Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Journey to Emmaus and the Eucharist

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on April 29, 2017
Posted in renungan 

Journey to Emmaus and the Eucharist
 
Third Sunday of Easter
April 30, 2017
Luke 24:13-35
 
“…while he was with them at table, he took bread, said the blessing, broke it, and gave it to them. 31 With that their eyes were opened and they recognized him… (Luk 24:30-31)”
 
Luke wonderfully narrated the Journey to Emmaus in such a way that it became a catechetical instruction on the Eucharist. The two disciples were actually running away from Jerusalem. After the death of their master, the situation turned to be dangerous for their lives. They were afraid of the Jewish authorities and their hope and dream of having a Messiah were shattered. Better for them to go away and return to their former lives. Yet, Jesus surprisingly came, healed their wounds, and reappointed them as His apostles. However, let us see some details of today’s Gospel and how this narrative speaks of the Eucharist.
It begins with Jesus coming to the two disciples in their struggles, and inviting them to be with Him. He gathers and listens to all His disciples’ worries, failures and anxieties. The initiative is coming from Jesus. After listening to their stories, He starts to explain the Scriptures. He sheds light on how His life, death and resurrection have become the fulfilment of the scripture. This part is traditionally called ‘kerygma’ or proclamation. Then He connects the meanings of these events to His disciples’ lives. What is happening here is the first part of the Mass, the Liturgy of the Word: God gathers us His people with all our joys and sorrows and then, He nourishes us with His Word.
What follows is the breaking of the bread. Yet, before this takes place, the disciples have to do their part in inviting Jesus to stay with them. The initiative is from God, but we need to do our effort to participate in His work and make it fruitful. Then, Jesus takes the bread, blesses it, breaks it and shares it with the disciples. These very acts remind the disciples of Jesus in the Last Supper. In fact, the breaking of the bread is an ancient and biblical name for the Eucharist. The basic purpose of the Eucharist is to present the real Christ, and indeed, the disciples are able to recognize Him here. This is the first Eucharist after the Resurrection, and this brings healing and forgiveness. It gives meaning to the troubled lives and shattered hopes of the disciples. Then, after being nourished by His Word and His Body, the disciples’ hearts are burning and they go back to Jerusalem to proclaim the risen Jesus. The encounter with the risen Lord always leads to mission and preaching. These depict the second half of the Mass, the liturgy of the Eucharist.
Luke wrote his Gospel more than 1900 years ago, and it is amazing that the basic structure of the Eucharist remains even to this very day. Certainly, there are also many changes along the way, like for example the transformation from the old Latin Mass to the post-Vatican II mass, the ordinary form we have now. Yet, we are still faithful to what are truly essential and foundational: the reading and preaching of the Word and the breaking of the Bread. We are blessed and humbled that we are members of the Church who faithfully encounter Jesus, the Word and the Eucharist, just like the two disciples in the Gospel and like the first Christians in ancient time. It is now our challenge to continue living as the Eucharistic people in our daily lives, the men and women nourished by His Word and Body in the Eucharist.
 
