Jumat, 31 Juli 2015.
Imamat 13: 1.4-11.15-16.27.34b-37; Mzm 81:3-4.5-6ab.10-11ab; Mat. 13:54-55.56b-58
Bacaan-bacaan yang dikumandangkan pada perayaan Ekaristi hari ini, mengajak kita untuk kembali mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Allah menetapkan hari-hari raya untuk mengajak umatNya senantiasa bersyukur karena Allah berkenan mengikat umatNya dengan cintaNya yang luar biasa besar, yakni dengan merelakan PuteraNya mengalami penderitaan sampai wafat di kayu salib demi keselamatan umatNya.
Keselamatan yang datang dari Allah memang sudah ditunggu-tunggu oleh umat Israel selama ratusan tahun. Namun pemahaman umat Allah akan keselamatan itu bervariasi. Pengharapan akan datangnya Anak Manusia dari surga di antara umat juga berbeda-beda. Sebagai akibatnya pewartaan Yesus tentang hadirnya Kerajaan Allah di tengah-tengah umat dengan tanda-tanda ajaib tidak diterima oleh seluruh umat. Ada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pengharapan yang keliru mengenai karya Yesus Kristus.
Salah satunya adalah umat di kampung Nazareth, tempat Yesus tumbuh dan dibesarkan. Yesus yang pada waktu itu mulai terkenal sebagai nabi besar, yang dipercayai sebagai Anak Manusia yang turun untuk menyelamatkan umat, menghadapi tuntutan dan harapan umat yang pragmatis. Kalau Yesus sang Anak Manusia telah datang dengan pewartaan yang berwibawa, kekuasaan, kebijaksanaan, kerahiman ilahi, dan tanda-tanda mukjijat menyertainya, maka sudah selayaknya kalau Yesus menjadi seorang raja di tanah Galilea yang bisa mengalahkan keangkuhan kekuasaan Yerusalem, pemurnian kesesatan Samaria, penghancuran kekuasaan raja boneka Herodes dan pengusiran orang kafir Romawi dari tanah suci. Kalau hal ini terjadi maka Galilea yang merupakan tanah yang relative lebih subur, penduduknya bersifat terbuka pada kemajuan kebudayaan, akan menjadi “a leading country” untuk kesejahteraan rohani dan jasmani.
Begitulah kira-kira latar belakang mengapa orang-orang dari kampung Nazareth tidak lagi menyambut Yesus dengan antusias karena beberapa kali Yesus menolak permintaan dan harapan mereka dengan pergi menyingkirkan diri ke tempat-tempat terpencil dan sunyi untuk berdoa, artinya memohon kekuatan dari Allah sekaligus penyerahan diri kepada kehendak Allah. Umat di Nazareth tidak mau lagi percaya kepada Tuhan Yesus, maka Yesus tidak bisa mengerjakan mukjijat di situ.
Kalau kita mengharapkan mukjijat terjadi, marilah kita percaya kepada Kristus. Dialah yang menciptakan kehidupan, Dialah yang memelihara kehidupan dengan karya penyelamatanNya di kayu salib. Kita harus percaya bahwa Yesus Kristus Tuhan kita berkenan mengubah situasi hidup kita menjadi lebih baik, menyembuhkan semua penyakit-penyakit fisik dan mental kita, membuat kerohanian kita bersemangat kembali, mendorong kita kembali giat melayani sesama yang malang dan miskin, dan mendewasakan iman kepercayaan kita pada Kristus sumber kedamaian dan kegembiraan.

