Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Menjadi Sempurna seperti Allah

Posted by admin on February 28, 2015
Posted in renungan 

Ulangan 26:16-19
Mazmur 119
Matius 5:43-48

Bacaan-bacaan minggu ini banyak sekali mengandung perintah atau hukum dari Tuhan, di mana umat Israel diharuskan melakukan tindakan-tindakan tertentu. Bacaan dari Ulangan hari ini mengingatkan kita bahwa semua ini merupakan bagian dari sebuah perjanjian Israel dengan Tuhan. Setelah menjabarkan apa yang harus dilakukan Israel, Tuhan memberikan janjinya tentang apa yang akan Dia lakukan. Israel akan diangkatnya menjadi umat yang disayanginNya. Dia akan memberinya berkat dan perlindungan.

Menjadi bangsa terpilih biasanya langsung memberi kesan bahwa kita yang paling hebat dan bangsa lain berada di bawah kita. Tidak heran kalau kemudian Israel diajarkan untuk membenci musuh-musuhnya, apalagi mereka yang mencoba menyerang Israel, mulai dari Assyria, Babilonia, Persia, sampai bangsa Romawi.

Yesus dalam Injil hari ini sekali lagi menggenapi hukum Taurat dengan menantang kita untuk melihat lebih jauh dari apa yang tertulis. Mencintai sesama tidaklah cukup, tetapi kita juga harus bisa mengasihi mereka yang kita anggap musuh, mereka yang menganiaya kita. Alasannya hanya satu. Sebagai umat yang sudah dipilih dan dikasihi Tuhan, kita bisa mengenal Tuhan dengan lebih dekat. Sebagai anak Allah kita sudah sepantasnya menjadi sempurna, seperti Allah adalah sempurna.

Yesus menjelaskan lebih jauh kesempurnaan itu. Allah memberikan terang matahari kepada mereka yang baik maupun yang jahat, hujan pada yang benar dan tidak benar. Dalam sejarah Israel sendiri, berulang kali mereka berpaling dari Tuhan tetapi Dia tetap setia pada perjanjian yang telah dibuatNya. Tuhan tetap mengasihi dan menyertai umat pilihanNya.

Siapakah musuh kita saat ini? Apakah ISIS dan ekstrimis Islam lainnya yang meneror orang-orang Kristen? Apakah para pengedar narkoba yang merusak generasi muda kita sehingga kita anggap pantas dihukum mati? Apakah rekan sekantor kita yang berlaku tidak adil sehingga pekerjaan kita menjadi beban setiap hari? Dapatkah kita melihat jatidiri mereka yang sesungguhnya, yaitu sama-sama ciptaan Allah, saudara dalam satu Bapa? Sanggupkah kita menyerupai kesempurnaan Allah dan berusaha mendoakan dan mengasihi mereka?

Lebih dari Ahli Taurat dan Farisi

Posted by admin on February 27, 2015
Posted in renungan 

Yehezkiel 18:21-28
Mazmur 130
Matius 5:20-26

Ketika Yesus ditanya, hukum manakah yang paling utama, Ia menjawab: “Kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu.” Sebenarnya konsep ini memang mendasari seluruh perjanjian Allah dengan bangsa Israel. Beberapa kali para nabi Israel seperti Amos mengingatkan bahwa persembahan umat Israel tidak berkenan bagi Tuhan jika tingkah laku mereka sehari-hari penuh ketidakadilan pada sesamanya (Amos 5:21-24). Sembah bakti pada Tuhan dan berlaku adil bagi sesama adalah seperti dua sisi pada satu keping uang yang sama. Dua-duanya sama pentingnya dalam hidup di dalam jalan Tuhan.

Karena itu tidaklah mengherankan kalau dalam Injil hari ini Yesus menyuruh pengikutnya untuk tidak membawa persembahan ke altar sebelum mereka menyelesaikan masalah dengan saudara mereka. Persembahan pada Tuhan akan jadi cuma-cuma dan tidak punya arti apa-apa jika mereka masih menyimpan kebencian pada orang lain.

