Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Kehadiran Tuhan

Posted by admin on June 30, 2017
Posted in renungan 

Sabtu, 1 Juli 2017

Kejadian 18:1-15
Lukas 1:46-55
Matius 8:5-17

“Saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh.” Doa ini kita ucapkan setiap kita akan menerima tubuh Kristus. Dalam bacaan Injil hari ini kita melihat bagaimana kalimat yang keluar dari mulut sang komandan Romawi ini benar-benar menyentak dan membuat Yesus takjub. Dia bukan Yahudi, tapi imannya kepada Tuhan begitu kuatnya. Jika orang lain meminta Yesus untuk datang dan menyembuhkan dengan sentuhannya, sang komandan hanya meminta dia untuk bersabda.

Lain lagi Abraham dalam bacaan pertama. Ketika malaikat Tuhan hadir di tendanya, ia berusaha melayani mereka dengan seluruh kemampuannya. Dia memohon mereka untuk tinggal beberapa waktu dan tidak langsung pergi. Kehadiran mereka melambangkan kehadiran Tuhan, dan Abraham ingin merasakannya selama mungkin.

Rasanya tidak ada dari kita yang bisa mempunyai iman sekuat si komandan Romawi. Begitu juga dalam sejarah Israel, setelah sabda Tuhan diteruskan oleh para nabi, masih juga mereka tidak kuat imannya. Karena itulah Tuhan akhirnya benar-benar datang. Ia menjadi manusia sama seperti kita. Ia hadir di tengah-tengah kita, sungguh Emmanuel (Tuhan beserta kita). Setelah ia naik kembali ke surga, Ia pun masih hadir untuk kita dalam Ekaristi.

Iman kita adalah iman yang berdasar pada Inkarnasi, pada dasarnya Sabda Allah yang menjadi daging. Kita tidak mengandalkan kata-kata belaka, tapi merasakan sentuhan Tuhan yang begitu nyata. Dan Tuhan hadir bukan karena kita pantas, tapi karena Dia begitu mengasihi kita. Ini suatu anugerah besar yang kadang tidak kita pedulikan. Semoga kita pun bisa menghargai anugerah ini dan merasakan kehadiran Tuhan senantiasa, sehingga kita bisa berseru bersama Maria seperti Mazmur hari ini: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bersukacita akan Allah Juruselamatku yang rela datang.”

N.B. Kami para umat Katolik Indonesia di USA dan Kanada hari ini (Jumat waktu Amerika) akan memulai pertemuan Jambore di New York. Pertemuan setiap dua tahunan ini dimaksudkan untuk semakin memperkuat tali persahabatan umat yang merantau di Amerika Utara ini. Mohon doa anda semua semoga semua lancar dan Tuhan benar-benar hadir di tengah kami.

Jika

Posted by admin on June 29, 2017
Posted in renungan 

Jumat, 30 Juni 2017

Kejadian 17:1, 9-10, 15-22
Mazmur 128
Matius 8:1-4

Hari ini kita belajar beriman bukan dari Abraham, tapi dari seorang penderita kusta yang datang ke Yesus. Abraham tertawa ketika Tuhan menjanjikan bahwa ia dan istrinya yang sudah usia lanjut akan mempunyai anak. Baginya itu suatu hal yang mustahil dan tak disangka-sangka. Ia bahkan menawarkan Ismail, anak dari seorang hambanya, untuk dijadikan penerus perjanjian antara Tuhan dan Abraham. Tuhan dengan sabar menegaskan kembali apa rencananya atas keturunan Abraham.

Tetapi ketika seorang berpenyakit kusta datang ke Yesus, ia langsung percaya bahwa kalau Tuhan menghendaki ia pasti akan sembuh. Di sini tidak ada dialog panjang lebar, tawar menawar seperti dialog antara Tuhan dan Abraham. Iman si penderita kusta itu begitu kuatnya sehingga dia sungguh yakin apapun yang dikehendaki Tuhan pasti akan terjadi. Dia tidak bilang dia ingin sembuh, melainkan jika Tuhan menghendaki, ia pasti akan sembuh.

Seringkali kita memohon sesuatu dalam doa kita. Terkadang kita lupa untuk memperhitungkan kehendak Tuhan, rencanaNya yang lebih besar untuk kita. Akibatnya kita berpandangan sempit dan hanya menginginkan suatu hasil yang sangat spesifik. Jika tidak terkabul, kita pun menjadi kecewa.

Sebaliknya, kadang pula kita seperti Abraham tidak yakin bahwa Tuhan bisa membuat semuanya baik. Akibatnya kita berhenti pada sesuatu yang tidak sempurna, yang tidak mencapai kepenuhan potensi kita sesuai kodrat kita. Marilah kita belajar dari si penderita kusta dalam Injil hari ini dan berani percaya: “Jika Tuhan menghendaki, pasti akan terjadi!”

Tak Sama Tapi Serupa

Posted by admin on June 28, 2017
Posted in renungan 

Kamis, 29 Juni 2017
Hari Raya Pesta Santo Petrus dan Paulus

Kisah Para Rasul 12:1-11
Mazmur 34
2 Timotius 4:6-8, 17-18
Matius 16:13-19

Petrus dan Paulus: dua pilar awal Gereja setelah kenaikan Yesus ke surga, dan juga dua orang yang sangat berbeda sifat dan kisah hidupnya.

