Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Siapa Harta dan Mutiaramu?

Posted by admin on July 31, 2018
Posted in renungan 

Rabu 1 Agustus 2018
PW S. Alfonsus Maria de Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja

Siapa Harta dan Mutiaramu?
Bacaan Injil  Mat  13:44-46
Dalam bacaan Injil hari ini Yesus mengumpamakan Kerajaan Surga itu seperti harta yang terpendam diladang dan mutiara yang berharga. Dari cerita injil ini kita langsung mengetahui dengan jelas maksud Yesus yakni: Kerajaan Surga itu adalah sesuatu yang penting dan berharga yang harus kita cari dan temukan. Mengapa Kerajaan Surga sesuatu yang berharga atau bernilai? Karena Kerajaan Surga itu memberikan  kebahagiaan dan kedamaian sejati yang tidak dapat diberikan oleh dunia. Yesus dalam kesempatan lain mengatakan carilah dahulu Kerajaan Surga dan kebenarannya maka yang lain akan ditambahkan kepadamu (Mat 6:33).
Tentu kita bertanya bagaimana kita dapat menemukan Kerajaan Surga? Kerajaan Surga dapat kita temukan dalam diri Yesus Kristus  sendiri. Yesus telah menunjukkan sendiri bagaimana Dia pertama-tama  dan terus – menerus mencari kehendak Bapanya, sebelum membantu mereka yang membutuhkan.
Kita sebagai orang Katolik yang dipanggil untuk menjadi saksi Yesus, sungguhkah kita menemukan harta yang terpendam dan mutiara dalam diri Yesus? Atau sebaliknya kita temukan harta yang terpendam dan mutiara yang indah itu dalam kehidupan duniawi? Uang, kedudukan, power dan hal-hal duniawi lainya yang menggantikan Tuhan?
Bacaan hari ini, mengajak kita kembali untuk menemukan mutiara itu dalam relasi kita dengan Tuhan. Relasi yang memampukan dan menggerakan kita untuk tetap fokus pada sang mutiara sejati yakni Yesus sendiri. Perjuangan untuk tetap bertumbuh dalam relasi itu, butuh usaha dan pengorbanan, akan tetapi kalau kita tetap setia, sukacita besar akan menjadi milik kita selamanya.
Mari kita mencontohi St. Alfonsus yang kita peringati pestanya hari ini, telah menjadikan Yesus sebagai mutiara yang indah dan menawan dalam tugas perutusan yang dipercayakan kepadanya.

Menjadi Benih yang Tangguh di Tengah Himpitan Ilalang

Posted by admin on July 30, 2018
Posted in renungan 

Selasa   31 Juli 2018
PW S. Ignasius dari Loyola, Imam

Menjadi Benih yang Tangguh di Tengah Himpitan Ilalang
Mat  13:36-43

Setiap kali membersihkan ladang disamping rumah, saya selalu memperhatikan ilalang yang tumbuh begitu cepat dari benih. Suatu hari saya  bertanya kenapa ilalang yang telah dibersihkan muncul kembali? Saya mencoba dengan sabar mencari penyebabnya. Akhirnya saya menemukan bahwa kalau ilalang itu tidak diberihkan sampai ke akar-akarnya maka ilalang tersebut akan tumbih kembali. Dalam membersihkan ladang, saya sungguh hati-hati agar benih yang saya tanam itu tidak tercabut dan mati karena akar ilalang itu ternyata panjang dan sering bercabang. Lalu bagaimana mensiasati  agar benih tidak dihimpit oleh ilalang dan mati?  Yang saya lakukan adalah memotong akar ilalang sejauh dapat tanpa harus mengorbankan benih yang baik.
Benih yang baik adalah anak-anak Kerajaan Allah yang hidup ditengah dunia dengan begitu banyak persoalan yang datang silih berganti. Kalau anak-anak kerajaan tidak dirawat,  tidak didampingi dengan baik maka cepat atau lambat mereka akan dihimpit oleh dunia dengan tawaran-tawarannya lebih memukau.
Anak-anak kerajaan itu adalah kita sendiri yang telah dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi pengikutNya. Kita sendiri mengalami bahwa begitu banyak tantangan dalam hal mengikuti Tuhan. Seperti benih tumbuh diantara ilalang, demikianpun kita sebagai anak-anak kerajaan harus tegar  untuk bertumbuh ditengah-tengah tawaran dunia yang semakin hari semakin gencar.
Ditengah tawaran dunia yang memikat, apakah iman kita harus luntur untuk mengikuti Yesus?  Apakah kita menyerah saja pada keadaan manakala kita mengalami tantangan hidup  yang menurut kaca mata kita tidak ada jalan keluar?
Satu kunci untuk tetap tegar dalam menghadapi gelombang atau arus dunia yang tanpa kompromi adalah menyadari bahwa kita tidak berjalan sendiri. Tuhan selalu beserta kita. Kita adalah Pilihan Tuhan yang dipanggil untuk mewartakan sukacita Injili ditengah-tengah dunia ini. Kita adalah orang-orang yang mendapatkan kepercayaan dalam hal berbuat baik. Bertahan dan bertumbuh dalam iman akan Tuhan adalah kualitas iman yang harus menggerakan orang yang kita jumpai.  Barangsipa yang bertahan sampai akhir, dialah pemenang. Dan kita adalah pemenang yang telah ditentukan oleh Tuhan. Jangan pernah menyerah dalam mengikuti Tuhan seperti St. Ignatius Loyola yang kita rayakan Pesta peringatannya kita rayakan hari ini.