Yesus juga mengkritik para ahli Taurat dan orang Farisi. Sebenarnya mereka adalah orang yang benar-benar taat dalam beragama. Mereka mengerti betul semua hukum Taurat dan bagaimana menjalankannya satu per satu. Tapi Yesus menantang para pengikutnya untuk hidup beragama melampaui ahli Taurat dan orang Farisi. Yang dimaksud Yesus bukan berarti mereka harus lebih banyak membaca atau menjadi lebih ahli, melainkan untuk mampu melihat lebih dalam maksud hukum itu dan menjalankannya tidak hanya persis seperti yang tertulis, tetapi sesuai maksud yang terkandung di dalamnya.

Contoh yang diberikan Yesus adalah tentang perintah jangan membunuh. Maksud dari perintah itu adalah menjaga hubungan baik dengan sesama kita. Karena itu kemarahan atau kebencian pun juga sebenarnya melawan perintah Tuhan. Tidak akan mungkin setiap perbuatan bisa dituliskan. Sistem keadilan kita, dengan sedemikian banyak pasal-pasal pun tidak pernah mencukupi. Karena itulah pengacara sering menggunakan celah-celah ini untuk membela klien mereka. Kalau tidak tertulis dalam hukum, maka tidak perlu dilakukan atau tidak melanggar aturan.

Kalau kita mau kehidupan iman kita untuk lebih seperti yang Yesus inginkan, kita harus mau berbuat lebih jauh dari apa yang cuma tertulis dalam Alkitab atau hukum Gereja. Alkitab dan Gereja memberikan panduan hidup, tapi tidak akan pernah bisa secara detil membahas satu per satu kegiatan dalam hidup kita. Semoga sabda Tuhan bisa benar-benar merasuki hati kita dan memberi kita inspirasi untuk bertindak sesuai semangat yang mendasari sabda itu.

Tuhan atau Jin?

Posted by admin on February 26, 2015
Posted in renungan 

Ester C:12, 14-16, 23-25
(catatan: Bab huruf menandakan kitab tambahan pada Kitab Ester. Tambahan ini berasal dari Perjanjian Lama terjemahan Yunani (Septuaginta). Tergantung dari Alkitab anda, kitab tambahan ini bisa ditemukan digabungkan dengan Kitab Ester atau dipisahkan ke dalam bagian Deuterokanonika)
Mazmur 138
Matius 7:7-12

Anda pasti tahu dongeng terkenal Aladdin dan lampu ajaibnya. Setiap lampu ajaib ini digosok, keluarlah sang Jin yang akan mengabulkan segala permintaan Aladdin. Versi yang paling saya kenal adalah dari Disney dengan Jin yang berwarna biru. Dia berjanji akan mengabulkan apapun permintaan Aladdin, kecuali membunuh orang lain, membuat seseorang jatuh cinta, dan membangkitkan yang sudah mati. Dengan bantuan sang Jin, Aladdin bebas keluar dari gua dan menjadi seorang sultan yang kaya raya.

Robert Foxcroft, seorang penyiar radio dan imam Gereja Anglikan, ketika menderita kanker yang akhirnya menyebabkan ia meninggal dunia pernah berkata:

“Prayer is asking God for the power to do his will.
Magic is asking God to do your will.
I believe in prayer rather than magic.”

Bagi Robert, jika kita mengharapkan hasil doa kita seperti keinginan kita sendiri, maka sama saja seperti menjadikan Tuhan tukang sulap atau tukang sihir yang memenuhi segala permintaan kita, tidak jauh berbeda dengan sang Jin dalam cerita Aladdin.

Sebagai manusia kita pasti punya banyak kebutuhan. Sebagai orang Kristen, doa-doa kita tidak mungkin bisa lepas dari permintaan tolong pada Tuhan untuk membantu kebutuhan kita, terutama hal-hal yang sangat mempengaruhi hidup kita seperti sakit parah, mara bahaya, hidup sangat berkekurangan, dan sebagainya. Tetapi di balik semua doa petisi kita, ada kesadaran bahwa hanya Tuhan yang sungguh tahu kebutuhan kita yang sebenarnya. Doa kita pasti dikabulkan, tetapi sepenuhnya menurut kehendakNya. Karena itulah Yesus mengajarkan doa Bapa Kami: “Jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surga.” Dan kalau kita yakin bahwa Dia mencintai kita, kehendakNya pun pasti untuk kebahagiaan sejati kita dan untuk membuat kita lebih dekat lagi denganNya.

