Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Menjadi bijaksana

Posted by admin on August 31, 2017
Posted in renungan 

Menjadi bijaksana 

Mat 25:1-13 

 

Ketika ada suatu pengalaman keraguan dan ketidakpastian, ada dua kemungkinan: menumbuhkan kewaspadaan atau kehati-hatian dan juga bisa sebaliknya menyebabkan munculnya keputusasaan atau kelalaian. Kita menjadi tidak ragu karena ada suatu nilai yang kita perjuangkan. Sebagai seorang kristiani, harta yang paling berharga adalah iman. Iman itulah yang membuat kita bersikap bijaksana dan waspada. 

Bacaan Injil hari ini mengisahkan sepuluh gadis yang sedang menyongsong kedatangan pengantin. Diceritakan, karena terlalu lama menunggu kedatangan pengantin yang tak kunjung datang, mereka kehabisan minyak untuk lentera. Ada lima gadis yang telah mempersiapkan  persediaan minyak yang cukup dan lima yang lain tidak. Dalam konteks kebudayaan waktu itu, dalam penyambutan pengantin yang baru saja menikah dilakukan pada malam hari. Oleh karena itu dibutuhkan pelita atau lentera yang berisi minyak yang cukup. Untuk itulah perlu menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Dalam kisah itu, Yesus memperingatkan kita, bagaimana akibat dari tindakan yang sembrono atau tidak adanya persiapan. Seperti halnya seorang pelajar akan mengalami kesulitan mengerjakan soal ujian apabila tidak mempersiapan diri dengan belajar. Masa depan akan tergantung dengan persiapan yang kita lakukan hari ini. Kalau kita melakukan hari ini dengan baik, maka juga mengurangi kemungkinan adanya penyesalan di hari esok.  Untuk itulah bacaan Injil hari ini mengundang kita untuk selalu siap sedia, artinya mempersiapkan segala sesuatu dengan baik. Setiap hari hendaknya kita lakukan segala sesuatu dengan penuh kesadaran dan melakukan pemeriksaan batin setiap hari untuk mengetahui kemajuan hidup rohani kita. Percaya akan belas kasih Allah dan berpengharapan. 

 

“Tuhan Yesus Kristus, buatlah kami selalu waspada dan siap sedia untuk mendengarkan SabdaMu. Semoga kami mampu menanggapi panggilanMu setiap waktu dan semoga kami mampu menemukan kegembiraan dalam melakukan kehendakMu” 

 

Kesetiaan sebagai hamba

Posted by admin on August 30, 2017
Posted in renungan 

Kesetiaan sebagai hamba 

Mat 24:42-51 

 

Kesetiaan dan sikap iman saling berkaitan. Seorang yang beriman akan teruji kesetiaannya ketika menghadapi kesulitan atau goncangan. Untuk mememihara kesetiaan itu dibutuhkan sikap iman akan Allah yang maha Kasih dan Setia. Tak jarang kesetiaan itu akan menjadi luntur ketika kita mulai kurang percaya dan ketika kita mulai jarang berkomunikasi dengan Allah.  

Bacaan Injil hari ini mengundang kita untuk merenungkan sikap berjaga dan siap sedia seperti seorang hamba yang menunggu kedatangan tuanNya. Kisah ini sebetulnya ingin menggambarkan bagaimana Tuhan pertama-tama mengajarkan tentang kebebasan yang sekaligus dibarengi dengan sikap tanggung jawab. Kebebasan itu berarti kesetiaan terhadap hati nurani dan akal budi yang senantiasa menuntun kita kepada kebenaran. Namun yang terjadi kita mulai memilih jalan ketidaksetiaan dan melalaikan diri dengan apa yang menjadi tanggung jawab kita. Apakah yang hendak Yesus ajarkan dengan perumpaan mengenai pencuri yang datang pada tengah malam dan apa kaitannya dengan Kerajaan Allah ? Pencuri itu menggambarkan suatu kejahatan atau kecenderungan berbuat dosa yang bercokol dalam diri manusia. Perumpaan ini mengajarkan akan pentingnya sikap waspada dan berjaga-jaga. Roh jahat tidak meminta atau mencuri sesuatu dari kita, dia cukup membujuk kita untuk membiarkan supaya kita melanggar dan tidak ketaatan kepada Allah. Kewaspadaan sebenarnya adalah salah satu tindakan ketaatan dan kesetiaan. Allah senantiasa berkenan tinggal dalam hati kita. Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.” (Wahyu 3:21). Godaan atau bujukan roh jahat itu akan lemah bila dilawan dan akan menjadi garang bila didiamkan, demikian kata Santo Ignatius dari Loyola. 

