Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Teladan pelayan dan pemimpin yang rendah hati

Posted by admin on March 31, 2021
Posted in renungan 

KAMIS PUTIH, 01 APRIL 2021

Luk 4:16-21

            Kamis Putih adalah perayaan untuk mengenang kembali ketika Yesus melembagakan, mewariskan sakramen ekaristi dan imamat. Sakramen ekaristi, saat Yesus sendiri mengorbankan DiriNya untuk keselamatan umat manusia. Peristiwa ekaristi juga ditandai oleh sikap mau berkorban dan melayani. Yesus memberikan teladan bagi kita sebagai seorang pemimpin yang melayani. Dari Santo Vincentius, kita belajar bagaimana memperlakukan orang miskin seperti tuan dan guru. Kita mau melayani orang lain dengan kerendahan hati dan totalitas.

            Kamis putih adalah perayaan suci yang memperingati lahirnya Ekaristi Kudus. Dalam peristiwa perjamuan itu, Yesus memberikan pengajaran dengan tindakan simbolis, yakni mencuci kaki para rasul. Tindakan itu tentu saja kontroversial. Sebab mencuci kaki adalah pekerjaan seorang hamb, sangat tidak pantas dilakukan oleh Sang Guru Agung Yesus. Maka sangat bisa dimengerti jika Petrus awalnya memprotes tindakan Yesus itu. Satu nilai yang hendak diajarkan Yesus adalah: tindakan pelayanan itu harus dilakukan dengan total dan penuh kerendahan hati, tanpa perlu memandang status. Yesus yang adalah Guru dan Tuhan, dan memang Ia adalah Guru dan Tuhan, mau mencuci kaki para rasul. Maka hendaknya semua pengikut-Nya saling melayani mencontohi tindakan Sang Guru dan Tuhan.

            Tidak semua kita bisa menerima dan memahami ajaran Yesus itu. Tak jarang kita masih terkena virus arogansi kekuasaan, jabatan dan status diri, sehingga kita menuntut orang lain harus menghormati kita. Orang-orang yang kita pandang rendahan harus hormat pada diri kita. Bawahan dan karyawan harus hormat pada pimpinan. Peristiwa Kamis Putih menjungkirbalikkan pola pikir semacam itu. Yesus justru menampilkan diri sebagai seorang hamba yang rendah hati, mencuci kaki para rasul yang adalah murid-murid-Nya. Beranikah kita mengubah pola pikir kita yang ingin dihormati dan dihargai? Sudahkah kita mengikuti ajakan Yesus yang rendah hati mau melayani?

“Tuhan Yesus, cintaMu mendorong kami untuk mengasihi dan mengampuni orang lain. Buatlah kami mampu menghayati misteri wafat dan kebangkitanMu dalam tindakan saling mengasihi dan berbelas kasih”

RABU, 31 MARET 2021

Mat 26:14-25

            Dosa membuat diri kita terbelenggu oleh keinginan dan kehendak kita semata. Akibat dosa menjadikan diri kita menjauhkan dari kasih Allah. Bibit dosa dimulai dari sikap acuh dan dingin terhadap kasih Allah dan pada saaatnya dosa itu menjadi tindak kejahatan. Itulah yang dialami oleh Yudas Iskariot. Di saat Yesus berbicara mengenai penyerahan DiriNya sebagai wujud tindakan kasih, di saat yang sama Yudas Iskariot merencanakan kejahatan dan bertanya kepada imam-imam kepala mengenai imbalan apa yang akan dia terima sebagai upah menyerahkan Yesus. Yudas berbicara mengenai imbalan dan keuntungan, sedang Yesus berbicara mengenai pengorbanan diri dan penderitaan. Yesus dengan sadar menghadapi penderitaan karena kasih dan belaskasihNya kepada manusia. Yudas mungkin tidak mempunyai maksud untuk mengkhianati Yesus. Tindakan penkhianatan tersebut dimotivasi oleh kekecewaannya kepada Yesus dan juga oleh keserakahannya. Yudas Iskariot memimpikan Yesus sebagai tokoh yang memiliki kekuasaan politis, seperti raja. Namun hal itu tidak terjadi. Akhirnya Yudas menolak untuk menerima Yesus sebagai Mesias, Raja Damai yang diurapi Allah. Yesus datang ke dunia sebagai seorang Hamba yang melayani, menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.

