Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Berjalan di jalan Allah berarti mengasihi Allah dan sesama

Posted by admin on September 30, 2021
Posted in renungan 

Jumat, 1 Oktober, 2021

Baruch 1:15-22

Lukas 10:13-16

Saudara-saudariku terkasih

    Bacaan-bacaan hari ini menggarisbawahi perjuangan hidup kita memenuhi janji Allah. Kegagalan, pertobatan dan pengakuan atas segala kesalahan dan dosa yang kita lakukan, bukan tidak mungkin akan terulang lagi karena kelemahan dan keterbatasan kita sebagai manusia. Apabila kita tidak sungguh-sungguh melakukan pertobatan, maka penolakan dapat terjadi seperti kecaman yang Yesus lakukan terhadap beberapa kota dari bacaan Injil hari ini. Bencana dan malapetaka akan dapat terjadi kalau kita tidak dengan sungguh-sungguh bertobat, kalau kita terus menerus menjauhi Tuhan. Namun Yesus masih memberi kita harapan kalau kita konsekwen dengan sikap kita mengikuti dan mendengarkan Yesus betapapun berat tantangan dunia yang kita hadapi bersamaan dengan kelemahan keterbatasan kita. Yesus mengatakan pada akhir perikope ini: “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.”

    Dengan demikian, sebagai pengikut Yesus kiranya kita perlu belajar dari kisah hidup Santa Therese dari Lisieux. Dalam kehidupan yang amat sangat singkat, suster Therese sudah belajar mengikuti jalan yang mudah untuk selalu tinggal dekat kepada Yesus. Ia menerima setiap tantangan yang menghalangi perjalanan hidupnya untuk selalu dekat dan mengikuti jalan Allah. Ia membuktikannya itu tanpa harus menjadi misionaris, martyr, atau menjadi seorang theolog besar untuk menyenangkan Allah.

    Tetapi Santa Therese memberi kita contoh untuk menempuh “jalan kecil/mudah” yang dapat kita pelajari. Santa Therese menghadapi pelbagai macam tantangan. Anda dan saya sudah sangat pasti pernah mengalami tantangan baik besar atau kecil dalam setiap kegiatan dan kerja kita. Yang perlu kita lakukukan yakni kita harus punya niat dan motivasi untuk bisa menunjukkan kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Apabila kita dengan tekun dan setia melakukan kehendakNya, bukan tidak mungkin kita akan selalu memperoleh kekuatan dari Tuhan untuk mampu mengatasi setiap persoalan dan tantangan yang kita hadapi setiap hari.

Oleh karena itu saudara-saudariku terkasih, 

    Hari ini bagi anda yang akan mengikuti perayaan Ekaristi, gunakan kesempatan itu memohon rahmat dan terang Roh Kudus untuk mulai mempraktekan jalan-jalan kecil atau mudah menuju kesucian agar tantangan-tantangan baik besar maupun kecil akan dapat teratasi sebagai bukti kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Dengan pertolongan rahmat Allah pelajaran yang kita peroleh dari Santa Therese, dari hari kehari akan membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Amin.

Nehemia 8:1-4a, 5-6, 7b-12

Luke 10:1-12

Saudara-saudari terkasih,

    Nehemia dalam bacaan pertama hari ini berkata: “Hari ini adalah kudus bagi Tuhan Allahmu, Jangan kamu berdukacita dan menangis”, karena semua orang itu menangis ketika mendengar kalimat-kalimat Taurat. Sementara orang yang mendengar kutipan diatas bisa saja memberi reaksi yang sangat negatip dengan mengatakan: “enak aja! kalau orang merasa sedih, tertekan, kehilangan dan lain sebagainya, pasti akan sangat bersedih dan mengangis!” Apalagi dalam masa Pandemic ini dunia merasa sangat depressed, sedih dan berduka atas kehilangan orang -orang yang dikasihi, kantongpun sakit karena tidak ada masukan untuk meneruskan dan atau untuk membiayai hidup keluarga dan lain sebagainya. Sudah hampir dua tahun seluruh dunia hidup dalam ketidakpastian, kapan pandemic ini akan berakhir? Tetapi dipihak lain sebagai orang beriman kita percaya bahwa Tuhan tidak pernah akan meninggalkan kita, atau akan membiarkan ketidakpastian ini terus berlanjut. Berkat pengetahuan, teknologi, ketrampilan para scientist, dokter dan perawat serta vaccines yang telah ditemukan, kita perlu bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan untuk segala kemampuan dan pengetahuan mereka yang telah Tuhan anugerahkan kepada mereka untuk mengatasi persoalan dunia ini. 