 
Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
Sabtu, 29 April, 2017

HARI SABTU DALAM MINGGU KEDUA PASKAH

Kisah Para Rasul 6;1-7
Yohanes 6:16-21
Saudara-saudariku terkasih,
    Kisah tentang Yesus berjalan di atas air sudah menjadi sangat terkenal untuk setiap orang yang percaya kepada Yesus. Sebagaimana yang kita dengar dari bacaan Injil hari ini dikatakan bahwa para murid Yesus naik ke atas perahu. Sekaligus kita pun memikirkan bagaimana Petrus juga mau berjalan di atas air seperti yang Yesus lakukan.
    Tetapi sesungguhnya tidak demikian mudah yang dipikirkan ataupun dibayangkan. Karena hari ini kita mendengar cerita menurut versi Yohanes, tidak seperti yang digambarkan oleh Matius. Dikatakan bahwa “ketika itu hari sudah mulai malam, murid-murid Yesus pergi ke danau, lalu naik ke perahu dan menyeberang ke Kapernaum…tetapi Yesus belum juga datang  mendapatkan mereka.” Tetapi menurut Matius dikatakan bahwa: “setelah orang banyak itu disuruhNya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa…..Perahu murid-muridNya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan helombang, karena angin sakal.” Tidak pernah dikatakan kapan Petrus dan Yesus tidak naik ke atas perahu.
Saudara-saudari terkasih,
    Bagaimana peristiwa itu terjadi samasekali tidak terlalu penting. Yang paling penting dan utama, bahwa ketika : “sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Maka ketakutanlah mereka.” Dari injil Matius dikatakan bahwa “Perahu murid-muridNya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Karena mereka takut, Yesus meyakinkan mereka dengan berkata: “Aku ini, jangan takut!” 
“Aku ini, jangan takut!”…dengan segala kabar gembira yang diwartakan, maka jumlah umat semakin bertambah. Para murid boleh dibilang kewalahan untuk melayani kebutuhan umat yang sungguh haus akan kabar gembira itu. Oleh karena itu dikatakan bahwa jemaat diberi kesempatan untuk memilih tujuh orang dari antara mereka untuk tugas pelayanan, dan para murid akan lebih berkonsentrasi melanjutkan misi perutusan Yesus. Lalu mereka memilih Stefanus dan keenam orang lain lagi  sebagai diakon untuk tugas pelayanan umat yang semakin bertambah, bertumbuh dan berkembang.
Saudara-saudariku terkasih,
    Kepercayaan kepada Yesus dari umat purba itu memberi inspirasi kepda St. Katarina dari Siena yang pestanya kita rayakan hari ini. St. Katherina mempersembahkan hidupnya kepada Yesus meskipun sama sekali tidak di dukung oleh keluarganya. St. Katarina dari Siena melayani orang miskin dan sakit, jauh sebelum gereja mengalami angin gelombang yang menerpa pada abad ke empatbelas. Dalam umur yang tidak lebih dari 30 tahun, apalagi pada waktu itu kaum hawa belum punya banyak peranan, St. Katharina menulis ratusan surat kepada pemerintah dan pemimpin gereja agar mereka diberi kesempatan untuk tugas dan tanggungjawab yang sama. Dengan demkian St. Katharina benar-benar mau agar kesatuan dan damai bisa mewarnai tugas dan pelayanan mereka kepada sesama yang haus akan kabar gembira itu.
    Hari ini saudara-saudariku terkasih, teladan St. Katharina dan komunitas umat purba bisa menjadi contoh bagi kita dewasa ini. Sebagaimana mereka telah mempersembahkan hidup mereka dan percaya bahwa Yesus akan memberikan mereka kekuatan untuk mewartakan kebenaran dan keadilan dalam tugas membangun kerajaan Allah. Inilah panggilan yang perlu kita jawab seperti yang pernah dan telah dilaksanakan oleh para murid dan semua diakon serta St. Katharina dan kawan-kawannya. Amin.
Jumat, 28 April, 2017

