Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Jesus and Exorcism

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on January 30, 2021
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

Fourth Sunday in Ordinary Time [B]

January 31, 2021

Mark 1:21-28

Jesus performed His first exorcism in the Gospel of Mark. Reading the context, we discover that Jesus was teaching in the synagogue, and the people recognized Him teaching with authority. When Jesus taught with authority, it does not merely mean He preached with eloquence and chrism, but His teachings manifested in powerful signs, like healings and exorcism.

The word exorcism is usually understood as expelling the evil spirits or demons from a person possessed or a place infected. Unfortunately, because of Hollywood movies’ influence, the understanding of exorcism has been corrupted, deformed, and even ridiculed. Yet, the Catholic Church, exorcism is rooted in Jesus Christ Himself.

The literal meaning of ‘exorcism’ is to ‘bind with an oath.’ Then, how did this word become related to evil spirits? When we swear an oath, we need to invoke a higher being as the guarantor of our promise. Naturally, an oath is to say a pledge by invoking the Lord Himself as a witness. In the context of exorcism, the priest-exorcist will invoke the name of God to bind the demons and send them ‘at the feet of the cross of Jesus’ for the judgment. There is no genuine and effective exorcism without invoking the name and power of the true God.

What is interesting is that Jesus drove out demons without invoking the name of God. He said, “Quiet, come out of him!” Jesus was exorcising with His authority, and the demons obeyed Him because they recognized His divine power. The demons also acknowledge Jesus not as Messiah or the king of the Jews, but as ‘the Holy One of God.’ If we go back to the Old Testament, this particular title refers to Israel’s high priest. “… Aaron, the holy one of the Lord… [Psa 106:16].” The demons revealed another dimension of Jesus’ identity: He is the high priest. From this truth, we may conclude that exorcism is a priestly duty.

Participating in the high priestly office of Jesus, the bishops are the chief exorcists in their dioceses. We remember that bishops are high priests in their respective dioceses. Each bishop then may appoint and delegate some well-trained priests to become exorcists. I was fortunate to meet and discuss many things with Fr. Jose Syquia, an exorcist of the Archdiocese of Manila.

However, we must not forget that we also share in the priesthood of Jesus Christ because of our baptism. So, we also have authority over the evil spirits. As laity, we are allowed to say specific prayers of deliverance when we feel extraordinary presence and activities of the evil spirits. The prayer to St. Michael, the archangel, is most recommended for the laity. Yet, we must not forget that the evil spirits work in very subtle ways, primarily through temptations to sin. Often, without realizing it, we are already under the control of the devil as we live a life full of vices. This is our daily war against the kingdom of Satan, and we cannot win without invoking the name of Jesus, constant prayers, the sacraments, and the help of the Church.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Yesus dan Eksorsisme

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on January 30, 2021
Posted in renungan  | Tagged With: ,

Minggu Keempat di Masa Biasa [B]

31 Januari 2021

Markus 1: 21-28

Yesus melakukan pengusiran setan atau eksorsisme pertama-Nya dalam Injil Markus. Membaca konteksnya, kita menemukan bahwa Yesus sedang mengajar di sinagoga dan orang-orang mengenali Dia mengajar dengan otoritas. Ketika Yesus mengajar dengan otoritas, ini tidak hanya berarti Dia berkhotbah dengan kefasihan dan krisma, tetapi ajaran-Nya dimanifestasikan dalam tanda-tanda yang nyata dan menakjubkan, seperti penyembuhan dan pengusiran setan.

Kata eksorsisme biasanya diartikan sebagai mengusir roh-roh jahat dari seseorang yang kerasukan atau tempat yang terjangkiti. Sayangnya, karena pengaruh yang datang dari film-film Hollywood, pemahaman tentang eksorsisme telah terdistorsi, dan bahkan menjadi bahan lelucon. Namun, bagi Gereja Katolik, eksorsisme berakar di dalam pribadi Yesus Kristus sendiri, dan sebuah misi yang mulia.