Santo Agustinus pernah berkata bahwa Tuhan sebenarnya tidak perlu diberitahu lagi apa yang kita benar-benar butuhkan. Kita perlu berdoa untuk mempersiapkan diri kita sendiri terhadap apa yang akan Tuhan berikan pada kita. Jika kita hanya fokus pada ide yang sempit tentang bagaimana kita mau Tuhan menjawab doa kita, maka kemungkinan besar kita tidak bisa melihat jawabanNya yang sesungguhnya. Semoga dengan setiap doa kita, mata, hati dan pikiran kita menjadi semakin terbuka lebar untuk melihat dan merasakan jawabanNya.

Puasa mengantar pada pertobatan

Posted by admin on February 25, 2015
Posted in Podcast 

yesus-mengampuni-wanita-itu

Menjadi Nabi

Posted by admin on February 25, 2015
Posted in renungan 

Yunus 3:1-10
Mazmur 51
Lukas 11:29-32

Tahukah anda bahwa pembaptisan telah menjadikan anda berbagi dalam misi Yesus sebagai nabi, imam, dan raja? Kapan anda terakhir merasa sebagai nabi? Apa yang anda lakukan untuk menjalankan misi kenabian anda?

Tidak seperti yang sering dibayangkan orang, misi seorang nabi bukanlah untuk meramalkan masa depan. Seorang nabi mempunyai hubungan yang erat dengan Tuhan dan dapat melihat dunia dengan kacamata spiritual. Ia berani mengingatkan orang jika ada sesuatu yang tidak benar. Sebaliknya ia pun juga dapat melihat potensi mereka untuk hal-hal yang baik dan kasih Allah yang selalu setia pada umatNya.

Nabi Yunus dalam cerita hari ini adalah nabi yang sedikit lebih “nyentrik” dibanding nabi biasanya. Pertama dia melarikan diri dari permintaan Tuhan untuk mewartakan pertobatan pada orang-orang Niniwe. Setelah kapalnya diserang badai dan dia ditelan seekor ikan besar, akhirnya dia pun pergi ke Niniwe. Cuma sehari berkotbah, orang-orang Niniwe, termasuk rajanya sampai ke binatang-binatang ternaknya langsung bertobat. Yunus sendiri kaget, tidak menyangka mereka akan bertobat secepat itu. Yunus, seorang Israel, tidak suka pada orang-orang Assyria di Niniwe yang merupakan musuh bangsa Israel. Dia justru berharap mereka tidak akan bertobat supaya mereka kemudian dihukum Tuhan. Yang terjadi malah sebaliknya.

Kalau pusat cerita ini tentang pertobatan Niniwe, seharusnya cerita ini berakhir di sini, tapi tidaklah demikian. Dilanjutkan bahwa Yunus kemudian “ngambek” pada Tuhan. Pada akhirnya Tuhan mencoba membujuk Yunus dengan menunjukkan bagaimana kasihnya yang besar tidak terbatas pada Israel saja tetapi juga pada bangsa lain yang mau bertobat. Di akhir cerita tidak diceritakan bagaimana reaksi Yunus. Mungkin ini lebih ditujukan pada kita. Sadarkah kita pada kasih Tuhan yang kadang tidak dapat dimengerti pikiran kita? Pernahkah kita melihat orang lain yang kita anggap tidak layak mendapat berkat Tuhan tapi kelihatannya hidupnya lebih makmur dan tenteram?

Paus Fransiskus baru-baru ini sering dikritik. Dia dianggap lebih memperhatikan orang-orang yang dianggap bukan Katolik taat, mulai dari imigran gelap, gay, mereka yang mempunyai anak di luar nikah, dan sebagainya. Mungkinkah kita juga diutus untuk menjadi nabi bagi mereka yang dipinggirkan, termasuk yang biasanya dipinggirkan oleh gereja sendiri? Bisakah kita menjadi perpanjangan tangan Tuhan yang mau menyambut semua orang yang merindukan kasihNya? Karena tanda yang kita bawa bukanlah tanda Yunus yang masih memilih-milih siapa yang mau diselamatkan, tetapi tanda Yesus yang mau menyelamatkan semua orang dengan hidup, sengsara, dan wafatNya.

Translate ยป