Kisah Para Rasul 5:34-42
Yohanes 6:1-15


Saudara-saudari terkasih,
    Sementara orang mungkin pernah berpikir bahwa: “saya tidak punya apa-apa yang baik untuk bisa saya kembalikan sebagai ucapan terimakasihku kepada Tuhan.” Pernyataan yang demikian membuktikan bahwa kita seringkali tidak memberi kesempatan kepada diri sendiri merefleksi apa yang telah Tuhan berikan kepada kita masing-masing. Sudah sangat pasti, “hidup” yang kita jalani ini adalah berkat dan rahmat Tuhan yang sangat besar. Karena kalau kita sering memikirkan bahwa kita tidak punya apa-apa untuk dipersembahkan kepada Tuhan dan sesama, malahan akan semakin sulit bagi kita menemukan berkat dan rahmat yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Oleh karena itu pertama-tama kita perlu mengakui bahwa kita telah dihadirkan kedalam dunia ini dalam keadaan yang baik, sehat lahir batin, dan kalau tidak kita pun perlu bersyukur bahwa kita boleh mendapat kesempatan untuk menerima kebaikan dari Tuhan melalui orang lain.
    Saya yakin bahwa anda pernah mengalami dan menerima kebaikan dan berkat Tuhan seperti bakat, kemampuan, talenta, kepandaian, atau mengalami dan menerima rahmat dan berkat Tuhan dari orang lain. Sangat mungkin anda punya ketrampilan, kemampuan untuk mendengarkan orang lain, bakat untuk bisa menanam atau berkebun. Terus terang ketika masih di Novisiat SVD di Ledalero, Maumere, Flores, saya samasekali tidak punya bakat untuk menanam atau memelihara tanaman. Pada waktu itu setiap frater Novis diberi kesempatan untuk merawat taman, setiap orang diberi sebagian kecil saja dari taman di seputar Novisiat itu. Karena saya tidak pernah bisa berhasil merawat taman, saya minta teman saya P. Soter Dino SVD (alm), teman kelas saya sejak di Seminari Menengah St. Yohanes Berchmans Mataloko, Flores, untuk membantu merawat taman bunga bagian saya. Dan saya bisa menggantikan tugasnya ngepel lantai disepanjang lorong kelas dan ruang tidur di Novisiat itu. Puji Tuhan, bahwa saya kalau ngepel lantai bisa bersih dan mengkilat… lumayan khan? Ada lagi pengalaman yang lain, ketika saya masih di Seminari menengah…waktu liburan saya pengin membantu bapa untuk menggembalakan sapi…tatapi sekali lagi saya tidak punya bakat untuk itu. Ketika sapi-sapi sudah masuk ke kandang saya melihat bapa bisa masuk diantara sapi-sapi itu mengelus-elus mereka, menunjukkan keakraban dengan sapi-sapi itu. Saya coba mendekat, malahan saya dikejar sapi, dan sayapun lari keluar kandang, ketakutan dan ditertawain oleh adik-adik saya. Mereka lalu bilang, sudahlah kakak, pulang saja ke rumah bantu mama siapkan makan malam untuk kita. Lalu saya pernah juga berpikir, “saya punya bakat apa ya?” Ternyata dengan mendengarkan panggilan Tuhan saya dapat berguna untuk berbuat sesuatu yang juga berguna untuk orang lain melalui tugas dan panggilan saya sebagai imam, berdoa, berkhotbah dan menghantar orang lain  kepada Tuhan. Semuanya itu tentu tidak dapat terjadi dan diperoleh secara instant, tetapi melalui suatu proses dan kerja keras.
    Kita kembali ke bacaan injil hari ini. “Yesus memberi makan lima ribu orang melalui mukjizat perbanyakan roti dan ikan.” Dua hal yang sangat significant dari peristiwa perbanyakan roti dan ikan itu yakni pertama, dari jumlah yang kecil (dari lima roti dan dua ikan saja) dan kedua, orang yang begitu banyak (lima ribu orang). Tetapi Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa dari dan dengan hal yang kecil bisa memberi arti yang sangat besar  bagi mereka yang sungguh membutuhkan. Orang banyak itu benar-benar sudah lapar setelah mendengar dan mengikuti Yesus seharian. Bakat dan kemampuan yang kecil sekalipun tetapi kalau bisa bermanfaat bagi orang lain pasti akan sangat besar artinya di mata Tuhan dan mereka yang menerimanya.
    Saya ingat akan ungkapan bahasa Inggris yang mengatakan: “God does not call the equipped, but he equips the called.” Dengan kata lain, bahwa kita datang tidak dilengkapi dengan segala sesuatu yang sudah siap jadi, tetapi kita  perlu masuk dalam suatu proses persiapan yang perlu untuk digunakan. Dengan  demikian kitapun perlu bersyukur kepada Tuhan yang telah mencurahkan rahmat dan berkatNya, bakat dan talenta kepada kita masing-masing, berapapun besarnya, tetapi bahwa kita telah diikutsertakan dan diberi kepercayaan untuk membagikan apa yang kita telah peroleh untuk orang lain dan untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Amin.
Kamis, 27 April, 2017