            Tak jarang kita dibelenggu oleh keinginan dan kehendak diri kita sendiri dan berkeras hati serta tidak peduli dengan apa yang dikehendaki Allah. Kita tak jarang melakukan apa yang dilakukan oleh Yudas Iskariot. Kita lebih memilih menjadi buta daripada melihat karya kasih Allah dan memilih tuli daripada mendengarkan bisikan Roh Kudus yang menuntun kepada kebaikan. 

“Allah Bapa kami, kuatkanlah kami dalam mengatasi kelemahan dan kerapuhan kami. Kami memohon kepadaMu agar kami tetap setia kepada kehendakMu dan mempunyai keberanian serta hati yang berkobar dalam mengikuti jalan salibMu”

Yudas dan Petrus

Posted by admin on March 29, 2021
Posted in renungan 

SELASA, 30 MARET 2021

John 13:21-33,36-38

            Di saat-saat Yesus memasuki kisah sengsara, para murid seolah ditantang untuk berani mengambil sikap: pergi meninggalkan Yesus atau tetap setia bersamaNya meski mempunyai kelemahan dan kerapuhan. Dalam kisah Injil hari ini ditampilkan dua pribadi yang berbeda yaitu Yudas Iskariot dan Simon Petrus. Persamaan dari kedua pribadi itu adalah keduanya melakukan penyangkalan terhadap Yesus, Guru mereka. Namun apa yang menjadi perbedaan dari kedua tokoh tersebut? Yudas mengkhianati Yesus dengan suatu rencana jahat. Tindakan Yudas begitu dingin dan penuh perhitungan (mencari keuntungan bagi diri sendiri). Tidak demikian dengan Petrus, meskipun ia menyangkal Yesus, ia tidak pernah bermaksud demikian. Seperti kita ketahui bahwa pribadi Petrus yang impulsif (berbicara tanpa dipikir terlebih dahulu) namun ia mempunyai sikap yang loyal dan penuh antusias dalam mengikuti Yesus. Di akhir kisah hidup mereka ada suatu perbedaan, Petrus menyesal dan bertobat sedangkan Yudas menjauhkan diri dari Yesus dan bunuh diri.

            Kisah dalam Injil hari ini seolah menampilkan kelicikan hati Yudas, di saat yang sama Yesus mengungkapkan kasih yang mendalam kepada para muridNya, “Di dalam perjamuan Paskah dengan murid-muridNya, Yesus sangat terharu, lalu bersaksi, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” Injil Yohanes mengatakan bahwa setan masuk dalam diri Yudas sehingga ia segera meninggalkan Yesus. Setan bisa membujuk kita dari cinta menjadi benci, kekudusan menjadi keangkuhan, rendah hati menjadi kesombongan, ketekunan dalam bekerja menjadi tidak ada waktu untuk berdoa, dan sebagainya. Kita diundang untuk berjaga dan waspada terhadap permainan atau bujukan dari setan yang ingin menjauhkan kita dari Allah. Roh Kudus akan memberikan kepada kita, rahmat dan kekuatan dalam masa-masa pencobaan. Marilah bersiap mengikuti Yesus dalam jalan salibNya.

“Tuhan Allah kami, berilah kami hati yang setia dan teguh dalam beriman kepadaMu. Anugerahkanlah kami hati yang memahami misteri kasihMu dan kesetiaan dalam mengikutiMu dalam jalan salib”

Memasuki kisah sengsara Yesus dengan cinta yang mendalam

Posted by admin on March 28, 2021
Posted in renungan 

SENIN, 29 MARET 2021

Yoh 12:1-11

            Tak jarang kita ingin menghabiskan waktu berlama-lama dan berkualitas bersama seseorang yang akan berpisah dengan kita, mungkin karena akan bepergian jauh dan sebagainya, bisa jadi ketika kita mempunyai firasat dia akan pergi selamanya karena sakit. Kita diajak merenungkan dua sikap ketika Yesus akan memasuki kesengsaraan, salib dan kebangkitan, yaitu sikap yang ditunjukkan oleh Maria, saudari Lazarus dan sikap yang ditunjukkan oleh Yudas Iskariot. Maria mencurahkan cinta dan perhatiannya kepada Yesus yang akan memasuki kesengsaraan, penderitaan dan kebangkitanNya dan Yudas Iskariot justru mengkritik tindakan Maria.

