Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Hari Raya Semua Orang Kudus

Posted by admin on October 31, 2017
Posted in renungan 

Rabu Pekan Biasa XXX, 1 November 2017

Bacaan: Wahyu 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Matius 5:1-12a

Hari Raya Semua Orang Kudus

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”. Semua orang kudus yang kita rayakan pada hari ini disebut ‘berbahagia’, karena mereka telah memasuki Kerajaan Sorga. Memasuki Kerajaan Sorga berarti memasuki kebahagiaan abadi dalam persatuan dengan Allah Tritunggal. Mereka harus melalui perjalanan panjang untuk memasuki Kerajaan Sorga ini dengan menjadi miskin di hadapan Allah. Sikap miskin di hadapan Allah menunjukkan sikap taat kepada Allah dan selalu melakukan Kehendak Allah. Hidup para kudus ini selalu terarah kepada Kehendak Tuhan dan mereka berjuang untuk mewujudkannya. Sekarang mereka boleh berbahagia, yang digambarkan sebagai rombongan orang yang berpakaian putih, yakni tanda kemuliaan.

Hadirnya para kudus di dalam kehidupan Gereja ini mau menunjukkan bahwa kita semua pun sedang menuju ke Kerajaan Sorga dan akan bersatu dengan mereka semua. Maka tidak ada yang mustahil, semua orang dapat mencapainya. Dalam perjuangan kita sekarang ini di tengah dunia, kita tetap harus ingat akan prioritas hidup kita. Yang menjadi tujuan dan prioritas hidup kita adalah kebahagiaan dalam persatuan dengan Allah di Sorga. Oleh sebab itulah hidup kita sejak sekarang pun sudah diselaraskan dengan tujuan kita ini. Panggilan kita sebagai pengikut Yesus adalah menjadi kudus, maka bukan sesuatu yang mustahil jika sungguh dipersiapkan. Memang dalam perjalanan menuju kekudusan itu ada berbagai tantangan yang mungkin saja bisa mengendorkan semangat kita. Namun kesetiaan kita diperlukan untuk dapat menyelesaikan perjalanan ini.

Jangan takut dalam melangkah karena Roh Allah selalu menyertai kita. Oleh sebab itulah, kita selalu mempunyai pengharapan yang tidak akan pernah pudar. Pengharapan kita itu nyata dan semakin dikuatkan dengan iman yang selalu kita jaga supaya tidak luntur. Di tengah dunia yang sedang menggoncangkan iman kita ini, kita harus semakin kuat dibantu oleh semua orang kudus yang selalu ada bersama kita. Mereka sudah melalui saat berat dalam perjuangan iman dan mereka tetap bertahan sampai akhir. Semuanya hanya mungkin dalam persatuan dengan Tuhan yang senantiasa mencintai kita sampai akhir.

Berkat Tuhan.

Selasa Pekan Biasa XXX, 31 Oktober 2017

Posted by admin on October 31, 2017
Posted in renungan 

Selasa Pekan Biasa XXX, 31 Oktober 2017

Bacaan: Roma 8:18-25; Lukas 13: 18-21

Yesus menghadirkan Kerajaan Allah di dalam pengajaranNya, yang diumpamakan dengan biji sesawi dan ragi. Baik biji sesawi dan ragi itu kecil namun biji yang kecil akan berkembang menjadi tumbuhan besar dan ragi yang sedikit akan mempengaruhi seluruh adonan. Inilah realita Kerajaan Allah yang awalnya hadir kecil dan sederhana akan menjadi besar dan membawa keselamatan bagi semua manusia yang menerimanya. Kerajaan Allah itu berarti Allah yang meraja dan itu nyata di dalam diri Tuhan Yesus Kristus sendiri. Sehingga jelaslah Kerajaan Allah itu adalah Yesus Sang Penyelamatan manusia.

Kehadiran Yesus di tengah kita untuk memberikan kehidupan baru dan keselamatan. Jika kita membuka hati bagi kehadiran Yesus di dalam diri kita, itu berarti kita membiarkan biji sesawi itu tumbuh dan ragi itu memenuhi diri kita. Keselamatan akan terjadi ketika kita membuka hati dan membiarkan Kerajaan Allah itu hadir dan merajai diri kita. Mulainya dari kecil dan sederhana, namun akan terus berkembang sehingga akan menjadi besar dan menyatu dalam diri kita. Perlahan namun pasti, itulah kehadiran Kerajaan Allah di dalam hidup kita dan Kerajaan Allah terus akan berkembang ke seluruh dunia sehingga semuanya mengalami keselamatan.