Hari Biasa Pekan XVII

Posted by admin on July 30, 2018
Posted in renungan 

Senin, 30 Juli 2018
Hari Biasa Pekan XVII
Matius (13:31-35)

Dua perumpamaan dalam injil hari ini mengajak kita untuk merenungkan tentang hal kecil yang mempunyai efek yang dasyat.  Efek dasyat bisa positip, bisa negatif. Efek positif bisa membuat orang bertumbuh menjadi lebih baik,  sebaliknya efek negatif  dapat membuat orang menjadi kerdil. Banyak sekali contoh yang dapat kita jumpai dalam kebidupan sehari-hari. Dalam hidup keluarga misalnya, kalau anak diajarkan bagaimana merespek orang lain, anak tersebut akan memperlihatkan sikap respek terhadap siapa pun dalam hidup sosialnya. Sebaliknya anak tidak diajarkan  nilai-nilai sopan santun, anak tersebut tidak akan mempunyai sense untuk menghargai orang lain. Hal kecil dan sepele ini seringkali dilupakan bahkan bukan menjadi hal yang utama.
Hari ini kita disadarkan kembali, ternyata hal-hal kecil yang sering kita lakukan atau ucapkan bisa mempunyai akibat besar, sekali lagi bisa positip atau atau negatip.
Konteks bacaan yang yang kita dengarkan hari ini tentu sangat positif. Biji sawi yang kecil dapat menghasilkan tanaman yang membuat burung-burung bisa bersarang. Atau  ragi yang diambil seorang wanita dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat, sampai seluruhnya beragi.
Iman kita, kendati kecil tapi bila kita rawat hasilnya akan luar biasa. Dengan iman, kita tidak hanya mengenal Tuhan lebih dekat tetapi lebih dari itu kita bisa berani menjadi saksinya yang handal. Perbuatan iman kita yang nyata harus menggerakan orang lain untuk mengenal dan mengikuti Yesus. Kita terus diajak untuk tetap melakukan perbuatan kasih lewat kesaksian hidup yang sederhana, mulai dari Keluarga kita masing-masing. Kelihatanya kecil tapi itulah yang utama dan pertama.
Bacaan injil mengerakan kita untuk terus bertekun dan  tetap setia dalam perkara kecil yang telah dipercayakan kepada kita. Jika kita setia dalam perkara kecil, Tuhan akan percayakan kita perkara-perkara yang  lebih besar.  kita diundang menjadi pribadi – pribadi yang selalu menebarkan nilai- nilai positif  lewat tugas yang telah dipercayakan kepada kita masing-masing. Mari kita  melakukan hal – hal yang kecil dalam keseharian hidup kita dengan cinta  yang besar sebagaimana di katakan oleh mother Teresa dari kalkuta.

More than Bread

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on July 28, 2018
Posted in renungan  | Tagged With: ,

Seventeenth Sunday in Ordinary Time
July 29, 2018
John 6:1-15

Jesus said to Philip, “Where can we buy enough food for them to eat?” (Jn. 6:5)

