Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Allah mengundang kita semua menjadi kudus.

Posted by admin on October 31, 2016
Posted in renungan 

HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS.
 
Wahyu 7:2-4, 9-14
1 Yohanes 3:1-3
Matius 5:1-12a
Saudara-saudariku terkasih,
    Di Hari Raya Semua Orang Kudus ini saya diingingatkan akan pengalaman selama kurang lebih delapan tahun yang lalu di paroki St. Mary, Escondido, keuskupan San Diego, California. Setiap tahun pada hari perayaan Semua Orang Kudus, para murid sekolah St. Mary merayakan Ekaristi. Mereka mempunyai tradisi yang sangat menarik. Setiap anak kelas satu diminta untuk mengenakan pakaian khas dari orang kudus yang menjadi pelindungnya. Setelah bacaan Injil, sebelum homily anak-anak ini diminta ke depan altar dan memperkenalkan dirinya misalnya: “Saya adalah Michael Malaekat Agung, kepala pasukan/laskar surgawi. Para orangtua penuh entusias mendandani anaknya dengan pakaian yang sangat menarik yang membuat anaknya sangat bangga. Pengalaman ini memberikan motivasi yang sangat positip kepada anak-anak itu, betapapun mereka semuanya berasal dari pelbagai macam suku, bahasa dan ras.
    Bacaan pertama hari ini, dari Kitab Wahyu dikatakan bahwa Yohanes melihat seorang malaikat mucul dari tempat matahari terbit….membawa meterai Allah yang hidup. Malaikat itu memeteraikan 144.000 orang dari semua suku keturunan Israel. Dan mereka yang telah dimeteraikan itu berseru dengan suara nyaring: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta, dan bagi Anak Domba!” Jumlah yang sangat banyak itu melambangkan akan besarnya jumlah orang yang memperoleh keselamatan dalam dan melalui Kristus Yesus.
    Oleh karena itu saudara-saudariku terkasih, rencana keselamatan Allah sudah terbuka bagi mereka yang selalu memelihara relasinya dengan Tuhan sampai mereka menghadap Tuhannya dalam kematian. Relasi kita dengan Tuhan sudah harus kita pelihara, kita bina, kita pupuki dan selalu membuka diri bagi Tuhan untuk selalu hadir dalam kehidupan kita.
    Demikian pula dalam bacaan Injil hari ini, Yesus juga menggambarkan siapa saja yang dibilang “berbahagia,” … karena mereka akan melihat Allah. Ucapan “berbahagia” itu tidak hanya untuk para murid, tetapi untuk kita semua.
Saudara-saudari terkasih,
    Gambaran seperti apakah Kerajaan Allah itu? Orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah mereka yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah mereka yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah mereka yang dicela dan dianiaya, dan difitnah, bersukacita dan bergembiralah, karena besarlah ganjaranmu di surga.
    Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa masuk dalam daftar orang-orang yang dikatakan berbahagia itu? Hari ini kita semua, anda dan saya ditantang untuk bisa digolongkan dalam daftar itu. Pada akhir bacaan Injil hari ini memberikan kita peluang dengan statement: “Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuahn, dan tekun melaksanakannya.” Allah mencintai kita bukan karena kita ini sempurna, tetapi karena kitapun bisa seperti Allah yang penuh belaskasih kepada sesama kita. Upah kita besar di surga. Amin.