Keterbukaan hati kita untuk menerima kehadiran Kerajaan Allah ikut menentukan keselamatan bagi diri kita. Keselamatan adalah pengharapan kita semua, jika kita sungguh menyadarinya. Karena di jaman ini, tidak semua orang masih perduli dengan keselamatan dirinya apalagi orang lain. Santo Paulus mengatakan bahwa pengharapan itu disertai dengan perjuangan yang terkadang terasa berat. Oleh sebab itulah kita semua disadarkan bahwa menerima keselamatan berarti menerima Kerajaan Allah, yakni Tuhan Yesus. Dengan menjadi pengikuti Yesus, kita sudah menerima Keselamatan itu. Namun demikian benih itu masih terus bertumbuh dan akan semakin besar jika kita memeliharanya dengan baik. Inilah perjuangan kita sekarang ini, yakni menjaga iman dan kesetiaan kita kepada Tuhan Yesus, Sang Penyelamat. Teruslah berjuang dengan semangat dan setia.

Berkat Tuhan.

Senin Pekan Biasa XXX, 30 Oktober 2017

Posted by admin on October 29, 2017
Posted in renungan 

Senin Pekan Biasa XXX, 30 Oktober 2017

Bacaan: Roma 8:12-17; Lukas 13: 10-17

Tindakan Yesus yang kita dengarkan dalam kisah Injil pada hari ini mengingatkan kita semua akan ‘identitas manusia’ dan ‘kuasa kegelapan’. Peristiwa ini terjadi ketika Yesus sedang mengajar di dalam rumah ibadat pada hari Sabat. Pengajaran Yesus menjadi semakin jelas, ketika Ia tidak hanya mengajar dengan perkataan, namun diwujudkan dalam tindakan. Inilah yang membuka mata banyak orang dan yang mengagumkan.

Yesus menyembuhkan ibu yang sakit itu tanpa diminta, karena Yesus melihat seorang manusia, citra Allah yang sedang menderita. Maka ia harus dikembalikan ke keadaannya yang semula, ia perlu disembuhkan. Yesus melakukan itu karena kasihNya dan keselamatan yang dibawaNya bagi semua orang, terutama yang sangat membutuhkannya. Selain itu, Yesus ingin membebaskan ibu itu dari ikatan penyakitnya yang telah begitu lama dideritanya. Apalagi penyakit itu berkaitan dengan kuasa roh jahat yang membuat dirinya menderita. Hal ini mau menunjukkan bahwa Yesus lebih berkuasa dari semua kuasa lainnya, apalagi kuasa jahat. Dengan demikian kita pun disadarkan bahwa begitu mulianya diri kita sebagai manusia di hadapan Tuhan, oleh sebab itulah hidup manusia harus sungguh dicintai. Tuhan selalu akan menolong manusia terutama untuk melepaskan manusia dari kuasa jahat yang ingin menghancurkan manusia.

Dalam hal ini pula, kita diingartkan oleh Santo Paulus dalam Bacaan Pertama tadi. Paulus mengingatkan agar kita sungguh hidup sebagai anak-anak Allah dan jangan sampai membiarkan diri dikuasai oleh kekuatan jahat yang tampak dalam perbuatan kita yang tidak baik. Semua itu harus diwaspadai dan beranilah untuk melawan kuasa jahat itu dengan bantuan Tuhan. Kita perlu selalu bekerjasama dengan Roh Kudus dalam menjalani kehidupan harian kita, terutama sebagai anak Allah dan berhadapan dengan kuasa jahat.

Namun tetaplah harus waspada, karena ternyata tetap saja ada orang yang hidup hanya berdasarkan aturan yang mematikan, karena bukan untuk kebaikan sesamanya manusia. Inilah yang menyebabkan banyaknya permasalahan yang masih terjadi dalam kehidupan kita sampai sekarang ini. Walau demikian, tetaplah kita menghidupi kasih yang berasal dari Tuhan dan membagikannya. Dunia kita akan menjadi lebih baik, jika kita mempunyai kasih dan membagikannya.

Berkat Tuhan.

The Greatest Commandments

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on October 28, 2017
Posted in renungan 

The Greatest Commandments

30th Sunday in Ordinary Time

October 29, 2017

Matthew 22:34-40

“You shall love the Lord, your God, with all your heart, with all your soul, and with all your mind.  (Mat 22:34)”

What is love? If we ask young couple who are in love, love means more time together and be connected online even up to late hours of the night. For young priests, love may mean patiently listening to confessions for hours, and attending to sick calls. For a couple who have their newly-born baby, love is changing the baby’s diapers even at middle of the night. Love is passion, dedication and sacrifice.

However, love is also one of the most abused and misused words in human history. In the name of love, a young man lures his girlfriend into premarital sex.  For the love of their country and race, some men persecute another ethic group and burn their villages. For the love of God and religion, some men blow themselves up and kill the innocent people, including children whom they consider the enemies of their God.

Surprisingly, the situation is not much different from the time of Jesus. For the love of the Law, the Pharisees keep and observe the Law even to its meticulous details in their daily lives. For the love of God and their country, the Zealots fight and kill the Romans and those who work for them. For the love of God, the Essenes separate themselves from the rest of the corrupted world and build their own exclusive communities. For the love of the Temple, the priestly clan work hard to offer sacrifices daily and is ready to die for the Temple.