Unlike the other Gospels, the Gospel of John does not have the story of the Institution of the Eucharist on the Last Supper. However, it does not mean John the evangelist does not write anything about the Eucharist. In fact, John includes the most sublime discourse on the bread of life in his chapter 6. The chapter itself is relatively long, and the Church has distributed it into several Sunday Gospel readings (from today up to August 26). This discourse on the Bread of Life begins with the lovely story of Jesus feeding the multitude.
The story highlights Jesus’ question to Philip, “Where can we buy enough food for them to eat?” (Jn. 6:5) Philip, who seems to be familiar with the place, gives impossibility as an answer, “Two hundred denarii (or two hundred days’ wages) worth of food would not be enough…” (Jn. 6:7) Philip is just realistic, but he misses the mark. Jesus does not ask “how much,” but “where.” Perhaps, if Philip lives in the 21st century, he would direct Jesus to the nearest shopping mall! The point is that Philip would eagerly reduce the entire problem into a financial matter. Philip is not wrong because finance and economy are the backbones of our daily lives and even our survival as species, But money is not the only thing that matters. Philip will later see during the multiplication of the bread, that the “where” is pointing back to Jesus Himself. And as we will see in succeeding of chapter 6, the bread Jesus offers is not meant only for biological and economic benefits, but for eternal life.
I am currently having my clinical pastoral education at one of the hospitals in Metro Manila. One of the sacred missions entrusted to me as a chaplain is to distribute the Holy Communion to the sick. By ministering to the sick, especially through prayer and giving Holy Communion, I am reminded that the physical and biological aspects of our humanity are not the only things to be taken care of. It is true that many patients I have encountered are struggling with financial issues, like how to get the money to pay the hospital bills and expensive medicines. They have to wrestle also with their sickness that sometimes is incurable. I myself am at a loss on how to help them in these pressing concerns. However, often, the patients themselves are the ones who assure me that God will find a way, as He always does. What I do, then, is to affirm and strengthen their faith. Prayer and giving of the Holy Communion are the visible manifestations of Jesus’ real presence among us, and His presence is even more felt by the sick. Like our Gospel’s today, Jesus does not only take care of the physical aspect of our lives, but more fundamentally, He brings us to the deeper reality that our souls all long for. Paradoxically, in their hunger, they discover Jesus.
Being strong and healthy, we often forget this simple truth. Like Philip, we are more concerned with amassing wealth, attaining fame, and achieving success. Even as people serving the Church and the community, we are spending more time in organizing charity events, raising funds, and even arguing among ourselves over trivial matters. We miss the point why we are going to the Church. We miss encountering Jesus. We pray and hope that we are able to answer Jesus’ question rightly to Philip and us, “Where shall we find food for us to eat?”

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Waspada dalam memilah

Posted by admin on July 27, 2018
Posted in renungan 

Sabtu Pekan Biasa XVI, 28 Juli 2018

Bacaan: Yeremia 7:1-11; Matius 13: 24-30

Waspada dalam memilah

Jika kita perhatikan batang gandum dan ilalang memang mirip bahkan tidak begitu mudah dibedakan, namun demikian tetap saja berbeda. Walaupun demikian akan sangat berbahaya jika ilalang itu dicabut, karena bisa terjadi salah cabut, selain mirip namun juga karena tumbuhnya berdekatan. Oleh sebab itulah Yesus mengingatkan kita semua bahwa waktunya akan tiba ketika musim menuai dan itulah saatnya untuk memilah dan menbakar ilalang itu. Perumpamaan ini mempunyai pesan yang sangat penting bagi kita pada jaman sekarang ini, yakni agar kita waspada dan bisa membedakan yang baik dan jahat.

Tuhan hanya menaburkan benih yang baik di dalam diri kita dan tujuannya adalah keselamatan dan hidup kekal. Sejak kita tercipta, Tuhan telah memberikan rahmat kehidupan kepada kita, karena kita hidup dari Kasih Tuhan. Oleh sebab itulah, kita senantiasa harus mempertahankan kehidupan dan kasih yang berasal dari Tuhan ini. memang dalam realitanya, kehidupan yang Tuhan anugerahkan itu sudah dirusak oleh si jahat, supaya manusia menjauh dari keselamatan. Itulah gambaran ilalang yang Yesus katakan, yang memang berbahaya dan sekarang semakin banyak di dalam kehidupan kita. Berbagai tawaran dunia, godaan dan kenikmatan dunia terkadang menjauhkan manusia dari Tuhan dan kehidupan yang penuh kasih. Oleh sebab itulah perlu waspada terhadap ilalang, karena bentuknya sama, namun sungguh berbeda. Sudah banyak manusia yang memilih meninggalkan Tuhan dan menuju kehancuran, karena tidak berpegang erat kepada Tuhan sang Pemberi kehidupan. Maka kehidupan rohani dan sikap hidup harian ikut menentukan panggilan dan identitas kita sebagai gandum milik Tuhan.

Pada akhirnya, semua akan dituai oleh Tuhan. Maka jika kita bertahan setia dan tidak ikut godaan si jahat, kita akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Namun jika kita tidak setia dan ikut godaan si jahat, ikut ilalang, maka pada akhirnya kita akan masuk ke dalam kematian kekal, seperti ilalang yang dibakar. Gambaran ini mau mengingatkan kita agar teruslah waspada dan mengarahkan hati kepada Tuhan. Dalam menghadapi godaan dan tawaran, berpeganglah kepada Tuhan sang Pemberi kehidupan. Waspadalah, jangan terlambat dan menunggu musim menuai tiba, yakni akhir jaman, berubahlah dari sekarang.

Translate »