Kisah Para Rasul 5:27-33
Yohanes 3:31-36

Saudara-saudari terkasih,
    Sikap pandang yang dangkal, keputusasaan dan kesombongan dari seseorang yang dipandang beriman seringkali membuatnya merasa jauh dari rasa damai dan bahkan merasa sepertinya Tuhan tidak berpihak padanya. Bukan tidak mungkin yang bersangkutan lalu merasa bahwa persoalan yang dihadapinya sepertinya tidak pernah akan teratasi. Apabila anda dalam situasi seperti itu bisa saja mengambil sikap menyerah, merasa sepertinya beban yang dipikulnya itu semakin berat dan….dan…. menjadi sangat lelah physically, mentally bahkan spiritually as well.
    Tetapi dari bacaan pertama hari ini kita jumpai sesuatu yang amat sangat berlawanan dengan apa yang telah digambarkan diatas. Ketika para rasul mulai mengajar dalam nama Yesus dan membuat banyak mukjizat serta membuat banyak orang mengikuti dan percaya kepada ajaran mereka, para pemimpin kaum Yahudi merasa disaingi dan berusaha untuk menghentikan kegiatan para rasul. Dalam perikope sebelumnya dikatakan bahwa para rasul yang telah dipenjarakan, dilepaskan secara ajaib, “waktu malam seorang malaikat Tuhan membuka pintu-pintu penjara itu dan membawa mereka keluar, katanya: Pergilah, berdirilah di Bait Allah dan beritakanlah seluruh firman hidup itu kepada orang banyak.” (Kis. 5:19-20). Para rasul melakukan seperti yang telah diperintahkan kepada mereka.
    Para mahkamah Agama melarang dengan keras para rasul mengajar dalam nama Yesus. Tetapi Petrus dan rasul-rasul menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” Mendengar jawaban Petrus dan para rasul kepada mahkamah agama, kita sudah bisa berkesimpulan bahwa mereka menjawab dengan kekuatan, kemahakuasaan Roh Kudus yang telah turun atas mereka pada hari Pentekosta.
Saudara-saudari terkasih, 
    Sebagai orang Katolik kita percaya bahwa ada 7 karunia Roh Kudus: wisdom, understanding, knowledge, counsel, fortitude, piety and fear of the Lord. Dengan wisdom dan understanding para rasul sanggup melihat libih jauh ke depan akan apa yang akan mereka terima, dan fortitude para rasul akan lebih respect kebesaran dan kemahakuasaan Allah…dan menyerahkan semuanya kepada kehendak Allah.
    Oleh karena itu saudara-saudari terkasih, lewat renungan hari ini kita kembali diajak untuk melihat karunia-karunia Roh Kudus yang telah kita peroleh melalui sakramen Pembaptisan, sakramen Penguatan. Hari ini kita kembali diberi kesempatan untuk melihat dari ketujuh karunia Roh Kudus itu, karunia yang mana yang dapat saya terapkan dalam tugas dan pelayanan saya? Mari kita ambil waktu  sejenak untuk fokus kepada salah satu karunia Roh Kudus itu untuk anda terapkan dalam kehidupanmu, dalam pengabdian dan pelayananmu kepada Tuhan dan sesama. Amin.
RABU, 26 April, 2017

Kisah Para Rasul 5:17-26
Yohanes 3:16-21

Saudara-saudari terkasih,
    Apa sih sebenarnya yang membuat para rasul begitu gigih, berani dan penuh semangat mewartakan Kabar Gembira tentang Yesus, betapapun mereka tahu bahwa mereka pasti akan ditangkap dan dipenjarakan seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini?
    Jawaban atas pertanyaan diatas akan kita jumpai dalam bacaan Injil hari: “…Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang,..” Kalau kita merenung sejenak statement diatas, lalu kita hubungkan dengan dunia yang kita diami ini, bukan tidak mungkin statement diatas itu benar. Lebih banyak orang suka hidup dalam kegelapan, dan menolak kehadiran terang dan kasih Kristus memenuhi hati mereka dan atau merobah kehidupan mereka. Kita berdosa dan menghindari atau menjauhkan diri dari kasih dan terang Kristus.
    Oleh karena itu marilah kita kembali kepada pertanyaan: “Apa yang memotivasi para murid Yesus  mewartakan kabar gembira?” Mungkin saja kita bisa membuat suatu daftar yang panjang tentang hal itu, tetapi yang paling utama jawabannya ialah karena mereka sudah pernah mengalami kehidupan bersama Kristus dan mereka pernah mengalami suatu pembaharuan, perubahan yang radikal dari kasih Kristus dan juga sudah mengalami kepenuhan hidup dalam dan dengan Kristus serta mendapat kekuatan dari Roh Kudus. Dan mereka yang telah mendapat pengalaman ini tidak mudah lagi bagi mereka untuk berpaling dari kasih Kristus.
Saudara-saudari,
    Bukan hanya tidak gampang berpaling dari kasih Kristus, tetapi ketika kita semakin membuka diri kepada kasih Kristus dan terhadap kekuatan Roh Kudus, maka iman kitapun akan semakin kuat bertumbuh dan berkembang dari hari ke hari; Dan seperti yang dikatakan oleh Yohanes dalam bagian terakhir dari bacaan injil hari ini:…”barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.” Amin.
Translate »