Arti harafiah dari ‘eksorsisme’ adalah ‘mengikat dengan sumpah.’ Lalu, bagaimana kata ini bisa akhirnya berhubungan dengan roh jahat? Ketika kita bersumpah, kita perlu memanggil seseorang yang lebih tinggi dari diri kita sebagai penjamin janji kita. Secara sederhana, sumpah adalah mengucapkan janji dengan memanggil Tuhan sendiri sebagai saksi kita. Dalam konteks eksorsisme, imam yang bertugas sebagai eksorsis akan memanggil nama Tuhan untuk mengikat setan, dan mengirim mereka ‘ke kaki salib Yesus’ untuk menerima penghakiman. Kita tidak bisa mengusir setan dengan menggunakan otoritas kita sendiri karena setan adalah makhluk yang juah lebih kuat dari kita. Hanya dalam nama Tuhan yang benar, eksorsisme yang sejati dan efektif dapat terjadi.

Satu hal yang menarik dari Injil adalah Yesus mengusir setan tanpa menyebut nama Tuhan. Dia hanya berkata, “Diam, keluarlah dari dia!” Yesus mengusir dengan otoritas-Nya sendiri dan setan-setan mematuhi-Nya karena mereka mengenali kuasa ilahi-Nya. Setan juga mengenali Yesus bukan hanya sebagai Mesias atau sebagai raja orang Yahudi, tetapi sebagai ‘Yang Kudus dari Tuhan.’ Jika kita kembali ke Perjanjian Lama, gelar khusus ini mengacu pada imam agung Israel, secara khusus Harun. “… Harun, Yang Kudus dari Tuhan… [Mzm 106: 16].” Melalui mulut setan, Injil mengungkapkan dimensi lain dari identitas Yesus: Dia adalah sang Imam Agung. Dari kebenaran ini, kita dapat menyimpulkan bahwa eksorsisme adalah bagian dari tugas imamat.

Berpartisipasi dalam identitas Yesus sebagai imam agung, para uskup adalah eksorsis utama di keuskupan mereka. Kita ingat bahwa uskup adalah imam agung di keuskupan masing-masing. Setiap uskup kemudian dapat menunjuk dan mendelegasikan beberapa imam yang terlatih untuk menjadi eksorsis di keuskupan mereka. Waktu saya di Manila, saya beruntung bisa bertemu dan berdiskusi banyak hal, dengan Romo Jose Syquia, seorang eksorsis dari Keuskupan Agung Manila.

Namun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa karena pembaptisan kita, kita juga mengambil bagian dalam imamat Yesus Kristus. Jadi, kita juga memiliki otoritas atas roh-roh jahat. Sebagai orang awam, kita diizinkan untuk mengucapkan doa-doa pembebasan tertentu ketika kita merasakan kehadiran dan aktivitas roh-roh jahat yang luar biasa. Doa kepada St. Michael, sang malaikat agung, adalah salah satu contoh doa pembebasan yang bisa digunakan kaum awam. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa sebenarnya roh-roh jahat bekerja dengan cara yang sangat halus, terutama melalui godaan untuk berbuat dosa. Seringkali, tanpa disadari, kita sudah di bawah kendali iblis saat kita menjalani hidup yang penuh dengan dosa dan kejahatan. Sebagai pengikut Kristus, kita perlu menghadapi perang kita sehari-hari melawan kerajaan Setan, dan kita tidak bisa menang tanpa menyebut nama Yesus, tanpa doa yang konstan, tanpa sakramen, dan tanpa bantuan Gereja.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

