Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Santo Yustinus

Posted by admin on May 31, 2021
Posted in renungan 

Selasa, 1 Juni 2021
Hari Raya Santo Yustinus Martir

Tobit 2:9-14
Mazmur 112
Markus 12:13-17

diterjemahkan oleh penulis dari https://www.franciscanmedia.org/saint-of-the-day/saint-justin-martyr

Santo Yustinus tidak pernah berhenti mencari kebenaran iman meskipun ia sudah dibaptis menjadi seorang Kristen setelah bertahun-tahun mempelajari filsafat-filsafat Yunani dan Romawi.

Di masa mudanya, ia sangat tertarik dengan filsafat Plato dari Yunani. Tetapi dia kemudian menemukan bahwa ajaran agama Kristen dapat memberikan jawaban yang lebih baik terhadap hal-hal tentang kehidupan.

Ketika ia menjadi Kristen, dia tetap menggunakan pengetahuannya yang luas tentang filsafat, dan menjadi filsuf Kristiani pertama. Dia berhasil memadukan ajaran kristen dengan pikiran-pikiran terbaik dari filsafat Yunani. Menurut Yustinus, filsafat adalah seperti pedagog, seorang guru yang dapat membawa orang lain kepada Kristus.

Yustinus dikenal sebagai seorang apologet, atau orang yang dengan tulisan-tulisannya membela agama Kristen terhadap serangan dan kesalahpahaman dari orang-orang non-Kristen. Dua tulisan apologetiknya, yang satu ditujukan kepada Kaisar Romawi dan yang lain kepada para senator di Roma, masih dapat kita baca hari ini. (Apologi Pertama, Apologi Kedua)

Karena kesetiaanya terhadap agama Kristen, Yustinus dihukum mati dengan dipenggal kepalanya di Roma di tahun 165.

Refleksi: Sebagai santo pelindung para filsuf, Yustinus mendorong kita untuk menggunakan daya alami kita, terutama daya untuk belajar dan mengerti, untuk melayani Kristus dan membangun hidup secara Kristiani. Karena kita tidak lepas dari kesalahan, terutama di hal-hal besar seperti kehidupan dan eksistensialitas, kita juga harus berani membetulkan pikiran kita dengan dibantu ajaran-ajaran iman. Dengan demikian, dapatlah kita berkata bersama dengan para santo-santa Gereja: Aku percaya supaya aku dapat mengerti, dan aku mau memahami supaya aku dapat percaya.

Bersama Menempuh Kesulitan

Posted by admin on May 30, 2021
Posted in renungan 

Senin, 31 Mei 2021
Hari Raya Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet

Zefanya 3:14-18
Yesaya 12:2-6
Lukas 1:39-56

Damas de Blanco (Hvd69, CC BY-SA 3.0 https://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0, via Wikimedia Commons)

Tahun 2003, ketika pemerintah Kuba memenjarakan 75 orang sebagai tahanan politik, para ibu dan saudara mereka melakukan protes. Setelah misa hari Minggu, mereka berjalan kaki menuju ke sebuah taman di Havana untuk berdemonstrasi. Mereka memakai baju putih sebagai lambang perdamaian, dan juga mencontoh para ibu di Argentina yang melakukan protes menuntut kembalinya anak-anak mereka yang hilang dalam konflik politik di tahun 70-an. Dalam semua gerakan ini, mereka menunjukkan besarnya nilai saling mendukung dalam situasi yang sulit.

Dalam cerita Injil hari ini, kita menemui dua perempuan yang masing-masing mengalami kesulitan yang unik.

Elisabet tiba-tiba mengandung di hari tuanya, setelah sekian lama merasa rendah diri karena tidak bisa memberikan anak pada suaminya. Dapat kita bayangkan bagaimana kompleksnya bagi seorang wanita berumur yang mengalami kehamilan dan semua efek sampingnya.

Maria, seorang yang belum pernah berhubungan tubuh dengan tunangannya tiba-tiba mengandung ketika seorang malaikat memberinya kabar bahwa dia akan mengandung anak Yang Mahatinggi. Dapat kita bayangkan bagaimana cemasnya seorang yang perempuan yang masih remaja menghadapi semua ini.

Injil tidak menceritakan apa saja yang dilakukan Elisabet dan Maria selama tiga bulan tinggal bersama. Tetapi dapat kita bayangkan bagaimana mereka saling membantu dan menghibur sehingga kesulitan yang mereka hadapi dapat dilalui dengan lebih mudah. Seperti para Damas de Blanco di Kuba, Elisabet dan Maria dapat mengatasi kesusahan secara bersama-sama.

Siapakah orang-orang dalam hidup anda yang bisa anda andalkan untuk berjalan bersama di dalam situasi yang sulit? Berterimakasihlah pada Tuhan karena telah mengirimkan mereka ke dalam hidup anda.