Membagi-bagi berkat

Posted by admin on October 30, 2016
Posted in renungan 

Hari Senin dalam Pekan ke 31, Masa Biasa
31 Oktober, 2016

Filipi 2:1-4
Lukas 14:12-14
Saudara-saudariku terkasih
    Salam jumpa lagi! sudah lama saya tidak hadir di Lubuk Hati. Hari ini, Puji Tuhan kita kembali bertemu untuk saling membagi berkat Tuhan dalam dan melalui renungan di Lubuk Hati ini.
    Secara istimewa, hari ini kebanyakan orangtua, para kakek dan nenek disibukan oleh anak-anak dan cucu-cucunya merayakan Holloween. Anak-anak sudah sekian bulan, minggu dan hari mempersiapkan segala yang mereka akan kenakan pada hari ini. Biasanya pada hari ini anak-anak mengenakan pakaian dari orang-orang yang mereka banggakan, para pahlawannya, ataupun idolanya. Oleh karena itu sangat boleh jadi kesempatan ini bisa kita gunakan untuk memberikan pelajaran lewat cerita-cerita orang kudus, yang bisa menjadi contoh dalam kehidupan kristiani mereka. Hal ini sangat besar hubungannya dengan perayaan pada hari-hari berikutnya, yakni Hari Raya Orang-Orang Kudus serta satu hari setelah itu ada juga perayaan para arwah.
    Halloween dirayakan sebagai antisipasi perayaan orang-orang kudus. Karena kata Halloween, akar katanya: “All Hallows’ Eve”, atau “All Saints’ Eve. Karena ketika kita merayakan pesta para kudus di surga dan semua orang kudus yang kita rayakan pada hari-hari berikutnya, kita semua diingatkan juga bahwa dengan dan melalui perayaan ini kita semua dihantar ke suatu kehidupan yang baru melalui mystery kematian dan kebangkitan Kristus, dan kitapun menjadi kudus.
Saudara-saudariku terkasih,
    Santu Paulus meskipun sedang berada dalam penjara masih terus melaksanakan misi perutusannya lewat suratnya hari ini kepada jemaat di Filipi. St. Paulus mengingatkan “supaya bersatu dan merendahkan seperti Kristus,…hendaklah sehati, sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan…dan tidak hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
    Meskipun St. Paulus sedang dipenjarakan, tetapi dia mengukapkan kebahagiaannya. Sungguh tidak terbayangkan betapa St. Paulus menderita berada dalam penjara, hanya karena dia menjadi Kristen. Oleh karena itu pesan St. Paulus kepada jemaat di Filipi dan kepada kita semua supaya,…“karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini...maksudnya dengan apa yang telah diungkapkan diatas…“supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus.” Keadaan atau situasi di Filipi saat itu sungguh menjadi kebanggaan dan sukacitanya St. Paulus. Disini boleh kita ceritakan kepada anak-anak kita pada hari ini bahwa “kehidupan dan kepahlawanan St. Paulus” sungguh-sungguh dapat dijadikan contoh dan idola bagi anak-anak.
    Selain itu kepada kita semua, bacaan Injil hari inipun, Yesus mengajarkan tentang keramahtamahan kepada orang asing. “Bayar kembali, ataupun bayar jasa” sudah menjadi suatu tradisi dalam kehidupan kita. Tetapi kepada orang-orang Farisi, Yesus mengingatkan: “kalau mengadakan perjamuan makan siang atau malam, undanglah orang-orang cacat dan miskin, dan lain sebagainya…karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya.” Mengapa demikian? Statement Yesus ini mempunyai latar belakang akan kasih Allah yang tanpa pamrih kepada kita semua (unconditional love). Allah tidak pernah mengharapkan balasannya…God does not expect “payback.” Tetapi yang Allah kehendaki agar kita mengambil sikapdan contoh hidup Yesus, mendengarkan apa yang Yesus katakan dalam injil hari ini agar kita rela membagi-bagikan berkat yang kita terima dari Allah dengan orang lain disekitar kita. Oleh karena itu pada hari ini kita sangat mungkin boleh mempergunakan kata-kata Yesus diatas….“Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” Hal itu telah dilakukan Yesus sendiri, St. Paulus dan para kudus di surga. Selanjutnya kita semua dihimbau untuk melakukan hal yang sama. Amin.

