Senin, 1 Agustus 2016
Hanya Tuhan yang sungguh mampu memuaskan kelaparan dan dahaga spiritual manusia. Sebagai insan yang hidup di zaman modern ini, ada bahaya bahwa kita cenderung mengejar hal-hal yang sifatnya duniawi dan material belaka dan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan spiritual yang sesungguhnya sama penting dengan kebutuhan material. Orang bisa berpikir bahwa menjadi kaya sama seperti menjadi bahagia. Namun sudah sungguh sering terbukti bahwa kekayaan saja tidak menjamin kebahagiaan dan kenyamanan.
Dalam injil hari ini, kita membaca dan menyimak cerita tentang perbanyakan roti dan ikan yang Yesus lakukan sebagai salah satu mujikzat ajaib yang sampai sekarang tidak dapat dijelaskan secara ilimiah. Kemanapun Yesus pergi, sekian banyak orang akan mengikuti Dia. Mereka berkumpul untuk mendengarkan Dia. Yesus menerima mereka semua sebagai “Tuan Rumah” yang baik tanpa membeda-bedakan mereka. Yang kaya maupun yang miskin, yang pintar dan yang pandir, yang profesional maupun yang amatir, bahkan mereka yang dianggap hina dan kafir dalam masyarakat pun tidak Yesus kecualikan. Semuanya Dia panggil untuk datang mendekat.
Mereka datang kepadaYesus bukan hanya karena Yesus mengajar dengan penuh kuasa tetapi juga karena Yesus melakukan apa yang Dia ajarkan. Dia mengajar dan melakukan apa yang dia ajarkan. Dia bersaksi bukan hanya dengan kata-kata tetapi lebih-lebih dengan tindakan nyata. Yesus membuktikan bahwa kasih hanya bisa menjadi mujikzat yang menginspirasi dan menghidupkan ketika kasih itu diwujudnyatakan dan ditujukan kepada sesama. Belaskasih dan bela rasa tidak boleh hanya berhenti sekadar kata-kata pemanis bibir semata (lip-service) tetapi betul-betul menjadi jiwa yang menggugah tangan untuk bekerja bagi dan kaki untuk melangkah kepada sesama dengan niat tulus meringankan beban mereka.
Yesus dalam mujikzat perbanyakan roti hari ini membuka cara pandang baru dalam diri murid-murid-Nya bahwa keterbatasan mereka tidak pernah boleh menjadi halangan untuk tidak melakukan perbuatan kasih. Kasih tetap harus nyata dalam kekurangan dan keterbatasan. Kekurangan dan keterbatasan jangan pernah diizinkan menjadi alasan untuk menghindarkan diri dari kewajiban mengasihi sesama. Sebagai Allah yang menjadi manusia, Yesus membuktikan bahwa kasih tidak boleh dibatasi oleh keterbatasan manusiawi. Keterbatasan manusiawi kita menjadi tak terbatas (limitless) ketika manusia saling berbagi dengan tulus dan murah hati dari keterbatasan sambil membiarkan campur tangan Tuhan turun dan memberkati setiap perbuatan belas kasihan tersebut. Mari kita berbagi satu sama lain sebab undangan untuk saling berbagi itu adalah undangan dari Tuhan sendiri yang berbagi dalam Bapa, Putera dan Roh Kudus, undangan dari Tuhan yang terus mengalirkan berkat-Nya secara berlimpah bagi kita. Mari baku dapa(t) dan mari baku bagi. Begitu kata orang-orang bagian Timur Indonesia. Tuhan sudah kasih kita, kita juga harus bagi kasih itu bagi sesama. Amin.


