban, tetapi sebagai bagian dari irama kehidupan.
Santo Pius V adalah gambaran dari hidup dalam “ayni” rohani. Ia menerima panggilannya sebagai pemimpin Gereja bukan untuk dimuliakan, tetapi untuk melayani. Ia mengembalikan apa yang telah ia terima melalui hidup yang setia, doa yang mendalam, dan keberanian dalam reformasi. Ia tidak menyimpan kasih itu untuk dirinya, tetapi membiarkannya mengalir—menghidupi terang yang ia terima dengan seluruh keberadaannya.
Yesus berkata bahwa siapa pun yang hidup dalam terang akan tampak bahwa segala perbuatannya dilakukan dalam Allah. Artinya, terang itu bukan hanya sesuatu yang kita lihat, tetapi sesuatu yang mengalir melalui kita—menyentuh dunia, menyucikan relasi, dan menyembuhkan luka. Itulah kasih yang menyelamatkan: kasih yang hidup, yang terus bergerak, dan yang mengembalikan harmoni.
Dalam masa Paskah ini, kita diundang untuk merenungkan:
Apa yang telah kita terima dari kasih Allah? Dan bagaimana kita akan membiarkannya mengalir kembali ke dunia?
Kita tak perlu melakukan hal besar. Seperti Pius V yang hidup dalam keheningan dan pelayanan setia, kita pun dipanggil untuk hidup dalam terang—dengan membalas kasih bukan melalui balasan setimpal, tetapi dengan kehadiran yang penuh, dengan kesetiaan dalam hal-hal kecil, dan dengan keberanian untuk tetap percaya ketika dunia lebih memilih kegelapan.
Kasih yang datang dari Allah tidak pernah tinggal diam. Ia bekerja di dalam kita, agar kita pun hidup dalam ayni kasih itu: saling memberi, saling menghidupi, saling menyucikan.
Posted by admin on April 28, 2025
Posted in Podcast
Fr. Gunawan Wibisono O.Carm