When Jesus Sees Us…

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on October 29, 2016
Posted in renungan 

When Jesus Sees Us…
 
31st Sunday in the Ordinary Time
October 30, 2016
Luke 19:1-10
 
“Zacchaeus, come down quickly, for today I must stay at your house.” (Luk 19:5)
 
A true encounter with Jesus brings real and joyful transformation in Zacchaeus. In our Gospel today, we read that Zacchaeus had no intention to invite Jesus to stay at his house, let alone to reform his life. After performing a lot of miracles and down-to-earth preaching, Jesus was like a rock-star, and everyone, including Zacchaeus, was excited to see Jesus. Yet, he was rather short in stature and the taller guys prevented him to get a glimpse of Jesus. Zaccheus was persistent and he decided to climb the sycamore tree.
Yet, when Jesus saw him, He called his name and wanted to stay at his house. Zacchaeus was overwhelmed. He was deeply touched by that unexpected yet meaningful gesture and this brought transformation in Zacchaeus. One of the splendid signs of his conversion was that his generosity took the better side of him. From taking advantage of the poor, he returned back to them abundantly what he has taken. More importantly, he generously gave himself to Jesus as he welcomed Him at his house and life.
However, the transformation did not only take place in Zacchaeus. It also happened in Jesus. He was in his journey to Jerusalem, to face His final hours on earth. Jericho was a major town that was not far from Jerusalem, and thus, travelers and pilgrims to Jerusalem would make a short stop in Jericho. Looking closely at the text, we discover that the original intention of Jesus was to pass through Jericho. He did not plan to stay in Jericho, but when He saw Zacchaeus, He changed His itinerary. What made Jesus change his plan?
Being a tax collector, Zacchaeus was a public sinner. Being tax collector, he was exposed to malpractices and corruptions, and he was also considered a collaborator of the Roman Empire, the enemy of Jews. Not only an ordinary tax collector, he was the chief, and certainly all eyes in Jericho gazed upon him with disdain. His short stature might not only mean a biological limitation, but also symbolized his status in society. But, Jesus was able to see into the depth of Zacchaeus’ soul and find his true identity, the son of Abraham.  Despite sins and weaknesses, Jesus was able to see that beautiful image of God in Zacchaeus.
Jesus’ transformation even went beyond any expectation. He also wanted to dwell in Zaccheus’ place. In Jewish society and even in many other, a righteous Jew would avoid contact with sinners, fearing that he would become impure. But, Jesus defied the practice, and wanted to share the same meal from the same table under the same roof with Zacchaeus.  By entering his house and eating together with him, Jesus showed everyone that He had mercy, and wanted to be part of the life of Zacchaeus. Only when Jesus expressed His mercy and care to him, did Zacchaeus begun his own transformation.
Encounter with Jesus changes us, but this encounter with us changes Jesus first. Our God is not a passive God who sits at his throne waiting for people to come and worship Him. He takes the initiative and embraces us first in a way that we never expected. When He sees us, He discovers His image, that image that was in us ever since the creation of the world. Despite we being buried in sins and weaknesses, Jesus never loses sight of this beauty. And just like Bruno Mars, Jesus simply says, “You are so amazing, just the way you are.”  Now, it is up to us to either shun His invitation or welcome Him in our home and let His presence transform us.
 
Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Mengambil tempat yang paling rendah

Posted by admin on October 29, 2016
Posted in renungan 

Mengambil tempat yang paling rendah
Luk 14:1.7-11
Yesus dalam Injil hari ini mengajak kita untuk selalu memiliki sikap rendah hati dalam hidup.
Sikap rendah hati ini mengarahkan kita untuk selalu ingat bahwa hidup ini adalah pemberian cuma-cuma dari Allah sendiri. Karena itu Yesus memberi teladan untuk selalu mengambil “tempat yang paling rendah.”
Yesus tahu bahwa tempat yang paling rendah adalah tempat orang-orang miskin, terkucilkan, digusur, tidak dihormati, dianggap remeh, tak punya apa-apa.
Dikisqhkan bahwa Yesus diundang ke sebuah pesta pernikahan oleh salah satu orang terpandang di kota itu. Orang tersebut adalah seorang pemimpin, seorang farisi. Yesus menghargai undangan tersebut dengan pergi ke sana.
Barangkali banyak juga orang penting yang diundang. Orang-orang ini biasa diberi tempat terhormat dan dipuji. Akan tetapi harus diingat bahwa banyak juga orang-orang kecil yang banyak kali dilecehkan, dan tak jarang menjadi korban praktik ketidakadilan orang-orang penting dan terhormat ini.
Sikap rendah hati adalah spirit agar kita tidak jatuh dalam pemuliaan diri yang palsu. Sikap rendah hati adalah awasan agar Allah selalu menjadi nomor satu dalam hidup, doa dan kerja. Agar Allah diberi tempat pertama dan utama, terutama dalam diri kaum kecil dan sederhana. Allah yang kita yakini dan ikuti adalah Allah, saudara yang berjalan bersama orang kecil, miskin dan tak diperhatikan: mata dan hati-Nya selalu tertuju pada orang-orang kecil ini.
Hendaknya kita dijiwai selalu oleh mata dan hati yang rendah hati, selalu terasah untuk memperhatikan saudara-saudara kita yang miskin dan paling membutuhkan pertolongan.

