Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

JANGAN DIMANIPULASI YA !

Posted by admin on February 28, 2019
Posted in renungan 

Rabu, 27 Februari 2019

Bac. I : Sir. 5: 1-8

Bac. Injil : Mrk. 9: 41-50

JANGAN DIMANIPULASI YA !

Oleh Dn. Reza P

Setiap dari kita pastilah mempunyai dosa. Akan tetapi, setiap dari kita sungguh dikasih oleh Allah, bahkan ketika kita berdosa pun, Allah tetap mengasihi kita. Buktinya, Ia mengutus Yesus Kristus, Putera-Nya untuk menebus dosa kita dengan wafat-Nya di kayu salib. Sampai saat ini pun, lewat kuasa Gereja-Nya, Allah memberikan pengampunan terhadap kita orang-orang berdosa melalui sakramen tobat. Maka, Allah sungguh-sungguh mengasihi kita.

Lalu, bagaimana dengan kita yang telah menerima rahmat kasih Allah tersebut? apakah kita mensyukuri rahmat kasih itu dengan sungguh-sungguh membangun pertobatan dalam hidup kita? ataukah kita justru semakin bertindak semau kita dengan rahmat kasih itu? Bacaan pertama hari ini mengingatkan kepada kita untuk “Jangan menyangka pengampunan terjamin, sehingga engkau menimbun dosa demi dosa.” (Sir. 5:5). Artinya kita diajak untuk bertanggungjawab atas rahmat kasih yang telah kita terima dari Allah. Caranya adalah dengan membangun sikap tobat yang semakin kuat di dalam hidup kita.

Injil hari ini memberi gambaran yang jelas bagaimana pertobatan itu dibangun, yakni kita diajak untuk berani dengan tegas dalam memutus segala tindakan yang menyebabkan kita jatuh ke dalam dosa. Yesus berkata, “jika tanganmu menyesatkan engkau penggallah; jika kakimu menyesatkan engkau penggallah; jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah …” Melalui ungkapan-ungkapan tersebut Yesus mengajak kita untuk tidak berkompromi terhadap dosa. Kita dipanggil untuk menjadi semakin militan dalam memerangi hawa nafsu dan bujuk rayu dosa dalam diri kita.

Hari ini kita belajar bagaimana menghargai rahmat kasih Allah, yakni mencintai-Nya dengan militan, tidak berkompromi terhadap dosa. Janganlah belas kasih Allah dimanipulasi sebagai pembenaran kita untuk semakin berbuat dosa, melainkan untuk semakin mencintai-Nya dengan segenap jiwa dan raga.

Semakin cinta Tuhan, semakin gak nafsu sama dosa. Semoga Tuhan memberkati kita.

Rabu, 27 Februari 2019

Posted by admin on February 27, 2019
Posted in renungan 

Rabu, 27 Februari 2019

Bac. I : Sir. 4:11-19

Bac. Injil : Mrk. 9:38-40

oleh Dn Reza P

Apakah anda pengguna instagram (ig)? Kalau anda termasuk yang main ig, pasti anda gak akan asing dengan istilah follower atau pengikut, ya kan? Hayo, coba dilihat, sampai saat ini, berapa follower ig anda?

Injil hari ini bicara juga tentang follower, lebih tepatnya pengikut Yesus. Yesus sebagai guru tentu punya followers yaitu para murid-Nya. Apa yang dilakukan oleh follower, pasti sebagian besar terinspirasi dari leadernya. Tapi, menjadi perbincangan ketika ada orang yang bukan pengikut Yesus namun berbuat seperti yang Yesus dan para murid-Nya perbuat, yakni mengusir setan demi nama Yesus. Dan hebatnya, tindakan itu berhasil dilakukan oleh orang yang bukan pengikut Yesus itu.

Para murid gelisah dengan kejadian itu. Mereka lapor kepada Yesus tentang hal itu dan menunggu reaksi Yesus. Mungkin para murid mengira Yesus akan gelisah juga. Namun, ternyata Yesus sama sekali tidak gelisah. Yesus justru membiarkan orang yang bukan pengikut-Nya itu berbuat demikian. Yesus berkata, “Janganlah kamu cegah dia! … Barangsiapa tidak melawan kita, ia dipihak kita” (Mrk. 9: 39,40).

Sikap Yesus ini menunjukkan kebijaksanaan-Nya dalam menilai siapa itu pengikut. Bagi Yesus, pengikut Yesus adalah orang yang sama-sama melawan kuasa jahat yang ada dimana pun, kapan pun dan pada diri siapa pun. Meskipun orang tersebut bukan pengikut-Nya. Yesus ingin mengajak para murid untuk tidak bersikap eksklusif terhadap iman yang mereka imani. Para murid diajak Yesus untuk terbuka menerima siapa pun orang yang memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah, sama seperti yang diperjuangkan oleh Yesus. Misi Yesus bukan misi yang eksklusif. Misi Yesus memberi ruang kepada siapa pun yang berkehendak baik untuk ambil bagian dalam karya kasih-Nya.

