Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Sabtu, 30 September 2017
Peringatan Wajib St. Hieronimus
[Za. 2:1-5,10-11a; MT Yer. 31:10,11-12ab,13; Luk. 9:43b-45]

 

AMBIL BAGIAN DALAM SALIB DAN PENDERITAAN KRISTUS LEWAT PERGULATAN HIDUP SEHARI-HARI

 

Minggu kemarin, dalam rangka ulang tahun salah satu paroki di Yogyakarta, maka diadakan lomba futsal yang diikuti oleh paroki-paroki se-Yogyakarta. Kami, dari seminari pun ambil bagian dalam lomba tersebut, bahkan mengirimkan dua tim. Pada akhirnya, dua tim yang dikirimkan ini, tidak ada yang menjadi juara, namun mereka telah berusaha dengan keras dan maksimal. Saya sendiri berkeyakinan bahwa tim yang menjadi juara pun melakukan kerja keras untuk mendapatkan juara. Bukan cuma soal futsal, atau olahraga lainnya; hidup kita ini pun penuh dengan perjuangan untuk mendapatkan sesuatu yang baik. Kalau kita memiliki cita-cita yang tinggi, maka semua bisa tercapai kalau ada usaha dan perjuangan. Karena kalau tidak demikian, segala cita-cita hanya sekedar angan dan sesuatu yang sia-sia belaka. Orang yang mengadakan sebuah perjalanan pun, rela menghabiskan waktu untuk berjalan, demi sebuah tujuan yang hendak dicapai. Demikian seharusnya kehidupan kita.

 

Hari ini kita mendengar tentang nubut penderitaan Yesus, dan para murid tidak memahami perkataan Yesus. Jalan keselamatan melalui penderitaan, adalah sesuatu yang sulit dipahami oleh para murid. Orang biasanya berpikir bahwa keselamatan adalah sesuatu yang enak dan tidak menggembirakan, namun tidak pernah membayangkan bahwa keselamatan harus dicapai dengan salib dan penderitaan. Tetapi, memang inilah cara yang dipilih oleh Allah. Salib dan penderitaan, memang adalah sesuatu yang dipandang dalam hidup manusia, tetapi karena penyelenggaraan Allah, salib dan penderitaan juga digunakan untuk menyatakan kemuliaan Allah. Salib dan penderitaan mendapatkan makna yang positif. Salib dan penderitaan yang tidak dipahami oleh para murid, dapat diartikan sebagai bentuk pengurbanan dan belarasa Allah untuk manusia yang dilakukan dengan penuh kasih. Maka, semoga kita juga tidak takut memanggul segala susah dan penderitaan hidup ini, karena selalu ada hal baik dan penuh makna, yang akan kita dapat, dalam setiap salib dan penderitaan yang kita panggul. Setidaknya, kita ini turut ambil bagian dalam salib dan penderitaan Kristus sendiri.

 

Selamat pagi, selamat mengambil bagian dalam salib dan penderitaan Kristus. GBU.

MENELADAN MALAIKAT AGUNG MENGERJAKAN KARYA KESELAMATAN ALLAH

Posted by admin on September 28, 2017
Posted in renungan 

Jumat, 29 September 2017

Pesta St. Mikael, Gabriel, dan Rafael Malaikat Agung

[Dan. 7:9-10,13-14 atau Why. 12:7-12a; Mzm. 138:1-2a,2bc-3,4-5; Yoh. 1:47-51]

 

MENELADAN MALAIKAT AGUNG MENGERJAKAN KARYA KESELAMATAN ALLAH

 

Saya pernah membayangkan bahwa malaikat itu adalah sosok seperti anak kecil, dengan kulit putih bersih, berambut ikal kemerah-merahan, dengan pakaian serba berwarna putih dan tentu saja, dari dirinya memancarkan sinar yang menyilaukan. Dan, tampaknya penggambaran itu tidak lepas dari cara-cara orang selama ini dalam menggambarkan bentuk dan rupa malaikat. Pernah suatu kali, ketika saya memiliki pengalaman menarik dengan anak-anak kecil, pun saya tetap menyimpulkan bahwa perjumpaan yang saya alami adalah perjumpaan dengan ‘malaikat-malaikat’ kecil. Namun, kalau hendak membayangkan tentang sosok malaikat-malaikat agung: Mikael, Gabriel dan Rafael, barangkali penggambarannya agak sedikit berbeda. Mikael adalah pemimpin bala tentara surga, Gabriel adalah pembawa kabar gembira kepada Maria, dan Rafael adalah yang memulihkan menantu Tobit dari gangguan setan.