Mengenal Santo Simon dan Yudas, Rasul

Posted by admin on October 28, 2016
Posted in renungan 

Mengenal Santo Simon dan Yudas, Rasul
Luk 6:12-16
Santo Simon (yang dimaksudkan: orang Zelot) adalah saudara Yudas (= Yudas Tadeus) dan Yakobus anak Alfeus (James the Lesser). Ia dipilih oleh Yesus sebagai salah satu dari keduabelas rasul. Namanya selalu muncul dalam deretan para rasul dari keempat Injil. Ia dikenal sebagai Simon orang Zealot barangkali karena semangat dan observasinya yang tinggi terhadap hukum Taurat. Juga agar bisa dibedakan dari Simon Petrus. Di antara kaum Yahudi orang-orang Zelot adalah satu kelompok nasionalis yang menerima Yahweh sebagai satu-satunya Raja. Mereka menolak membayar pajak kepada bangsa penjajah Romawi dan karena itu bertekat untuk melawan setiap kekuasaan asing. Beberapa Bapa Gereja yakin bahwa Yesus merubah air menjadi anggur saat pesta perkawinan Simon orang Zealot di Cana di Galilea. Sebagai seorang pengikut Yesus ia diutus untuk mewartakan Injil di Mesir, Ethiopia dan Persia, dan bersama saudaranya Judas mereka mati sebagai martir.
Yudas atau Yudas Tadeus adalah saudara Yakobus anak Alfeus  dan Simon orang Zelot. Ketiganya barangkali sepupu-sepupu Yesus menurut garis keturunan Maria. Judas adalah murid yang bertanya kepada Yesus pada Malam Perjamuan Akhir tentang kenapa Yesus tidak memanifestasikan diri-Nya kepada dunia seperti kepada para murid-Nya. Yudas menulis sebuah Surat kepada Gereja-Gereja di Timur dan mewartakan Injil di Yudea, Samaria, Idumea, Siria, Mesopotamia dan Libya. Dia mati sebagai martir dengan cara dilempar dengan batu. Dia dihormati sebagai santu pelindung bagi kasus-kasus yang secara manusiawi tidak mungkin dihadapi sebagaimana dalam Suratnya ia menekankan pentingnya kesabaran dalam menghadapi kondisi-kondisi sulit dan lalim dalam hidup; ia juga memiliki relasi kekeluargaan dengan Yesus; dan karena berbagi nama “Yudas” dengan Yudas Iskariot seringkali ia dilupakan. Menurut beberapa legenda dari abad pertama Mesopotamia ia melakukan beberapa mukjizat  untuk melawan beberapa tukang sihir dan suanggi dan berhasil menyembuhkan seorang raja setempat.
Pesan yang dapat dipetik yakni kita mengambil bagian dalam misi para rasul yang dipilih oleh Yesus sendiri. Sebagaimana para rasul kita pun dipanggil untuk menjadi pewarta Sabda keselamatan Tuhan, bersaksi tentang kasih dan kerahiman Kristus dalam hidup dan karya kita sehari-hari. (Sumber: Fr. Tony Kadavil)
Translate »