
2Tim 1:1-3, 6-12
Markus 12:8-27
Orang-orang Saduki menjebak Yesus dengan pertanyaan tentang kebangkitan. Mereka mengandaikan perkawinan levirate di mana ada tujuh bersaudara berturut-turut kawin dengan seorang perempuan, masing-masing mati tanpa anak. Akhirnya perempuan itu pun mati.
Dalam kitab Tobit kisah tentang perkawinan levirate seperti ini dialami juga oleh Sarah yang kawin dengan tujuh bersaudara tapi semuanya selalu mengalami nasib sama yakni mati saat malam perkawinan. (Kendati Tobit, suami yang berikut, luput dari terkaman Asmodeus, berkat bau ikan dan bantuan malaikat Rafael).
Di surga, siapa yang menjadi suami dari janda tanpa anak itu? Pertama-tama Yesus memberikan bukti biblis dalam kisah tentang semak bernyala dan merujuk eksistensi Allah yang bagi orang Yahudi dikenal sebagai Allah Abraham, Isak dan Yakub. Jika Allah mendeklarasikan diri-Nya demikian maka Allah sendiri menjamin kebangkitan dan kekekalan hidup mereka. Kedua, Yesus mengatakan hidup setelah mati bukan sekadar repetisi abadi dari masa kini. Semuanya berubah. Relasi-relasi kekeluargaan, termasuk perkawinan, ditransformasi. Yesus dengan keras menolak keyakinan sesat aliran anti kebangkitan tetapi menegaskan makna dan arti hidup yang sesungguhnya bahwa mereka yang dianugerahkan kebangkitan dan hidup abadi akan mengalaminya bersama Allah dan dipanggil anak-anak Allah, seperti para malaikat di surga.
Pesan injil bagi kita yakni kita dipanggil untuk hidup sebagai putra-putri yang beriman akan kebangkitan Kristus: “I am the resurrection and the life; whoever believes in me, even if he dies, will live, and everyone who lives and believes in me will never die” (Yoh 11:25). Tuhan yang bangkit adalah jaminan kebangkitan badan dan hidup kekal. Janji keselamatan ini juga harusnya membantu kita menghayati panggilan hidup kita masing-masing entah dalam hidup berkeluarga oleh ikatan suci perkawinan maupun yang tidak berkeluarga oleh ketaatan akan kaul-kaul dalam hidup religius demi kemuliaan Allah dan kebaikan satu sama lain.