 

“Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah memikat hati kami dan menjadi milikMu. Ambillah hidup kami dan seluruh yang kami punyai dan semoga kami bersukacita karena Engkaulah harta milik kami. Buatlah kami kuat akan iman kepadaMu dan tetap setia dan berpengharapan serta murah hati. Semoga cintaMu mendorong kami untuk memuji dan memuliakan NamaMu.”   

Kesederhanaan, Kepolosan

Posted by admin on August 29, 2017
Posted in renungan 

Kesederhanaan, Kepolosan 

Mat 23:27-30 

 

Tidaklah mudah mengatakan kebenaran tentang diri kita kepada orang lain. Lebih mudah bagi kita mengungkapkan apa yang sedang terjadi dengan orang lain, kelemahan orang lain. Kadang kita dengan senang hati dan antusias mencari tahu tentang kebenaran yang sebenar-benarnya tentang orang lain. Namun naluri kita sebagai manusia, kadang memilih untuk membungkam dan membisu untuk mengakui dan menerima kebenaran tentang diri kita. Dengan berbagai macam cara kita melakukan manipulasi untuk menyembunyikan kesalahan dan kelemahan kita. Itulah teguran yang Yesus berikan kepada orang-orang farisi dan ahli taurat. 

Bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk merenungkan kembali sikap hidup kita sehari-hari. Dalam bacaan Injil hari ini Yesus mengingatkan para ahli taurat dan orang farisi yang seringkali menampilkan kedangkalan dalam hidup, lebih mengutamakan penampilan luar dan mencari pujian. Itulah yang dimaksud dengan hypocrisie atau kemunafikan. Lalu bagaimana kita melihat diri kita dan orang lain seperti nabi Yesaya nubuatkan bagaimana Allah melihatnya ? Nabi Yesaya menubuatkan Pribadi Mesias akan datang menghakimi. “Ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang. Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran;  ia akan menghajar bumi  dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik” (Yes 11:3-4). Kita mengenal dengan baik niat di balik tindakan dan sikap kita dan hal itu akan mempengaruhi bagaimana kita bertindak terhadap orang lain. Perkataan Yesus cukup keras terhadap orang-orang farisi dan para ahli taurat, Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.” Oleh karena itu supaya tidak jatuh dalam kemunafikan, kita diajak untuk bersikap tulus, apa adanya, jujur, tidak berpura-pura. Ada tiga hal yang perlu kita terus wujudkan dalam hidup sehari-hari : mengenakan hati yang murni, berani mengenal dan menerima kesalahan, kelemahan diri sendiri dan yang terakhir menjauhi kebohongan, kemunafikan atau memanipulasi kebenaran demi pembenaran diri. Untuk itulah perlu membiasakan diri dengan pemeriksaan batin dan memperbaiki diri hari demi hari. 

 

« Ya Tuhan Yesus, condongkanlah hati kami kepada kebijaksanaanMu dan ajarilah kami jalanMu. Penuhilah kami dengan Roh Kudus dan semoga kami mampu mencintai dan mengikuti kehendakMu dengan setia » 

Pentingnya sikap lepas bebas

Posted by admin on August 28, 2017
Posted in renungan 

 

Pentingnya sikap lepas bebas 

Mrk 6 :17-29 

 

Melanjutkan renungan hari kemarin mengenai sikap integritas yang sangat diperlukan di jaman sekarang, Injil hari ini mengajak kita untuk merenungkan kisah hidup Yohanes Pembaptis sebagai seorang nabi dan juga sikap Herodes, sebagai seorang raja. Kisah hukuman mati yang ditimpakan kepada Yohanes Pembaptis menjadi cerminan sikap hidup manusia yang kadang membutakan hati nuraninya untuk mendengarkan suara Allah. 

