Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

St. Ignatius dari Loyola

Posted by admin on July 30, 2015
Posted in renungan 

Jumat, 31 Juli 2015. 

Imamat 13: 1.4-11.15-16.27.34b-37; Mzm 81:3-4.5-6ab.10-11ab; Mat. 13:54-55.56b-58

Bacaan-bacaan yang dikumandangkan pada perayaan Ekaristi hari ini, mengajak kita untuk kembali mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Allah menetapkan hari-hari raya untuk mengajak umatNya senantiasa bersyukur karena Allah berkenan mengikat umatNya dengan cintaNya yang luar biasa besar, yakni dengan merelakan PuteraNya mengalami penderitaan sampai wafat di kayu salib demi keselamatan umatNya.

Keselamatan yang datang dari Allah memang sudah ditunggu-tunggu oleh umat Israel selama ratusan tahun. Namun pemahaman umat Allah akan keselamatan itu bervariasi. Pengharapan akan datangnya Anak Manusia dari surga di antara umat juga berbeda-beda. Sebagai akibatnya pewartaan Yesus tentang hadirnya Kerajaan Allah di tengah-tengah umat dengan tanda-tanda ajaib tidak diterima oleh seluruh umat. Ada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pengharapan yang keliru mengenai karya Yesus Kristus.

Salah satunya adalah umat di kampung Nazareth, tempat Yesus tumbuh dan dibesarkan. Yesus yang pada waktu itu mulai terkenal sebagai nabi besar, yang dipercayai sebagai Anak Manusia yang turun untuk menyelamatkan umat, menghadapi tuntutan dan harapan umat yang pragmatis. Kalau Yesus sang Anak Manusia telah datang dengan pewartaan yang berwibawa, kekuasaan, kebijaksanaan, kerahiman ilahi, dan tanda-tanda mukjijat menyertainya, maka sudah selayaknya kalau Yesus menjadi seorang raja di tanah Galilea yang bisa mengalahkan keangkuhan kekuasaan Yerusalem, pemurnian kesesatan Samaria, penghancuran kekuasaan raja boneka Herodes dan pengusiran orang kafir Romawi dari tanah suci. Kalau hal ini terjadi maka Galilea yang merupakan tanah yang relative lebih subur, penduduknya bersifat terbuka pada kemajuan kebudayaan, akan menjadi “a leading country” untuk kesejahteraan rohani dan jasmani. 

Begitulah kira-kira latar belakang mengapa orang-orang dari kampung Nazareth tidak lagi menyambut Yesus dengan antusias karena beberapa kali Yesus menolak permintaan dan harapan mereka dengan pergi menyingkirkan diri ke tempat-tempat terpencil dan sunyi untuk berdoa, artinya memohon kekuatan dari Allah sekaligus penyerahan diri kepada kehendak Allah. Umat di Nazareth tidak mau lagi percaya kepada Tuhan Yesus, maka Yesus tidak bisa mengerjakan mukjijat di situ.

Kalau kita mengharapkan mukjijat terjadi, marilah kita percaya kepada Kristus. Dialah yang menciptakan kehidupan, Dialah yang memelihara kehidupan dengan karya penyelamatanNya di kayu salib. Kita harus percaya bahwa Yesus Kristus Tuhan kita berkenan mengubah situasi hidup kita menjadi lebih baik, menyembuhkan semua penyakit-penyakit fisik dan mental kita, membuat kerohanian kita bersemangat kembali, mendorong kita kembali giat melayani sesama yang malang dan miskin, dan mendewasakan iman kepercayaan kita pada Kristus sumber kedamaian dan kegembiraan.

 

Mengikuti Kristus

Posted by admin on July 29, 2015
Posted in Podcast 

mn20120603_p1

Kamis, 30 Juli 2015

Posted by admin on July 29, 2015
Posted in renungan 

 

Kel. 40:16-19.34-38; Mzm 84:3.4.4.5-6a.8a.11; Mat. 13:47-53

Bacaan-Bacaan yang kita dengarkan pada Perayaan Ekaristi hari ini mengajak kita untuk melihat kerohanian kita. Nabi Musa mengajak umat Israel untuk mendirikan kemah suci sesuai kehendak Allah. Di kemah Suci itulah Allah bersemayam dan membimbing, menuntun, dan memimpin mereka menuju tanah terjanji. Orang-orang bergembira dan bernyanyi, “Betapa menyenangkan tempat kediaman-Mu, ya Tuhan, Allah semesta alam”.

Yesus diutus Allah Bapa untuk mengabarkan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah. Inilah situasi atau suasana ketika Allah memimpin, menuntun, membimbing, dan memberi rejeki kebutuhan sehari-hari kepada umat-Nya. Suasana yang membahagiakan kerajaan Allah ini baru akan dialami oleh manusia secara penuh pada akhir jaman. Pada hari kiamat akan ada pemisahan antara orang yang baik dan orang yang jahat. Allah akan menyelamatkan mereka yang baik dan mencampakkan yang jahat ke dalam neraka.

Harapan kita sebagai pengikut setia Kristus adalah menerima anugerah keselamatan itu. Hal ini akan membuat kita terus-menerus melakukan refleksi diri mengenai sikap hidup kita sehari-hari. Bagaimana kita hidup sehari ini? Apakah perbuatan yang buruk yang telah kita lakukan? Apakah yang mendorong kita melakukan dosa-dosa? Apakah resiko dari perbuatan-perbuatan kita yang buruk? Bagaimana kita bisa keluar dari lingkaran perbuatan yang buruk? Apakah dengan doa pribadi dan mengikuti retret, ziarah, beramal akan semakin membuat kita menjadi baik?