Follower itu mesti berkolaborasi dalam bersaksi, bukannya malah antipati dan saling benci. Semoga Tuhan Memberkati.

Hidup Itu Butuh Perjuangan

Posted by admin on February 25, 2019
Posted in renungan 

Selasa, 26 Februari 2019

Bac. I : Sir. 2:1-11

Bac. Injil : Mrk. 9:30-37

Hidup Itu Butuh Perjuangan

oleh Dn Rheza Pramudita

“Hidup itu butuh perjuangan, Le. Kowe kudu tenanan yo”, itu pesan yang diucapkan ibu saya kepada saya, sewaktu saya masuk ke Seminari Tahun Orientasi Rohani Jangli Semarang. Dalam hati saya berkata, “emang sih ada benernya, tapi basi ah”. Saya bisa bilang gitu karena saya sudah sering banget denger kata-kata macam itu. Sebelumnya, saya udah pernah denger pesan macam itu dari guru SD saya, bruder kepala sekolah saya, motivator UN SMA, dan Romo pamong saya di Seminari Mertoyudan. Saking seringnya denger, saya jadi bosen, menyepelekan dan gak mau merenungkan makna dibalik kata-kata itu. Apakah saudara-saudari juga pernah merasa demikian?

Tetapi, sepertinya hari ini, saya diundang Tuhan untuk bertobat. Mengapa? karena ketika saya renungkan, bacaan-bacaan hari ini mengundang saya dan saudara untuk merenungkan pesan “hidup itu butuh perjuangan.” Manusia berjuang dalam hidupnya karena setiap manusia memiliki keinginan untuk meraih sesuatu/mimpi di dalam hidupnya. Tentu tidak mudah dalam berjuang meraih mimpi. Kita berjuang jatuh-bangun dalam suka dan duka serta dalam untung dan malang. Namun Tuhan melalui bacaan pertama, meneguhkan kita, sabda-Nya, “Jangan gelisah pada waktu malang. Berpautlah kepada Tuhan, jangan berpaling dari pada-Nya, supaya engkau dijunjung tinggi pada akhir hidupmu.” (Sir. 2:2-3). Kita disadarkan bahwa ketika kita berjuang di dalam kemalangan, kita harus berpaut, mendekatkan diri kita kepada Tuhan; memohon penyertaan Tuhan. Tuhan tidak akan meninggalkan kita, Ia selalu memperhatikan suara kita yang memohon kepada-Nya, Ia menyelamatkan kita di waktu kemalangan (bdk. Sir. 2:11).

Bacaan Injil memperlihatkan kepada kita bahwa berada dekat dengan Yesus saja tidak cukup, karena, seperti para murid, seringkali kita dekat dengan Yesus tetapi tidak menghiraukan-Nya, tidak mendengarkan sabda-Nya. Kita justru sibuk dengan agenda pribadi kita. Contoh, ketika ada masalah, terkadang kita terburu-buru ingin segera menyelesaikannya dengan usaha dan kekuatan kita sendiri. Kita ingin masalah ini cepat selesai, segera berbuat sesuatu, lupa berdoa. Kita lupa untuk mendahulukan Tuhan dalam setiap tindakan atau keputusan kita. Akibatnya, kita tidak mengerti apa yang dikehendaki Tuhan dalam hidup kita (Mrk. 9:32). Maka, marilah kita juga berjuang untuk mendahulukan Tuhan di dalam setiap tindakan kita agar apa yang kita perjuangkan selaras dengan kehendak Tuhan.

Memang benar bahwa hidup itu butuh perjuangan. Namun, perjuangan kita tidak akan sia-sia ketika kita mau berpaut kepada Tuhan dan mendahulukan Tuhan dalam segala perjuangan kita. Semoga Tuhan memberkati.

Merciful like the Father

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on February 23, 2019
Posted in renungan  | Tagged With: ,

7th Sunday in Ordinary Time [February 24, 2019] Luke 6:27-38

Last week, we listened to the core teaching of Jesus Christ, the Beatitudes. This is the set of conditions that leads a person to blessedness or true happiness. This Sunday, we discover the practical steps on how to achieve this genuine joy. Last week, we learned that Jesus’ Beatitudes is the reversal of worldly order of happiness. For the world, to become greedy rich, violently powerful, and sexually potent are the conditions for happiness. Jesus reverses the order and says that those who are generous, gentle, merciful, and chaste are the ones who are truly happy.