    Lalu apa yang dimaksudkan dengan pernyataan “bersukacita dan bergembira?” Sukacita dan kegembiraan dapat kita pelajari dari anak-anak yang secara perlahan-lahan tertegun memperhatikan semut-semut di pinggir jalan, pertumbuhan rumput, memperhatikan batu-batuan dan apa saja yang mereka lihat. Rasa kagum dan sukacita dari anak-anak kecil itu mengingatkan kita akan kegembiraan atau sukacita serta rasa penasaran akan apa yang akan terjadi, akan apa yang akan diperoleh dalam kehidupan kita masing-masing. Apa yang akan terjadi, tak seorangpun tahu. 

    Hal itu akan menjadi lebih mudah apabila kita memiliki pekerjaan yang stabil, kesehatan yang baik, rumah yang layak, pasangan yang tepat dan cocok dan kehidupan sosial yang sempurna dan membahagiakan. Kita semua menyadari bahwa untuk menemukan keadaan itu samasekali tidak mudah diperoleh. Karena itu kita akan bisa saja menjadi gelisah, putus asa, takut kalau hal-hal yang telah kita ungkapkan diatas tidak kita jumpai, tidak kita peroleh. Hal itu akan menjadi satu tantangan yang sangat berat dalam kehidupan ini.

    Namun, hari ini Yesus lewat para muridNya mengingatkan kita juga bahwa tantangan-tantangan dalam kehidupan ini akan selalu kita hadapi dan tak dapat kita hindari. Yesus menegaskan bahwa kita tidak pernah akan berjalan sendirian, tetapi seperti para rasul mereka diutus berdua-dua – dan mereka akan selalu hidup dalam dan bersama komunitas umat Allah. Mereka diberi tanggungjawab atas apa yang mereka miliki, bergantung kepada apa yang disediahkan oleh Tuhan dan menerima keramahtamahan dari komunitas dimana mereka akan tinggal. Disana para murid akan mewartakan kabar gembira bahwa kerajaan Allah sudah dekat. 

    Oleh karena itu, undangan Tuhan untuk bergembira samasekali tidak merupakan isapan jempol, tetapi lebih merupakan suatu undangan untuk memiliki sikap seperti anak kecil yang selalu menunjukkan kepekaan, kekaguman dan penasaran akan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini. Selalu bergembira dan bersukacita dalam menghadapi setiap tantangan, pergolakan dalam kehidupan ini. Kita akan senantiasa berjalan bersama Tuhan dan dengan Tuhan, sejauh kita masih selalu menaruh kepercayaan kepada apa yang telah dijanjikan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan pada waktunya akan mencapai kepenuhannya. Amin.

Santu Mikhael, Rafael dan Gabriel Malaikat Agung

Posted by admin on September 28, 2021
Posted in renungan 

Wahyu 12:7-12a

Yohanes 1:47-51

Kemuliaan Allah kekal selama-lamanya

Saudara-saudari terkasih,

    Renungan hari yang istimewa, merayakan pesta ketiga malaikat agung: Mikhael, Rafael dan Gabriel. Meskipun para malaikat yang kita ketahui memiliki perananan yang berbeda-beda sesuai dengan devosi kita, namun yang paling utama secara teologis kita tahu bahwa para malaikat itu terus menerus dan tak henti-hentinya memuji dan memuliakan Allah dan membantu para mahluk Allah untuk bersama-sama melakukan hal yang sama demikian kata St. Thomas Aquinas. Mereka melayani umat Allah: memberi pertolongan, mendukung, dan melindungi. Para malaikat itu menyampaikan kabar baik, membantu dan menguatkan iman kita secara rohani dalam menghadapi setiap pencobaan serta mendorong kita untuk memuji dan memuliakan Allah. 