HIDUP DALAM IMAN

Posted by admin on January 30, 2021
Posted in renungan 

Sabtu, 30 Januari 2021

Markus 4:35-41
Yesus merindukan bahwa para murid-Nya sungguh percaya kepada-Nya. Dengan
berpegang teguh pada iman, mereka tidak akan takut lagi. “Mengapa kamu begitu takut?
Mengapa kamu tidak percaya? Kepercayaan inilah yang menjadi fondasi hidup mereka
sehingga mereka tetap berdiri dan penuh dengan harapan. “Ia sama dengan seorang yang
mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas
batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat
digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.”(Luk 6:48). Dengan demikian, setiap
orang membutuhkan fondasi hidup yang kuat, sebab karena keterbatasannya sebagai
manusia, ia tidak bisa menghindari segala peristiwa yang susah dan menantang.
Dengan menyadari keterbatasannya sebagai manusia, seseorang akan terdorong
untuk terbuka bagi pertolongan Tuhan yang mampu diandalkan. Namun sebelum
seseorang bisa merasakan kekuatan dan pertolongan-Nya, maka diperlukan iman yang
kokoh akan Kristus. Dengan iman tersebut seseorang mampu membawa dan
menyerahkan semua pergulatan hidupnya kepada Tuhan. Pada saat itulah akan muncul
ketenangan, sebab dengan imannya, seseorang merasakan penyertaan-Nya, sehingga ia
mendapatkan cahaya harapan, dan bukti bahwa Dia ada dan berjalan bersamanya. “Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang
tidak kita lihat.”(Ibrani 11:1).
Oleh karena itu, seorang beriman menempatkan Kristus sebagai pusat hidupnya
dan menjadi sumber kekuatan, semangat, dan motivasi hidupnya yang mengarah pada
hidup yang baik, penuh harapan dan kasih. Jika seseorang mengabaikan iman, ia sama
juga dengan hidup tanpa harapan dan motivasi. “Akan tetapi barangsiapa mendengar
perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan
rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan
hebatlah kerusakannya.”(Luk 6:49). Manusia sangat rapuh karena ia berasal dari debu
tanah, namun ia kuat karena Roh Kudus yang menyertainya. Jadi kekuatan bukan dari
dirinya sendiri tetapi dari kekuatan Kristus. “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.”(Kej 2:7).
Dengan menyadari keadaannya sebagai manusia, maka setiap orang akan memiliki
kerendahan hati dan jauh dari sikap sombong. Ia tidak mengandalkan dirinya sendiri,
namun percaya dan mengandalkan Allah. Segala yang baik dalam hidupnya adalah berkatberkat yang dititipkan dan dipercayakan oleh Allah untuk disyukuri dan dikembangkan.
Oleh karena itu bagi orang yang percaya, hidup dan segala dinamikanya dibingkai dalam
rajutan iman, dimana Kristus ada dan menyertainya. Dengan cara hidup yang demikan,
maka seseorang akan hidup dalam kedamaian dan keselamatan. “YA TUHAN, Engkau
akan menyediakan damai sejahtera bagi kami.”(Yesaya 26:12).
Paroki St Montfort Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan CM

MENJADI BERKAT

Posted by admin on January 29, 2021
Posted in renungan 

Jumat, 29 Januari 2021

Markus 4:26-34
Allah menaburkan Sabda-Nya ke bumi, melalui perantaraan para Nabi dan
puncaknya adalah melalui kehadiran Yesus Kristus. Kini Sabda tersebut telah
menjadi manusia, dalam diri Yesus Kristus. “Lihatlah Anak domba Allah, yang
menghapus dosa dunia.”(Yoh 1:29). Melalui kehadiran Kristus maka hadirlah
Kerajaan Allah di bumi, sebab dalam Kristus seluruh berkat dan keselamatan
dilimpahkan kepada manusia. “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus
yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam
sorga.”(Efesus 1:3). Dengan demikian Kerajaan Allah telah hadir dalam diri mereka
yang percaya kepada Kristus.
Dia rindu bahwa Kerajaan Allah terus bertumbuh dan berkembangan dalam
diri manusia. Namun sebelum bisa bertumbuh, maka Sabda Allah yang hidup ini
perlu diterima oleh manusia. Siapakah mereka yang siap menerima Kristus? Yaitu
mereka yang membuka diri dan percaya kepada-Nya. Sebelum manusia membuka
hatinya, Dia tetap akan ada di luar diri manusia. Oleh karena itu ketika Dia
mengetok pintu, perlu setiap orang membukakan pintu untuk menyambut-Nya.
“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar
suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku
makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.”(Why 3:20).
Kehadiran Kristus mebutuhkan jawaban dari setiap orang yang dikunjungi-Nya.
Ketika seseorang membuka hati dan menerima Kristus, maka secara
bertahap Sabda-Nya akan mempengahui seluruh aspek yang ada dalam dirinya, dan
pada akhirnya akan berbuah dalam perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
“Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala
sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burungburung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”(Mrk 4:32). Mereka yang telah
diperbaharui hidupnya oleh Kristus, akan menjadi saluran berkat-Nya bagi dunia.
Hidupnya manjadi terang dan garam bagi orang-orang disekitarnya.”Kamu adalah
garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada
lagi gunanya selain dibuang dan diijak orang.” (Mat 5:13). “Kamu adalah terang
dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.”(Mat 5:14).
Pengorbanan demi Injil adalah bagian dari hidup seorang yang mengikuti
Kristus. Di saat itulah, ia mengalirkan belas kasih Allah kepada sesama dan alam
ciptaan. Sebab dengan pengorbanan, ia melahirkan kehidupan dan harapan. Oleh
karena itu, tidak ada kebaikan, tanpa suatu pengorbanan. Ketika iman telah
berbuah dalam karya cinta kasih, maka hidup seseorang akan menjadi sarana dan
alat Tuhan untuk memberkati sesama. “Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di
dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman
kita menerima Roh yang telah dijanjikan.”(Galatia 3:14).