 

Hari ini, kita merayakan Pesta Malaikat Agung: Mikael, Rafael dan Gabriel. Para malaikat agung ini diberi kemampuannya masing-masing untuk mengerjakan banyak hal yang besar dan kudus dalam nama Allah. Mereka ini memiliki perannya masing-masing dalam rencana keselamatan Allah. Meneladan para malaikat agung ini, yang tetap setiap pada tugas yang diberikan oleh Allah, kita pun diajak untuk setia pada tugas-tugas yang kita lakukan di dunia. Yang terutama adalah bahwa tugas-tugas yang kita lakukan di dunia adalah bagian dari karya keselamatan Allah di dunia dalam wujud yang nyata dan konkret. Bila kita setia dan memelihara hidup suci, semoga dalam kehidupan kekal kelak, kita pun bisa ambil bagian bersama para malaikat agung ini untuk memuji dan memuliakan Allah di surga.

 

Selamat pagi, selamat meneladan para malaikat agung lewat tugas dan pekerjaan-pekerjaan kita. GBU.

KEGELISAHAN DARI HAL YANG TIDAK MENDASAR DAN TIDAK PENTING

Posted by admin on September 27, 2017
Posted in renungan 

Kamis, 28 September 2017

[Hag. 1:1-8; Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b; Luk. 9:7-9]

 

KEGELISAHAN DARI HAL YANG TIDAK MENDASAR DAN TIDAK PENTING

 

Yang namanya ‘gosip’ atau ‘rumor’ memang membuat hidup menjadi gelisah dan tidak tenang. Pertama-tama, yang biasanya diperdebatkan adalah soal kebenaran dari isi berita yang berhembus. Namanya juga ‘gosip’ atau ‘rumor’, biasanya ujung-ujungnya adalah berita bohong atau tidak benar. Hal ini biasa terjadi pada orang-orang yang hendak menghancurkan reputasi orang lain, atau kemungkinan yang lain, adalah tidak lengkapnya pengetahuan seseorang akan sesuatu. Sehingga yang diceritakan kepada orang lain adalah berita yang tidak lengkap dan kadangkala belum teruji kebenarannya. Hal berikutnya, ‘rumor’ dan ‘gosip’ menjadi sesuatu yang menggelisahkan apabila memang mengancam keberadaan diri, atau mengusik kenyamanan hidup. Yang biasanya terjadi kemudian, orang akan mencari sejuta cara supaya ‘gosip’ atau ‘rumor’ itu diredam atau bahkan mencari sumber asal dari berita-berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tersebut. ‘Gosip’ dan ‘rumor’ bisa menghancurkan, justru karena belum pernah terbukti kebenarannya.

 

Barangkali, inilah yang terjadi dalam diri Herodes, yang mendengar kisah-kisah tentang Yohanes yang bangkit lagi atau Elia. Keheranannya adalah bahwa banyak orang membicarakan hal-hal tersebut, sehingga Herodes merasa takut, khawatir dan gelisah kalau-kalau Yohanes, yang dikatakan ‘telah bangkit dari antara orang mati’, akan kembali dan menuntut balas. ‘Rumor’ dan ‘gosip’ yang beredar tersebut, ternyata adalah berita yang tidak lengkap karena yang diceritakan adalah Yesus sendiri, dan Herodes merasa terancam akan kehadiranNya. Bisa dimaklumi karena Herodes adalah penguasa, yang mengandalkan kekuasaanya untuk memperoleh banyak hal dalam hidupnya. Ketika ada ‘potensi’ kekuatan yang lain, maka Herodes berusaha untuk mencari tahu dan kalau bisa akhirnya menyingkirkannya. Kita kadang seperti Herodes, yang merasa takut kalau kenyamananya terusik dan tercerabut, padahal bisa saja, yang kita miliki adalah hasil-hasil kejahatan. Tapi, prinsip yang utama adalah bahwa kebenaran akan mengatasi kejahatan dan kelaliman tanpa terkecuali.

 

Selamat pagi, selamat mengatasi kegelisahan karena sesuatu yang tidak penting dalam hidup kita. GBU.

MENJADI ‘SANG PEMBAWA PESAN’

Posted by admin on September 26, 2017
Posted in renungan 

Rabu, 27 September 2017

Peringatan Wajib St. Vinsensius a Paulo

[Ezr. 9:5-9; MT Tob. 13:2,3-4a,4bcd,5,8; Luk. 9:1-6]

 

MENJADI ‘SANG PEMBAWA PESAN’

 

Salah satu aplikasi favorit saya waktu tugas perutusan di Jakarta adalah salah satu aplikasi ‘ojek online’. Awalnya perusahaan ‘ojek online’ ini adalah alat transportasi berbasis online, namun seiring berjalannya waktu, bukan hanya sekedar melayani ‘ojek’ alias alat transportasi, namun keperluan lain, misalnya: memesan makanan, mengirim barang, membeli pulsa, membeli kebutuhan sehari-hari, bahkan memanggil tukang untuk membersihkan rumah atau memanggil tukang pijat untuk memijat kita. Seolah-olah dalam satu aplikasi, segala hal bisa dilakukan. Selain sebagai alat transportasi, yang paling sering saya gunakan adalah untuk mengirim barang. Barang apapun, dan sejauh saya memakai, pelayanannya juga cukup memuaskan: barang cepat sampai dan tepat pada tujuan, serta biaya yang murah. Tentu ini sebuah keuntungan yang maksimal, bagi pelanggan namun juga yakin bagi perusahaan ojek online itu sendiri. Namun, secara singkat, dapat disimpulkan bahwa aspek penting ketika mengirim sebuah barang adalah barang itu sendiri, dan orang atau pihak yang mengirim barang, yang akan menentukan barang itu akan sampai atau tidak.