    Di dalam kitab wahyu dari bacaan hari ini para malaikat agung itu telah memenuhi apa yang harus mereka lakukan. St. Mikhael bersama para malaikat menaklukan setan bersama setan-setan lainnya. Selanjutnya dalam injil Yohanes, Yesus berbicara tentang Natanael “seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya,” dan kepada Natanael Yesuspun meyakinkan dengan pernyataan ini: “Aku  berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia,” Lalu Natanael menjawab panggilannya untuk menjadi murid Yesus. Suatu perkenalan yang luarbiasa yang dialami Natanael.

Saudara-saudariku terkasih,

    Seperti Natanael, Yesuspun sudah sangat pasti pernah memanggil kita untuk mengikuti Dia. Pada kesempatan ini, berangkat dari pengalaman Natanael kita semua diajak untuk  merenungkan pengalaman rohani kita masing-masing selama kita mengikuti Yesus. Minggu lalu saya mengikuti Convocation untuk para imam sekeuskupan San Diego selama empat hari. Convocation tahun ini dilakukan di Lawrence-Welk 45 menit jaraknya dari paroki dimana saya tinggal. Pembicara tunggal selama empat hari itu adalah Rev. Garret Galvin OFM, Profesor dari Franciscan School of Theology dan The University of San Diego. Thema convocation tahun ini adalah “The Priesthood The Journey to Holiness.” We participate vicariously in Jesus’s true priesthood, we heard stories of journey in different parables in the Lucan and Psalms. Suatu pengalaman yang luarbiasa. Saya sangat terkesan dan sekaligus menjadi bahan permenungan saya ketika beliau menjelaskan pengalaman rohani menjadi murid Yesus berangkat dari Mazmur 8 ayat 5b yang menjadi motto tahbisan saya: “Tuhan siapa saya sehingga Engkau memperhatikan?”… “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? 

    Ada sekian banyak pengalaman yang telah saya alami selama mengikuti Yesus, segala suka-duka, jatuh bangun, tantangan demi tantangan selama menjawab tugas panggilan saya. Mazmur ini telah menjadi bahan permenungan saya selama empat hari itu. Saya sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan untuk boleh mengalami kebesaran, kemuliaan, kemahakuasaan dan Kasih SetiaNya kepada saya selama saya menjalani tugas imamat saya. 

    Oleh karena itu saudara-saudariku terkasih, pesta ketiga malaikat agung hari ini, saya mengajak anda untuk terus menerus memuji dan memuliakan Allah yang begitu setia menyertai kita dalam perjalanan hidup ini. Saya senang sekali dengan kutipan berikut: “In the sight of the angels, I will sing your praises, Lord. Because of your kindness and your truth; for you have made great above all things your name and your promise. When I called, You answered me; You built up strength within me.” Amen.

MENJADI YANG TERKECIL

Posted by admin on September 27, 2021
Posted in renungan 

Senin, 27 September 2021

Lukas 9: 46-50

            Yesus heran dengan apa yang diperbincangkan para murid-Nya. Mengapa Dia heran? Karena selama bersama dengan para murid-Nya, Dia telah menunjukkan cara hidup yang jelas yaitu menekankan pelayanan kasih, kepedulian, dan kerendahan hati. “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan baigi banyak orang.”(Mat 20:28). Akan tetapi,  mengapa justru mereka berdebat soal siapakah yang terbesar diantara mereka? Jadi tidak “nyambung”. “Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka.”(Luk 9:46).

            Bagaimana bisa terjadi bahwa para murid melihat tetapi tidak menangkap? Mereka diajak oleh Yesus untuk melayani yang sakit, papa, dan menderita, namun hati mereka ditempat yang berbeda. Tampak ada sesuatu yang hilang sehingga proses menyerapan dan mengendapan Sabda Tuhan dan peristiwa yang dilihat dan dialami tidak menyentuh hati mereka. “Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menangkap.”(Mat 13:14).