Paroki St. Montfort Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM

TERANG TERSEBUT TELAH DATANG

Posted by admin on January 28, 2021
Posted in renungan 

Kamis, 28 Januari 2021

Markus 4:21-25
Setiap seorang yang telah menerima Kristus dan dibaptis menerima identitas baru. Ia
telah meninggalkan manusia lama dan lahir sebagai pribadi yang baru, sebagai anak Allah.
“..Supaya kamu diperbaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru,
yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang
sesungguhnya.”(Efesus 4:23-24). Indetitas yang baru ini mengandung makna bahwa dengan
kuasa Roh Kudus, mereka dikuduskan, ada bersama, dan berjalan dengan Kristus, Sang
Terang kehidupan. “Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: “Akulah terang
dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan
mempunyai terang hidup.”(Yoh 8:12).
Oleh karena itu sebagai orang yang telah menerima Kristus, mereka telah menerima
kasih karunia yang kemudian mereka wartakan dalam kehidupan. Mereka adalah saksi
belaskasih Allah yang dihidup di dunia, sehingga melalui kesaksian hidupnya, mereka
membawa pelita Kristus ke semua orang dan alam semesta, sebab pada hakekatnya pelita
tersebut menerangi bukan hanya untuk sendirinya sendiri, namun untuk semua mahkluk
ciptaan-Nya. “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di
bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian.”(Mrk 4;21). Mereka yang
menjadi murid Kristus tidak lagi berpikir untuk aku, namun berpikir untuk Dia, Yang Maha
Kudus, agar nama dan kemuliaan-Nya ditinggikan dan dimuliakan.
Setiap orang yang mengenakan Kristus hidup dalam cinta kasih Allah, sebab ia
bersama dengan Allah dan Allah adalah Kasih. “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak
mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”(1 Yoh 4:8). Dengan demikian hidup mereka
adalah pelita hidup yang kesaksian hidup kasihnya dibagikan menjadi berkat Allah yang akan
menghadirkan damai dan pengharapan bagi semua orang dan semua ciptaan di muka bumi.
Alangkah mulia panggilan hidup mereka yang setia bersama Kristus, karena bukan kisah
hidup mereka sendiri yang diceritakan, namun kisah kebaikan Allah yang mereka wartakan.
Apa yang telah ditunggu berabad-abad, diramalkan oleh para nabi dan tersembunyi
dalam masa , yaitu Sang Mesias, Kristus terang dunia, kini telah datang dan dinyatakan, serta
diwartakan agar semua orang percaya dan diselamatkan. “Sebab tidak ada sesuatu yang
tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan
tersingkap.”(Mrk 4:22). Setiap murid Kristus menerima perutusan untuk menjadi pewarta
kabar sukacita tersebut bagi dunia. “Lalu Ia berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh
dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”(Mrk 16:15). Mereka yang diutus dan dengan
semangat serta sukacita mewartakan Injil, maka akan memperoleh kesempatan yang lebih
banyak untuk menerima kasih karunia Allah yang berlimpah, sehingga melalui kesaksian
hidupnya banyak jiwa-jiwa manusia diselamatkan dan menerima belaskasih Allah. Dan
Sebaliknya, mereka yang kurang setia, akan menerima sedikit kesempatan tersebut. “Karena
siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun
juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”(Mrk 4:25).
Paroki St Montfort, Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM

Translate »