Sabtu setelah Rabu Abu
Yes 58:9b-14; Luk 5:27-32
Saudara-saudariku, menjalani masa prapaskah, yang merupakan retret agung masa pertobatan, kita diajak untuk menyadari kesalahan-kesalahan atau ‘masa gelap’ kita di hadapan Allah. Sebagaimana diungkapkan dalam bacaan pertama bahwa Bangsa Israel terjebak dalam kondisi yang merasa diri benar, lalu menilai benar tidaknya orang lain berdasarkan penilaiannya sendiri. Mereka juga mengira bahwa dengan melakukan ritual keagamaan di hadapan Allah, maka mereka boleh mengabaikan dan tidak peduli dengan sesama. Maka dengan tegas, Tuhan menyatakan mereka bersalah dan berdosa! Allah, melalui mulut Yesaya bersabda, “Apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas, maka terangmu akan terbit dalam gelap.”
Bangsa Israel terjebak dalam kondisi kemunafikan dan tidak memahami kehendak Allah. Segala tindakan mereka hanya untuk kepentingan diri sendiri, bukan untuk orang lain. Inilah ‘masa gelap’ Bangsa Israel yang bisa juga menjadi ‘masa gelap’ kita. Bangsa Israel lupa, Allah memanggil mereka sebagai umat-Nya untuk menjadi berkat bagi banyak orang.
Saudara-saudariku, bacaan-bacaan Ekaristi setelah Rabu Abu berisikan ajakan untuk bertindak konkret yang dilandasi oleh kasih kepada Allah dan sesama. Bacaan-bacaan itu memanggil kita untuk meninggalkan pola-pola hidup lama ke pola hidup baru. Panggilan meninggalkan pola hidup lama ke pola hidup yang baru hanya dapat kita jalani bila hidup kita menjadi sebuah perayaan tobat dan wujud cinta akan Tuhan. Hanya dengan menjadikan tobat sebagai sebuah perayaan, perjalanan jatuh bangun memikul salib selalu akan kembali menjadi langkah pertama menuju pembaharuan hidup.
Pembaharuan hidup itulah yang dikisahkan dalam Injil hari ini. Yesus memanggil seorang pemungut cukai bernama Lewi, yang dianggap sebagai orang buangan dan orang yang berada di luar batas kemurahan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang dikecualikan dari misi Yesus. Setiap orang punya tempat, semua dipanggil. Seperti halnya Lewi, penting untuk meninggalkan cara hidup yang lama dan kemudian bangkit dan mengikuti Dia. Ini tentunya membutuhkan rahmat Tuhan, tetapi juga respon manusia.
Percayalah, Tuhan akan menuntun kita dan membarui kekuatan kita.