The Mystery

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on May 29, 2021
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

Trinity Sunday [B]

May 30, 2021

Matthew 28:16-20

The mystery of the Holy Trinity is at the heart of our Christian faith. The Church duly recognizes that this is the mystery of all mysteries and the mystery of God in Himself: One God in three divine persons. While acknowledging that it is fundamentally impossible to explain the Trinity in this short writing, this simple reflection may help us appreciate the beauty of this sacred mystery.

Firstly, we need to recognize that this is the mystery. The Trinitarian mystery is not like mystery movies where the audience is kept in suspense and guessing until the film’s end. The Trinitarian mystery is not mysterious, as if there are many secrets and an atmosphere of strangeness. Far from being mysterious, the Trinity has been preached and proclaimed publicly since the birth of the Church. The mystery of the Trinity is like the mystery of love. The mystery is very real, and yet we do not have the intellectual capacity to grasp it fully. Often, we do not understand why this pretty woman falls in love with this not so handsome guy, yet the love between the two is undeniable. The same with the mystery of the Trinity, we do not fully comprehend it, but it is fundamental in our faith and life.

Secondly, we need to see that we are invited to be part of that mystery of Trinity. This is what amazing about the true mystery. We may not fully understand it, but we are drawn to the mystery, and if we open our hearts, we will share in that mystery. Again, like the mystery of love, we often will not reach a solid logical analysis of the reasons behind a sacrificial mother’s love for her children. Still, we know that is true, and we are called to participate in that kind of radical love. It is the same as the mystery of the Trinity. St. Peter, our first pope, has declared that by the help of grace, we are to share God’s divine nature, the life of the Trinity [2 Pet 1:4]. St. Peter knew well the meaning of this mystery. Heaven is becoming part of this love that unites the Father, the Son, and the Holy Spirit.

Thirdly, we need to do our parts to enter that mystery. Being part of the mystery is exceptionally precious because we cannot earn it no matter what we do. It is freely given. Like love, it is entirely free but never cheap. We cannot force someone in return, yet when we receive the love, we need to do our part to grow into that love. Love is an utter gift to the other. It is the same with the mystery of the Trinity. God freely offers His friendship, but we need to do our parts to live and grow in this mystery.

We begin our lives in the Trinity when we were baptized in the name of the Father, the Son, and the Holy Spirit, but do we live and grow in this mystery? When we make the sign of the cross, do we mean to become the sign of the Holy Trinity in our lives? We are blessed in the name of the Father, and Son, and the Holy Spirit, but do we genuinely turn to be a Trinitarian blessing for others?

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Sebuah Misteri

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on May 29, 2021
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

Trinity Sunday [B]

30 Mei 2021

Matius 28: 16-20

Misteri Tritunggal Mahakudus adalah inti dari iman Kristiani kita. Gereja sendiri mengakui bahwa inilah dasar dari semua misteri iman, sebuah misteri Tuhan di dalam diri-Nya sendiri, yakni: Satu Tuhan dalam tiga pribadi ilahi. Meskipun menyadari bahwa pada dasarnya saya tidak mungkin untuk menjelaskan Tritunggal dalam tulisan pendek ini, dengan refleksi sederhana ini, saya berharap dapat membantu kita semua menghargai keindahan misteri paling sakral ini.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa arti dari kata misteri. Misteri Tritunggal tidak seperti film misteri yang penontonnya dibuat penasaran dan menebak-nebak hingga akhir film. Misteri Tritunggal tidaklah misterius seolah-olah terdapat banyak rahasia dan keanehan. Jauh dari kata misterius, Tritunggal telah diwartakan dan dijelaskan secara terbuka sejak lahirnya Gereja. Misteri Tritunggal seperti misteri kasih. Misteri kasih itu sangat nyata, namun kita tidak memiliki kapasitas intelektual untuk mengerti secara sepenuh. Seringkali, kita tidak mengerti mengapa seorang wanita cantik ini jatuh cinta pada pria yang tidak begitu tampan, namun cinta di antara keduanya tidak dapat disangkal. Sama halnya dengan misteri Tritunggal, kita tidak sepenuhnya memahaminya, tetapi itu nyata dalam iman dan hidup kita.

