Rm Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on September 30, 2025
Posted in renungan
Rm Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on September 30, 2025
Posted in Podcast
Lukas 9:57–62 | Peringatan St. Theresia dari Lisieux – 1 Oktober
Rm Agung Wahyudianto O.Carm
Injil hari ini membongkar semangat ikut Tuhan yang terlalu romantis. Orang-orang datang kepada Yesus dengan niat yang tampaknya mulia—ingin mengikuti-Nya, bahkan rela meninggalkan segalanya. Tapi Yesus tidak menjawab dengan kata-kata manis. Ia justru menunjukkan kerasnya jalan itu: tidak ada tempat untuk bersandar, tidak ada jaminan kenyamanan, tidak ada ruang untuk menoleh ke belakang.
Dan di sinilah St. Theresia dari Lisieux menjadi contoh luar biasa—bukan karena ia mengalami banyak penghiburan rohani, tapi justru karena ia tetap setia ketika tak merasakan apa-apa. Ia mengalami masa-masa gelap dalam batin, di mana doa terasa kering, Tuhan seolah jauh, dan hidup biara penuh keterbatasan. Tapi ia tidak pergi. Ia tidak mengeluh. Ia taat, dalam diam.
Dalam dunia yang menyukai emosi positif, spiritualitas sering dikaitkan dengan rasa damai, sukacita, dan penghiburan. Tapi Injil hari ini dan hidup Theresia mengingatkan kita bahwa mengikuti Tuhan bukan soal merasa baik, tapi soal tetap hadir—meski tidak melihat terang. Kadang, cinta sejati justru lahir bukan dari perasaan, tapi dari keteguhan hati yang tetap mencintai dalam malam iman.
Theresia pernah menulis:
“Aku tidak melihat apa-apa, aku tidak merasakan apa-apa. Tapi aku percaya. Dan aku mencintai.”
Hari ini, mari kita bertanya dalam diam:
Apakah aku tetap setia kepada Tuhan ketika doa terasa kosong?
Apakah aku berani mencintai tanpa perlu merasa kuat atau bahagia?
Karena mungkin, ketaatan tanpa romantisme adalah bentuk iman paling jujur—dan paling menyentuh hati Tuhan.
Posted by admin on September 29, 2025
Posted in Podcast
Rm Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on September 29, 2025
Posted in renungan
RP Hugo Yakobus Susdiyanto O.Carm
Lukas 9:51-56
Pw, St. Hieronimus
Selasa, 30 September 2025
Ada sebuah ungkapan Jawa, “Sugih tanpa bondho, digdoyo tanpa aji, nglurug tanpa bolo, menang tanpa ngasorake”. Sugih tanpa bondho artinya merasa kaya tanpa harta, ketika orang kaya hati dan pikiran. Digdoyo tanpa aji artinya digdaya tanpa kesaktian. Dengan hati dan pikiran baik, secara tidak langsung membentuk perilaku yang baik. Dampaknya meski tanpa kesaktian, orang lain akan menghargai dan segan. Sedangkan “nglurug tanpa bolo”, melawan tanpa kawan, berarti melawan diri sendiri, egoisme. Dan “menang tanpa ngasorake”, menang tanpa merendahkan. Ketika seseorang memiliki hati dan pikiran yang baik, berperilaku baik, tidak egois. Maka orang lain akan menaruh hormat.
Misi Yesus ke dunia adalah melaksanakan karya penyelamatan bukan dengan kekerasan atau senjata, melainkan dengan kasih-Nya. Perjalanan-Nya ke Yerusalem adalah untuk melaksanakan misi kasih dan penyelamatan-Nya. Akan tetapi orang Samaria menolak perjalanan Yesus ke Yerusalem. Mengapa? Karena mereka mengira Yesus mau beribadah di Yerusalem. Bagi mereka tempat yang benar untuk beribadah adalah gunung Gerizim, dan bukan Yerusalem. Reaksi Yakobus dan Yohanes, “si anak-anak guntur” terhadap penolakan tersebut ingin menggunakan kekerasan yakni menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka. Namun Yesus menegur mereka. Sebab hal tersebut berlawanan dengan misi Yesus. dengan kata lain, ungkapan, “Sugih tanpa bondho, digdoyo tanpa aji, nglurug tanpa bolo, menang tanpa ngasorake” ada di dalam diri Yesus.
Teguran Yesus terhadap kedua murid-Nya memberikan pelajaran penting tentang kasih, pengampunan, dan tujuan hidup sebagai pengikut Yesus. Kita dipanggil untuk mengasihi semua orang, termasuk mereka yang mungkin menolak kita, dan untuk tetap setia pada panggilan Tuhan, apapun tantangannya. Untuk itu kita perlu semakin mendalami Yesus dan sabda-Nya yang tertulis dalam Kitab Suci. Kita perlu terus-menerus mengamalkan nasehat St. Hieronimus, “siapa yang tidak mengenal Kitab Suci, maka tidak mengenal Kristus”. Maka mari kita menjadika Kitab Suci sebagai dasar hidup kita. Dengan demikian, kasih dan pengampunan menjadi nafas kehidupan kita.
Posted by admin on September 28, 2025
Posted in Podcast
Rm Gunawan Wibisono O.Carm