When the Pharisees ask Jesus what is the greatest law, the law of laws, it is not simply about theological exercise, but it is to reveal Jesus’ fundamental attitude towards God and the Jewish Law. Is He a Pharisee who loves the Law more than anything else, a Zealot who loves the country zealously, or something else? Jesus answers, “You shall love the Lord, your God, with all your heart, with all your soul, and with all your mind.” Jesus quotes part of the Shema or the basic Jewish Creed that every devout Jews would recite every day (see Deu 6:4-5). Yet, Jesus does not stop there. He completes the first and the greatest law with another one, “You shall love your neighbor as yourself.” It also comes from the Old Testament (see Lev 19:18). To the delight of the Jews, Jesus’ answer is basically an orthodox one, but there is something novel as well.

The connection between first and second turns to be a watershed. For Jesus, true love for God has to be manifested in the love for others, and genuine love for others has to be oriented toward God. Thus, it is unthinkable for Jesus to order His disciples to kill for the love of God. Or, Jesus will not be pleased if His followers are busy with performing rituals, but blind to the injustices that plague their communities.

Once I asked my brother who is studying Canon or Church Law, what is the highest law in the Canon Law? He immediately answered, the suprema lex, all laws are governed and ordained for the salvation of souls. The Code of Canon Law contains more than 2 thousand provisions governing various aspects of Church’s life, and all these will be absurd if not for the love of God and neighbors. In the same manner, do our love for God, our prayers and celebration of sacraments bring us closer to our neighbors, to be more committed in doing justice, to be dedicated in our responsibilities as members of a family and a society? Does our love for others, our affection for our children and friends, our passion for ministry bring them closer to God?

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

BANYAK BERDOA, BANYAK BERBUAT BAIK

Posted by admin on October 28, 2017
Posted in renungan  | 1 Comment

Minggu, 29 Oktober 2017

Hari Minggu Biasa XXX

[Kel. 22:21-27; Mzm. 18:2-3a,3bc-4,47,51ab; 1Tes. 1:5c-10; Mat. 22:34-40]

BANYAK BERDOA, BANYAK BERBUAT BAIK

Bulan Oktober hampir berakhir. Hal yang identik dengan bulan Oktober adalah bulan Rosario. Namun, yang tak kalah semarak terjadi selama bulan Oktober adalah tempat-tempat ziarah yang ramai dikunjungi, baik tempat ziarah lokal atau yang berkesempatan untuk bisa datang ke tempat-tempat suci di luar negeri. Kebetulan tahun ini juga ada momen 100 tahun Fatima, tentu banyak peziarah yang membludak di tempat ini. Tentu ini sesuatu yang bagus dan menggemberikan, bahwa hasrat umat Katolik untuk berdoa dan berdevosi masih sangat-sangat kuat, bahkan kadang orang mengorbankan banyak hal supaya bisa mencapai tempat ziarah tertentu. Namun, pernahkah kita juga menilik kembali ke dalam hidup kita? Apakah ziarah, devosi dan doa kita juga berpengaruh bagi hidup kita? Kalau berziarah, berdevosi dan berdoa adalah perwujudan rasa cinta kita kepada Allah, apakah sempat juga memikirkan untuk mengusahakan kasih kepada sesama di sekitar kita ketika harus ‘pulang’ kembali kepada kehidupan nyata? Banyak yang bisa berziarah, berdevosi dan berdoa ke banyak tempat, namun untuk mengasihi sesama justru sulit. Itu artinya, ziarah dan doanya tidak berdaya guna.

Yesus hari ini bersabda tentang dua hukum terutama, yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Yesus bukan hendak memisahkan keduanya, namun justru hendak menunjukkan bahwa keduanya adalah sesuatu yang timbal-balik dan berkaitan erat. Kalau kita mencintai Allah, maka mencintai sesama adalah ungkapan konkretnya, dan kalau kita sudah mencintai sesama, maka sudah pasti kita mencintai Allah. Yesus hendak menunjukkan juga bahwa kadang kita terjebak pada pemikiran bahwa dengan menyediakan banyak waktu untuk berdoa atau mengunjungi puluhan tempat ziarah, sudah cukup menunjukkan bahwa itu sama sama dengan mengasihi Allah. Nampaknya itu belum cukup, kalau mengacu pada yang dikatakan Yesus hari ini. Bahwa ukuran mengasihi Allah sama seperti ketika mampu mengasihi diri sendiri ketika mengasihi sesama. Semoga, kita senantiasa diberi hati yang lapang, kerendahan hati yang dalam, serta kasih yang tak berkesudahan sehingga mampu mensyukuri kasih Allah dalam hidup kita, sekaligus mengungkapkan syukur itu dengan mengasihi semua orang yang berada di sekitar kita, tanpa kecuali.

Selamat berhari Minggu, selamat berlibur dan berkumpul dengan keluarga. GBU.

Translate »