Petrus terkesan tidak sabaran dan mudah naik darah. Dia seorang nelayan yang tidak begitu terpelajar dan terkesan lugu. Dalam Injil hari ini, ia dengan yakinnya mengakui Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah. Tapi masih dalam bab yang sama tapi tidak kita baca hari ini, Petrus berusaha mencegah Yesus menjalani sengsaranya dan mendapatkan hardikan dari Yesus. Kesetiannya pada Yesus begitu besar. Karena itulah ketika is menyerah pada rasa takut dan menyangkal Yesus sampai tiga kali, ia menyesali dirinya dengan amat sangat.

Sebaliknya, Paulus kita kenal sebagai seorang yang pandai. Dari surat-suratnya kita bisa melihat bahwa dia orang yang pintar bertutur kata dan membangun argumen. Kalaupun dia kehilangan kesabaran, kemarahannya ditumpahkan dengan kata-kata dalam suratnya. Tapi sama seperti Petrus, diapun juga keras kepala. Ketika sebagian para rasul tidak setuju orang non-Yahudi menjadi pengikut Kristus, Paulus lagi yang membela mereka mati-matian.

Baik Petrus maupun Paulus dua-duanya rela mati membela Kristus. Tidak salah kalau gereja di Roma menjadikan mereka berdua santo pelindung. Perbedaan di antara mereka bisa menjadi tanda bagi kita akan keanekaragaman umat gereja kita. Walaupun sifat atau talenta kita berbeda, setiap dari kita mempunyai andil khusus dalam membangun gereja, dan juga masyarakat pada umumnya.

Apakah anda lebih seperti Petrus atau Paulus? Saya sendiri merasa lebih seperti Petrus. Hidupnya penuh dengan liku-liku proses pertobatan. Ia tidak seperti Paulus yang setelah suatu peristiwa besar langsung berubah 180 derajat. Proses pertobatan Petrus perlahan dan banyak maju-mundur. Tapi tidak semua orang menjalani perjalanan iman yang sama. Hal yang terpenting adalah bagaimana kita bekerja sama membangun kerajaan Allah di dunia.

Keturunan

Posted by admin on June 27, 2017
Posted in renungan 

Rabu, 28 Juni 2017
Hari Raya Peringatan St. Iraneus

Kejadian 15:1-12, 17-18
Mazmur 105
Matius 7:15-20

Dalam budaya kita, keturunan seringkali menjadi tolak ukur baik tidaknya seseorang. Kalau orang tuanya terkenal berbudi baik, kita akan menduga bahwa anak mereka pun akan baik juga. Dan begitu pula sebaliknya.

Dalam bacaan pertama hari ini Abraham terkesan sudah putus asa tidak akan mendapat keturunan dari istrinya, Sara. Ia sudah berencana membuat salah seorang hambanya untuk menjadi ahli warisnya.

Tetapi Allah mempunyai rencana lain. Keturunan Abraham dijamin olehNya, bahkan dijanjikan untuk menjadi sebanyak bintang di langit. Allah ingin sebagai bangsa pilihannya keturunan langsung dari Abraham, bukan dari orang lain.

Dalam bacaan Injil, Yesus berbicara tentang buah perbuatan baik. Tapi di sini pun kita bisa melihat suatu kemiripan konsep. Cara menentukan orang baik adalah dilihat dari buahnya, dari perbuatannya. Sama seperti kita memperkirakan anak yang baik pasti berasal dari keluarga yang baik pula.

Kalau kita benar-benar sadar, jati diri kita sebenarnya adalah keturunan Allah, anak-anakNya. Kita pun juga adalah “buah”-Nya, hasil karyaNya. Dan jika kita percaya bahwa Allah itu baik, maka kita pun seharusnya percaya bahwa pada dasarnya kita semua diciptakan baik adanya.

Masalah muncul ketika kita lupa pada identitas sejati kita itu. Kita lupa keturunan siapakah kita dan buah siapakah kita. Benih dan akar yang mulanya bagus akhirnya menghasilkan buah-buah yang buruk.

Semoga hari ini kita diingatkan kembali akan keturunan siapakah kita sebenarnya. Dan dengan mengingat itu, kita pun dapat kembali berusaha untuk bertingkah laku sesuai dengan status kita sebagai anak-anak Allah.

Milikku, Milikmu

Posted by admin on June 26, 2017
Posted in renungan 

Selasa, 27 Juni 2017

Kejadian 13:2, 5-18
Mazmur 15
Matius 7:6, 12-14

Susah rasanya untuk melepaskan hak milik kita. Apalagi kalau kita memperolehnya dengan susah payah. Kita hidup di masyarakat yang menjunjung tinggi kerja keras untuk mendapatkan sesuatu. Prinsip ini bagus dan bisa membuat orang untuk tidak malas. Tapi juga bisa membuat orang menjadi terlalu posesif dan tidak sudi berbagi.

Dalam bacaan pertama hari ini, pengikut Abraham dan Lot juga sulit untuk berbagi dengan saudara-saudara sesuku. Sikap ini sangat kontras dengan Abraham. Ia memutuskan untuk membagi daerahnya dengan Lot. Walaupun dia sudah memeras keringat mengumpulkan semua ternak dan kekayaannya, ia tidak pelit untuk berbagi dengan Lot.

Sikap Abraham inilah yang bisa menjadi teladan bagi kita semua. Jika kita meyakini bahwa semua hal baik datang dari Tuhan, maka tidak ada yang bisa kita klaim sebagai sepenuhnya hasil usaha kita sendiri. Dan karena itu tidak ada alasan untuk tidak berbagi kelebihan kita dengan saudara-saudara kita yang membutuhkan.

Translate ยป