 

Barangkali, inilah gambaran yang bisa kita dapatkan kalau mencermati bacaan hari ini ketika Yesus mengutus murid-murid untuk berkeliling dari desa ke desa untuk memberitakan Kerajaan Allah. Kabar sukacita tentang Kerajaan Allah diwartakan sampai ke ujung dunia. Seorang pewarta kabar sukacita, atau ‘sang pembawa pesan’, tentu tidak akan duduk diam begitu saja, namun akan proaktif untuk melakukan segalanya demi tersebarnya warta kabar sukacita itu kepada setiap orang. Namun, selain ‘sang pembawa pesan’, hal yang paling menentukan adalah isi pesan itu sendiri. Kalau memang itu sesuatu yang sangat penting, tentu saja ‘sang pembawa pesan’ akan sekuat tenaga menyampaikan kepada siapa saja orang yang pantas menerimanya. Kita semua, seperti para murid yang diutus, adalah ‘sang pembawa pesan’ yang berkewajiban membawa kabar sukacita Kerajaan Allah kemana pun kita diutus. Kadang, kita sendiri justru tidak yakin akan isi pesan yang hendak disampaikan. Maka, setiap harinya, dengan bantuan rahmat Allah sendiri, kita juga berusaha untuk terus meyakinkan diri tentang isi pesan kabar sukacita Kerajaan Allah, sehingga kita dipantaskan dan dimampukan menjadi ‘sang pembawa pesan’.

 

Selamat pagi, selamat menjadi ‘sang pembawa pesan’. GBU.

 

SIAPAPUN BISA MENJADI BAGIAN DARI KELUARGA ALLAH

Posted by admin on September 25, 2017
Posted in renungan 

Selasa, 26 September 2017

[Ezr. 6:7-8,12b,14-20; Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5; Luk. 8:19-21]

 

SIAPAPUN BISA MENJADI BAGIAN DARI KELUARGA ALLAH

 

Untuk menjaga keakraban dalam satu angkatan, kami di seminari biasanya mengadakan kunjungan ke keluarga salah satu rekan angkatan. Semenjak saya berada di seminari, hampir selama 13 tahun, entah sudah berapa kali rumah saya dikunjungi. Tentu oleh rekan-rekan yang berbeda-beda, termasuk juga Romo pembimbing yang berbeda-beda pula. Namun, yang sangat menarik, sesuai dengan tujuannya untuk menjalin keakraban, kami lalu menganggap satu sama sebagai satu keluarga. Saya pun menganggap orang tua rekan seangkatan saya seperti orang tua saya sendiri. Demikian juga rekan-rekan seangkatan saya menganggap orang tua saya sebagai orang tua mereka juga. Bahwa rasa syukur yang dipanjatkan adalah bahwa hidup panggilan telah membawa kita pada semakin luasnya saudara dan tali persaudaraan, bukan sekedar keluarga dalam ikatan ‘darah’ namun siapa pun yang kita jumpai, yang senantiasa membawa dan menawarkan kasih kepada kita. Dalam hal ini adalah orang tua dan keluarga rekan-rekan angkatan kami.

 

Hari ini kita mendengarkan kisah ketika Yesus diberitahukan bahwa ibu dan saudara-saudaraNya mencari Dia, Yesus menanggapi dengan mengatakan: “IbuKu dan saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” Yesus hendak membuka kemungkinan baru bahwa relasi dan kedekatan denganNya tidak lagi ditentukan lagi oleh pertalian darah, tetapi oleh relasi pribadi dengan Allah sendiri. Yesus menghendaki bahwa ‘saudara-saudara’-nya cukup ditentukan oleh mereka yang dengan hati terbuka mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah di mana pun. Maka, dengan demikian, siapa pun bisa menjadi anggota keluarga Allah. Semoga, kita pun semakin mampu membuka diri untuk membangun relasi yang kuat dan mendalam dengan Allah, karena Allah sendiri juga telah membuka diri bagi siapa pun. Kita hanya perlu untuk terus berbuat kasih, tanpa pamrih dan tanpa terkecuali kepada sesama kita, karena setiap dari kita memang dipanggil untuk menjadi bagian dalam keluarga Allah sendiri.

 

Selamat pagi, selamat menjadi bagian dari keluarga Allah. GBU.

Translate »