Seringkali kita harus jujur, bahwa kita memiliki kehendak yang kuat untuk berbuat yang baik, namun dalam hati, kita memiliki motivasi yang tercampur antara melalukan sesuatu yang baik demi membantu orang lain atau demi mendapatkan pujian dari orang lain yang melihat perbuatan baik kita, sehingga kita bisa berbangga karena dipuji oleh orang lain. Juga ada kebutuhan-kebutuhan psikologis (kejiwaan) kita yang menuntut untuk dipenuhi, sayangnya ada kebutuhan-kebutuhan kejiwaan (psikologis) dalam diri kita yang bertentangan dengan nilai-nilai kerajaan Allah.

Misalnya kebutuhan kejiwaan untuk mendominasi, mengalahkan, menghancurkan dan menguasai orang lain. Kebutuhan ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang bersifat melayani dan membangun kedamaian melalui cinta kasih. Para diktator militer yang pernah berkuasa, misalnya Hitler, tampak dengan jelas sekali dalam hidup mereka, adanya kebutuhan kejiwaan untuk mendominasi atau menguasai, menghancurkan orang lain.

Kita sebagai orang beriman kepada Kristus sumber kedamaian sejati semakin didorong untuk mengalahkan kecenderungan ke arah kejahatan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, sehingga kita mengurangi ruang gerak kejahatan dan semakin memberi ruang bagi kerajaan Allah untuk memperluas pelayanannya.

St.Marta, Perawan dan sahabat Yesus.

Posted by admin on July 28, 2015
Posted in renungan 

Kel. 34:29-35; Yoh. 11:19-27- PW St. Marta, Perawan dan sahabat Yesus.

Dalam kisah perjumpaan Yesus dengan keluarga Marta dalam Injil yang kita dengarkan hari ini tampak Bagaimana Yesus sangat prihatin dengan keluarga tersebut karena meninggalnya Lazarus saudara Marta. Yesus datang memberikan pengiburan sejati dengan membangkitkan Lazarus. Karena Yesus mengetahui bahwa dalam keluarga itu dan juga dalam komunitas yang percaya kepada Yesus, peran Lazarus masih sangat dibutuhkan.

Dari kenyataan itu kita bisa membayangkan Bagaimana perasaan kehilangan itu meliputi seluruh keluarga dan komunitas. Perasaan kehilangan semakin diperburuk dengan ketakutan dan kegelisahan karena penopang kesejahteraan keluarga dan komunitas telah pergi untuk selamanya. Dengan kata lain, selain perasaan berduka mereka itu juga mengalami kekuatiran akan masa depan; yang ada dalam benak mereka adalah kesulitan-kesulitan belaka.

Dalam keadaan tersebut Yesus datang memberikan penghiburan. Yesus berinisiatif untuk membantu setelah Ia mendengar musibah yang melanda keluarga dan komunitas tersebut. Bantuan Yesus dengan membangkitan kembali Lazarus tidak hanya sebuah penghiburan murahan, namun justru keselamatan. Keselamatan akan hal-hal di dunia ini: keutuhan keluarga, terjaminnya kembali kelangsungan pekerjaan yang menopang kebutuhan- kebutuhan dasar manusia, terpeliharanya kembali iman komunitas akan Yesus Kristus yang dipersaksikan oleh salah satu sahabat dekat Yesus sendiri.

Juga kisah mukjijat kebangkitan Lazarus ini dimaksudkan oleh Yesus untuk menegaskan kembali siapa Dia sebenarnya. Ia adalah Tuhan atas hidup dan kematian karena Ia adalah Firman dan dengan Firman itu segala sesuatu dijadikan termasuk hidup umat manusia. Yesus yang kita Imani adalah Pencipta segala sesuatu.

Iman yang demikianlah yang akan menopang kita untuk tetap setia kepada Yesus. Kita hidup di masa yang sering iman akan Yesus hanyalah sekedar untuk tampak sebagai orang baik atau supaya menjaga perasaan keluarga maka saya datang ke Perayaan Ekaristi bersama keluarga agar keutuhan keluarga tampak di mata orang lain, padahal hati saya tidak berada di sana, di dalam perayaan Ekaristi itu.

Kita perlu belajar dari kedekatan hati yang mencintai Yesus dari keluarga Marta dalam Injil. Maka yang pokok untuk memiliki iman pribadi akan Yesus adalah kedalaman cinta kepada Yesus Kristus yang kita ungkapkan dalam doa-doa pribadi dan perayaan Ekaristi dan kita wujudkan dalam berbela rasa dan peduli akan kebutuhan sesama yang kekurangan.

Hendaknya kita datang kepada Yesus bukan hanya ketika kita membutuhkan pertolongan agar kita dihibur; kita juga datang kepada Yesus dalam perayaan Ekaristi bukan karena obligasi moral dan demi nama baik kita sendiri dan keluarga, melainkan, kita datang kepada Kristus karena kita cinta Tuhan.

Berbagi

Posted by admin on July 28, 2015
Posted in Podcast 

share
Translate »