As the Beatitudes are the reversal of worldly order, so also Jesus’ practical teachings on how to achieve these Beatitudes. The world tells us to seek revenge, a tooth for a tooth, an eye for an eye, but Jesus teaches us to forgive, to bless those who curse us, and to pray for those who mistreat us. The world tells us to give something and expect something in return. It is business and investment. But, Jesus instructs us to give in the generosity of heart, without counting the cost, without expecting something in return. The world tells us to love people who love us back and to hate people who hate us, but Jesus preaches that we shall love our enemies and do good to who hate us.

Jesus’ instructions are easier said than done, and in fact, they go against the natural tendencies we have. We may forgive people who do petty and unintentional mistakes, like someone who steps on our foot. However, how are we going to love someone who bullies us, lowers our self-esteem, and causes us depression? How are we going to forgive someone betrays our trust, steals from us, and makes use of us for their personal interest? How are we going to accept someone who sexually and physically abuses us? How are we going to do good to someone who murdered a member of our family? How are we going to forgive someone who never asks our forgiveness?

Human as we are, it is nearly impossible to follow Jesus’ teachings. Yet, it is not totally impossible because we are not animals who blindly follow instincts, but we are created in the image of God who is mercy. Jesus does not teach us the impossible because He knows who we truly are, the children of God. If God can be merciful to the wicked and the ungrateful, if He showers rain for the good and the bad, if He provides for the saints and sinners, we have the potential to imitate Him.

Last Sunday, January 24, in the middle of the Eucharist celebration, two bombs exploded inside and outside the Cathedral of Our Lady of Mount Carmel, July, Philippines. They killed more than 20 mass-goers and injured a hundred more people. Every victim has a story, and every soul has a family. Daisy Delos Reyes, Rommy Reyes and his wife Leah are several regular mass-goers who actively served in the Church. Their bodies were blown apart and deformed. It was so painful, and the people close to them cannot but be in a rage. However, hatred will not solve anything and vengeance never bring true peace. Our brothers and sisters in Jolo were shattered, but they rise from the ashes and rebuild their Church and faith.

Quoting Ed Sheeran, an English singer and songwriter, in his song “Photograph”

“Loving can hurt, loving can hurt sometimes

But it’s the only thing that I know

When it gets hard, you know it can get hard sometimes

It is the only thing that makes us feel alive”

 

Deacon Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

KELUAR DARI ZONA NYAMAN, MASUK ZONA RESIKO

Posted by admin on February 22, 2019
Posted in renungan 

Sabtu, 23 Februari 2019
PW. St. Polikarpus
Ibr. 11:1-7; Mzm. 145:2-3,4-5,10-11; Mrk. 9:2-13

KELUAR DARI ZONA NYAMAN, MASUK ZONA RESIKO

Sebulan sekali, seminari mengadakan rekoleksi dengan tema-tema tertentu. Sesuai dengan namanya: re+koleksi, ‘mengumpulkan kembali’ pengalaman-pengalaman yang sudah terlewati, dan membuat simpul-simpul pemaknaan. Suasana yang khas dalam rekoleksi adalah silentium atau keheningan, karena dalam keheningan-lah, suara Allah bisa menjadi semakin kuat. Keheningan membantu orang untuk masuk dalam suasana doa. Keheningan membuat segala sesuatu yang ruwet, menjadi jelas dan jernih. Meski begitu, sukacita, pemaknaan, nilai-nilai perjumpaan dengan Allah yang didapatkan selama rekoleksi, tidak mungkin disimpan sendiri. Akhirnya orang mesti membawanya juga dalam kehidupan yang nyata, dan situasi yang konkret. Jangan sampai, kita hanya merasa damai dan tenang, namun tidak berani menghadapi kenyataan-kenyataan dunia.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini, mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes ke gunung tinggi. Dan di depan ketiga muridNya, Yesus berubah rupa dan menampakkan kemuliaanNya. Saking bahagia dan sukacitanya, Petrus sampai berkata kepada Yesus, hendak mendirikan kemah untuk Yesus, Musa dan Elia. Namun Yesus justru mengatakan bahwa para murid ini tidak paham dengan apa yang baru saja dikatakan Petrus. Bagi para murid, barangkali mengikuti Yesus akan selalu berada dalam kemuliaan, kebahagiaan dan sukacita. Yesus justru hendak menunjukkan kenyataan sesungguhnya bahwa, mereka harus berani ‘turun gunung’, berani menghadapi kenyataan dunia, dan keluar dari zona nyaman. Jangan cepat puas, kalau kita merasa sangat dekat dengan Tuhan, namun tidak berani menghadapi kenyataan dan permasalahan sehari-hari. Kita dibekali sukacita dan kebahagiaan karena perjumpaan personal dengan Tuhan, dan itulah yang menjadi senjata kita memasuki zona-zona resiko kehidupan kita.

Selamat pagi, selamat menjalani hidup baru dengan sukacita dan kebahagiaan.

Translate »