Kedua, kita perlu melihat bahwa kita diundang untuk menjadi bagian dari misteri Trinitas ini. Inilah yang menakjubkan tentang arti misteri yang sebenarnya. Kita mungkin tidak sepenuhnya memahaminya, tetapi kita diundang menjadi bagian dari misteri itu. Jika kita membuka hati kita, kita akan sungguh berbagi dalam misteri itu. Sekali lagi, seperti misteri kasih, seringkali, kita tidak akan mencapai analisis logis yang memuaskan tentang alasan di balik kasih seorang ibu yang berkorban untuk anak-anaknya, tetapi kita tahu itu benar dan kita dipanggil untuk berpartisipasi dalam kasih radikal semacam itu. Santo Petrus, paus pertama kita, telah menyatakan bahwa dengan bantuan rahmat-Nya, kita harus berbagi kodrat ilahi, kehidupan Tritunggal Mahakudus [lih. 2 Pet 1:4]. Inilah artian surga yang sesungguhnya, yakni menjadi bagian dari kasih yang mempersatukan Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Ketiga, kita perlu melakukan usaha kita untuk tumbuh di dalam misteri itu. Menjadi bagian dari misteri adalah rahmat karena apa pun yang kita lakukan, kita tidak bisa mendapatkannya. Itu diberikan secara cuma-cuma. Sama seperti kasih, mengasihi dan dikasihi sepenuhnya cuma-cuma, tetapi bukan berarti murahan. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mencintai kita, namun ketika kita menerima kasih, kita perlu melakukan bagian kita untuk tumbuh di dalam kasih itu. Jika tidak, kasih itu akan diambil dari kita, dan mungkin tidak pernah akan kembali. Sama halnya dengan misteri Tritunggal. Tuhan dengan bebas menawarkan persahabatan-Nya, tetapi kita perlu melakukan bagian kita untuk hidup dan bertumbuh dalam misteri ini.

Kita memulai hidup kita dalam Tritunggal ketika kita dibaptis dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus, tetapi apakah kita hidup dan bertumbuh juga dalam misteri ini? Ketika kita membuat tanda salib, apakah kita sungguh ingin menjadi tanda Tritunggal Mahakudus dalam dunia? Setiap kali kita diberkati oleh imam, Kita diberkati dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus, tetapi apakah kita benar-benar berubah menjadi berkat Tritunggal bagi orang lain?

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

MENDENGARKAN DENGAN HATI

Posted by admin on May 29, 2021
Posted in renungan 

Sabtu, 29 Mei 2021

Markus 11: 27-33

                Yesus mengajak kepada para murid-Nya untuk tidak ragu, namun sungguh percaya kepada-Nya, sebagai Putera Allah yang diutus untuk penyelamat manusia. “…Supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”(Yoh 3:15). Semua itu bukan untuk kepentingan Yesus, namun untuk kebaikan, kedamaian dan keselamatan umat manusia. Allah itu sempurna, oleh karena itu Dia tidak kekurangan apa-apa, namun berbeda dengan manusia, mereka membutuhkan penopang dan pertolongan dari Allah untuk melewati hari-hari hidupnya dan akhirnya menerima keselamatan bagi  jiwanya. Setiap orang yang lahir di dunia pada akhirnya ia akan meninggalkan dunia dan beralih ke dalam hidup abadi. Setiap orang perlu memiliki harapan bahwa keselamatan jiwanya terjamin. Dan Yesus Kristus memberikan jaminan tersebut bagi mereka yang percaya. “Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”(Yoh 14:1).

                Keraguan seperti kabut yang menjadi sesuatu penghalang untuk bisa melihat dan merasakan kasih dan kebaikan Tuhan lewat peristiwa-peristiwa hidup. Dengan kondisi seperti itu, seseorang tidak akan bisa melihat dengan jelas karya cinta kasih Allah yang sedang terjadi. Oleh karena itu, keraguan perlu dilepasakan dari hati dan pikiran seseorang agar kasih karunia Tuhan Yesus bersemayam di dalam dirinya. Tantangan untuk melepaskan keraguan iman adalah pikiran diri sendiri. Jika seseorang hanya mendengarkan diri sendiri, maka suara Tuhan tidak bisa bisa ia dengarkan.  Sikap yang dibutuhkan agar suara Tuhan menjadi jelas dan dimengerti adalah sikap “siap mendengarkan” . Seseorang bisa mendengarkan jika ia melepaskan pemikirannya sendiri. Sikap inilah yang dimiliki oleh Samuel, ketika TUHAN memanggilnya. “Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: “Samuel! Samuel!” dan Samuel menjawab: “Berbicalah, sebab hamba-Mu ini mendengar.”(1 Sam 3:10).

                Peristiwa dimana imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua Yahudi  bertanya kepada Yesus. “ Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?” (Mrk 11:28). Hal tersebut mengungkapkan bahwa mereka ragu dan bahkan tidak percaya bahwa Yesus adalah Putera Allah, yang mendapat kuasa dari Bapa-Nya sendiri.  Sementara itu orang Yahudi, Farisi dan Ahli Taurat sebelum bertanya sudah memiliki jawaban dari pikirannya sendiri, bahwa Yesus bukan datang dari Allah. Yesus tidak perlu menjawab apa yang mereka tanyakan sebab mereka tidak percaya dan hanya ingin mencobai saja. “lalu mereka menjawab Yesus; “Kami tidak tahu.“ Maka kata Yesus kepada mereka: “Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.”(Mrk 11: 33). Akhirnya, siapakah yang siap untuk menerima Yesus? Yaitu mereka yang mau benar-benar mendengarkan dengan hati dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.

                                                                                                                         Serawai, Rm. A. Didik Setiyawan, CM

Translate »