Kisah bacaan Injil hari ini sering kita dengarkan, bagaimana Herodes pada awalnya tidak ada niat untuk menghukum mati Yohanes Pembaptis, namun karena ketidakmampuannya bersikap lepas bebas, ia membabi-buta menjatuhkan hukuman mati kepada Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis menyuarakan kebenaran ketika Herodes mengambil istri dari saudaranya. Kejahatan Herodes ditentang oleh Yohanes Pembaptis. Pada suatu saat Herodes menjadi buta hati nuraninya karena dimabukkan oleh suasana hatinya. Karena terdorong oleh kesombongan, ia menyetujui permintaan puterinya, Herodias yang meminta kepala Yohanes Pembaptis. Kejahatan dan dosa berawal bukan dari godaan dari luar dirinya, melainkan dari sikap Herodes yang mengabaikan hati nuraninya. Ia bersikap semena-mena dan tidak adil terhadap sesamanya. Tak jarang kita menampilkan diri seperti pribadi Yohanes Pembaptis yang mampu menyuarakan kebenaran tetapi ada saatnya kadang kita seperti Herodes yang membutakan diri terhadap suatu kebenaran.  

Jaman sekarang pun masih dibutuhkan kemartiran seperi Yohanes Pembaptis yang menyuarakan kebenaran. Kita adalah saksi Kristus yang diutus mewartakan Kabar Gembira. Seperti yang dikatakan Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma, “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Rm 8:35). Kita pun dipanggil untuk berani menjadi saksi Kristus, menjadi saksi kebenaran yang senantiasa menebarkan kasih, damai, keadilan dan pengampunan. 

 

“Tuhan Yesus Kristus, berilah kepada kami iman, keberanian dan harapan yang kuat untuk menyuarakan kebenaran Injil dan memberikan kesaksian akan cinta, belaskasih dan pengampunan. Berilah kami harapan dan suka cita akan hidup kekal bersama Bapa dalam Kerajaan Allah” 

Mengajar dengan tindakan

Posted by admin on August 27, 2017
Posted in renungan 

Senin, 28 Agustus 2017

Mengajar dengan tindakan

Mat 23 :13-23

Ada pepatah yang mengatakan bahwa antara kata dan tindakan, terbentang lautan yang luas. Artinya seseorang yang mengetahui dan memahami berbagai macam hal yang baik tidak secara otomatis mampu mempraktekkannya. Untuk itulah Yesus sering kali memberikan teladan bagi kita untuk mengajarkan apa yang sudah dihayati dan dipraktekkanNya.

Bacaan Injil hari ini menyadarkan kita akan pentingnya menjadi pribadi yang berintegritas. Artinya hal baik yang kita ketahui, kita praktekkan dalam hidup sehari-hari. Yesus mengkritik sikap para ahli taurat dan orang farisi karena mereka mengajarkan mengenai Taurat Musa tetapi mereka tidak mempraktekkannya. Mereka menjadi batu sandungan bagi orang-orang yahudi karena tidak adanya integritas dalam hidup mereka. Hal demikian juga masih aktual di jaman kita sekarang ini. Kita disebut umat beragama, umat kristiani namun kadang hidup kita kurang mencerminkan ajaran cinta kasih dan nilai-nilai kemanusian seperti Tuhan Yesus ajarkan. Kesombongan dan sikap keras kepala menjadi penghalang bagi kita untuk bertobat. « Orang buta menuntun orang buta » demikian sindiran Yesus kepada orang farisi. Hal itu sudah dinubuatkan oleh Nabi Zakaria 7:11-12, « Tetapi mereka tidak mau menghiraukan, dilintangkannya bahunya untuk melawan dan ditulikannya telinganya supaya jangan mendengar. Mereka membuat hati mereka keras seperti batu amril, supaya jangan mendengar pengajaran dan firman yang disampaikan TUHAN semesta alam melalui roh-Nya dengan perantaraan para nabi yang dahulu. ».

”Tuhan Yesus, SabdaMu adalah Roh dan Kehidupan bagi kami. Semoga kami mampu untuk bersikap rendah hati dan kemauan untuk mendengarkan SabdaMu. Tolonglah kami untuk mau mendengarkan suaraMu yang Engkau bisikkan dalam hati nurani kami dan buatlah kami mampu menghidupi SabdaMu setiap hari.”

Translate »