            Sesuatu yang hilang yang manjadikan proses internalisasi tidak terjadi adalah hati yang penuh perhatian.  Mengapa tidak ada hati yang perhatian pada Sabda Allah dan belas kasihan-Nya? Karena hati mereka tidak ada di sana, tetapi ada di tempat yang bebeda, yaitu di dalam diri mereka sendiri dengan segala keinginannya. “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”(Luk 12:34). Yesus sabar terus mendampingi para murid-Nya sampai akhirnya mereka mengerti, walaupun melalui proses yang panjang. Dan proses itu terjadi karena pertolongan Roh Kudus yang membimbing mereka. “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran. Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.”(Yoh 16:13).

            Oleh karena itu, jika seseorang ingin menyatu dengan Yesus Kristus yang diimaninya, maka tidak ada jalan lain selain mengosongkan dirinya dan membiarkan Tuhan Yesus bersemayam di dalam hatinya. Sikap demikianlah yang diangkat oleh Yesus Kristus ketika menghadirkan anak kecil ditengah-tengah mereka. Yesus mengajak para murid-Nya belajar rendah hati supaya mereka bisa mengosongkan dirinya dalam siap menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus. “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”(Luk 9:48).

Serawai, Rm. Didik, CM

Hell is Real [So also Heaven]

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on September 25, 2021
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

26th Sunday in Ordinary Time [B]
September 26, 2021
Mark 9:38-43, 45, 47-48

For Jesus, hell is real. Jesus talks about hell with no hold barred. Jesus is unrestrained to tell what He hates deeply: hell and what causes people to go there. Like His contemporary, Jesus calls this awful reality ‘Gehenna.’ The word Gehenna itself comes from the Hebrew language that means ‘the valley of Hinnom’. What’s impressive, it was a real place located south of Jerusalem. People of Jerusalem and environs would dump their garbage and waste there and burn them. The fire was unquenched, the odor was unbearable, poisonous smoke filled the place, and things were decaying. What was more ominous was the same place had been a place of idolatrous worships and child sacrifices in the Old Testament’s time [2 Kgs 23:10]. Because of these, the prophets cursed the site and gradually became the epitome of a damned place.

Jesus used two powerful symbolism to explain what took place there: “their worm does not die, and the fire is not quenched.” Some thought these two things were happening in hell, but the Church recognizes that these imageries speak deeper. Worms are animals that are mainly responsible for the body’s decomposition. Inside the tomb, the worms feast on the dead body. Fire surely can be excellent and beneficial, but fire can also be the source of destruction and pain. If in Gehenna, these worms do not die and fire does not cease, this symbolizes perpetual corruption and misery.

Jesus loathed hell because it was diametrically opposed to God and His plan. If heaven is the union with God, then hell is the separation with God. If there is one thing that cuts our relationship with God is sin. Thus, no wonder that Jesus was furious with those who cause others to sin and our tendencies to evil. Jesus precisely came to the world to save us from hell, but if we deliberately sin against God, then we render His crucifixion and death useless.

Jesus uses the metaphor of amputation to save our souls from sin. Jesus teaches us that sins are like gangrenous wounds that will gradually spread throughout the body and destroy it entirely. It may start with small things, but it slowly grows big. A drastic measure has to be taken to save a life. We need to cut it before it goes wild and uncurable. What makes this sin even heinous is not only gangrenous but also highly contagious. Innocent yet spiritually weak may quickly get infected. No wonder Jesus is even more indignant with people who spread these spiritual diseases.

We need to cut it with true repentance and humble recognition that we are sinners. We escape hell by saying no to ourselves daily and saying yes to God. We return to grace by asking God’s mercy and His forgiveness in sacramental confession. We heal our wounds through a life of humble prayers. We start our journey to heaven by carrying our crosses daily and by loving deeply and truly.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Translate »