            Maria menunjukkan sikap penuh cinta, pemberian yang total dengan meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. Bagi orang Yahudi, rambut adalah sesuatu yang berharga bagi seorang wanita. Maria menunjukkan sikap mau memberikan yang terbaik bagi Yesus, dengan meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu dan menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Bagi Maria, cinta kepada Yesus dan rasa syukurnya atas belaskasih Allah mengalahkan segala macam tantangan.

            Yudas Iskariot melihat tindakan Maria sebagai suatu pemborosan uang dan ia berdalih uang tersebut dapat digunakan untuk orang miskin. Sikapnya tersebut dilatarbelakngi oleh sikap keserakahannya akan uang. Ia mengkritik tindakan Maria dengan motivasi yang jahat.

            Sikap murah hati dan penuh cinta kepada Yesus, seperti Maria lakukan adalah teladan bagi kita untuk bersikap demikian dalam merenungkan sengsara Tuhan kita Yesus Kristus. Kita diundang untuk bermurah hati dalam berdoa dan merenungkan peristiwa Yesus yang menghadapi penderitaan dan wafat di kayu salib hingga sampai kebangkitanNya. Bermurah hati diwujudkan dalam waktu yang cukup untuk berdoa, hening, merenungkan kisah sengsara. Duduk berdiam bersama Bunda Maria, memandang Sang Putera, Penebus dosa-dosa kita.

“Tuhan Yesus berilah kami iman yang hidup, kasih yang berbuah dalam tindakan. Singkirkanlah dalam diri kami, sikap suam-suam kuku dalam merenungkan SabdaMu dan sikap malas dalam berdoa. Berilah kami rahmatMu untuk bermurah hati dalam merenungkan kisah sengsaraMu agar kami pun bangkit bersamaMu”

The Colt

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on March 27, 2021
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

Palm Sunday of the Lord’s Passion [B]
March 28, 2021
Mark 11:1-10; Mark 14 – 15

Palm Sunday marks the beginning of the Holy Week, a most sacred week in our liturgical year. This year’s celebration may be different from other years because of the pandemic, but this does not stop us from having a solemn and meaningful celebration. One of the usual questions people ask about the celebration of Palm Sunday: “Why did Jesus ride a donkey?” Jokingly I replied, “well, an online taxi was not yet available during that time!”
The standard answer to this question is that Jesus would like to show Himself as a meek and humble king, rather than a power-lust and war freak general who rides a stallion. This answer is correct, but it does not give us a complete picture. If we try to go deeper into Mark gospel alone, we will unearth the Old Testaments’ fulfillments.
The choice of the colt is deliberate on the part of Jesus because He is fulfilling the prophecy of Zachariah. In essence, the prophet Zechariah foretold that someday a gentle, yet victorious king will enter Jerusalem, riding a colt [see Zec 9:9]. Yet, there are more!
If we go back to the Old Testament, we will find a king of Israel who indeed rode this humble animal. He was Salomon, David’s son when he was ascending to his throne [1 Kings 1:33]. By riding a colt, He signifies that He is the new Salomon ascending to His new throne, the cross.
Mark is telling us also that people are spreading their clothes also before Jesus. Going back to the Old Testament, we also discover a king of Judah whose ascension to the throne received this kind of gesture also from the people. His name is Jehu [2 Kings 9:12]. Aside from that, Mark is informing us that people welcome Jesus with leafy branches. Again, if we go back to the old testament, green branches were used to receive Judas Maccabeus, who retook Jerusalem from the enemy’s hands [2 Mac 10:7]. Jesus is indeed a gentle king, but He is also a victorious conqueror of His enemies. One more thing is that Mark added the expression ‘… our Father David…” David is undoubtedly not one of the Israelites patriarchs [Abraham, Isaac, and Jacob]. Still, the people of Israel recognized king David as the nation’s father, a king that protects and provides for his people.
From here, we can draw a stunning conclusion on this Palm Sunday. Jesus is riding on the unridden colt to show that He is Messiah King in the line of David, in the likeness of Salomon and Jehu, as well as a victorious king who will conquer His enemies. Yet, there is something even remarkable. Mark gives us a unique detail: this colt is untamed and untrained. Jesus’ choice to ride this wild animal shows His mastery over wild beasts and nature. He is not just the king of Israel, the king of humankind, but He is a king of all nature. Indeed, a colt is a good ride for the king of the universe.
However, we must not be happy too soon. There are more secrets to be opened and more prophesies to be fulfilled as we enter the drama of Holy Week.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Translate »