Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Homily for the twenty fourth Monday in the ordinary time

Posted by admin on September 16, 2024
Posted in renungan 

By Fr Agustinus Sutiono O Carm

We find several times the healing stories performed by Jesus without having a direct encounter with Him. A syrophoenesian or Canaanite woman pleaded for her daughter who was possessed by evil spirit and she was restored, the evil spirit expelled away in the same time when Jesus said: “For such a reply, you may go. You have great faith!; the demon has left your daughter.” A similar story happened in the Gospel reading that we heard today. A centurion, who must not be an Israelite, asked Jesus through his messangers to heal his slave and his slave was healed without having a direct contact with Jesus. Interestingly, both this Syrophoenesian woman and this roman centurión gained praise from Jesus for their strong faith. Jesus said to the people and messangers of this centurion: “I tell you, not even in Israel have I found such faith.” When the messengers returned to the house, they found the slave in good health.

The grace of God is not limited for the people of Israel. His mercy is widely open for all nations, not a monopoly of a certain group of people. The healing of the daughter of a Syrophoenician woman and of the slave of roman centurión confirmed that truth. Thus, our merciful God is a God of all mandkind. Every heart who places his hope and faith in God opens up a spiritual channel that connects his heart to the heart of God. Everyone has the Access to God’s love and compassion. On the basis of this type of pure, simple and total hope is a virtue of humility. The heart of God is touched and moved by compassion upon knowing the existence of a living faith, a living hope in the heart of a simple and humble person. When we notice how the process of those healings happened, we may learn as well that the faith and hope of someone, who is also moved by love and compassion pleading for God’s mercy for their beloved, have the power to move God’s heart too to show mercy to them. It means that we can pray for others because of moving of compassion of heart.

It often happens that people panic themselves looking for priests to pray for their causes. Any times meeting a priest, he or she says: “Father, father, please, please pray for me, or please pray for my daughter, my son, my husband of my wife.” Why panic yourself? Regardless of their wrong perception that a priest is an agent of God, I think it is better if we do not represent tour oun heart to other people. Pray with your own heart for your own concern because you are the only one who knows the intensity of your cause. Pray with your humble heart. Pour out your heart directly to God.

Firman yang Menyelamatkan

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on September 7, 2024
Posted in renungan  | Tagged With: ,

Minggu ke-23 dalam Masa Biasa [B]
8 September 2024
Markus 7:31-37

Yesus melakukan banyak mukjizat, dan Ia melakukannya dengan berbagai cara. Kadang-kadang, Ia menggunakan kontak fisik untuk melakukan mukjizat. Namun, cara yang paling umum adalah dengan mengucapkan kata-kata. Yesus menghardik dan mengusir setan dengan perkataan-Nya (Mar. 1:25). Yesus menyembuhkan dan mengampuni dosa orang lumpuh dengan perkataan-Nya (Mar 2:5). Dalam Injil hari ini, Yesus menyembuhkan orang tuli dengan mengatakan ‘Efata’ (Mar 7:34), dan masih banyak lagi mukjizat-mukjizat lainnya. Pertanyaannya adalah, mengapa Yesus memilih menggunakan sabda-Nya untuk melakukan mukjizat-Nya? Apakah hanya sekedar untuk menyatakan fakta, atau ada sesuatu yang lebih dari itu?

Dengan melakukan mukjizat melalui sabda-Nya, Yesus menyatakan bahwa sabda-Nya memiliki otoritas yang sama dengan sabda Allah. Pada mulanya, Tuhan menciptakan dunia melalui firman-Nya yang penuh kuasa, bahkan untuk menciptakan sesuatu dari ketiadaan. “Jadilah terang,” dan terang itu pun jadi. Ketika Yesus berkata, “Enyahlah!”, setan-setan itu terikat dan taat pada perkataan-Nya. Ketika Yesus berkata, “Talitakum,” seorang gadis muda dibangkitkan dari kematian. Ketika Yesus berkata, “Efata!” seorang yang tuli dan bisu dapat mendengar dan berbicara. Sabda Yesus mengungkapkan identitas dan otoritas ilahi-Nya.

Sama seperti Allah membagikan kuasa firman-Nya kepada Adam, sehingga Adam dapat menamai makhluk-makhluk lain dan memiliki otoritas atas mereka, demikian pula Yesus membagikan firman-Nya yang penuh kuasa kepada Gereja-Nya. Yesus berkata kepada Petrus, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga dan apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga (Mat. 16:19).” Mengikat dan melepaskan adalah istilah para rabi untuk otoritas mengajar, dan Petrus, sang Paus pertama, mengajar dengan menggunakan kata-kata yang mengikat kita bahkan sampai di surga. Yesus juga berkata kepada murid-murid-Nya, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni dan jikalau kamu menahan dosa orang, dosanya tetap ada (Yoh. 20:22-23).” Dengan mengambil bagian dalam sabda ilahi Yesus, para rasul berbagi misi untuk menyembuhkan dan menguduskan.

Sebagaimana Yesus mewariskan firman ilahi-Nya kepada para rasul-Nya, para rasul juga mewariskan firman yang sama kepada para penerus mereka dari generasi ke generasi. Kita, Gereja Katolik, memiliki kata-kata ilahi ini. Setiap kali seorang imam mengulangi kata-kata konsekrasi, “Inilah Tubuh-Ku” dan “Inilah Darah-Ku”, Yesus hadir secara nyata dalam Ekaristi. Setiap kali, dalam pengakuan dosa, seorang imam mengucapkan, “Aku melepaskan engkau dari dosa-dosamu,” dosa-dosa kita sungguh diampuni. Setiap kali, seorang imam (atau bahkan seorang awam) menuangkan air ke dahi kita dan berkata, “Yohanes, aku membaptismu dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin,” kita terlahir sebagai ciptaan baru.

Namun, firman ilahi ini bukan hanya milik para imam. Kata-kata ini adalah milik setiap anggota Gereja-Nya. Ketika seorang pria dan seorang wanita mengucapkan persetujuan dan janji pernikahan mereka, maka terciptalah kesatuan pernikahan yang tak terlihat namun tak terpisahkan. Ketika orang tua memberkati anak-anak mereka dengan tanda salib di dahi mereka, berkat Tuhan sungguh ada pada anak-anak ini. Misi kita adalah untuk menguduskan dunia, dan kita diperlengkapi untuk memenuhi tugas ini karena Yesus telah mempercayakan firman ilahi-Nya kepada kita.

Surabaya
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi:
Bagaimana kita menggunakan kata-kata kita? Apakah kita membangun dan memberkati orang lain dengan kata-kata kita? Apakah kita menyakiti dan menghancurkan orang lain dengan kata-kata kita? Bagaimana kita membawa orang lain lebih dekat kepada Tuhan melalui kata-kata kita? Apakah kata-kata favorit kita? Apakah itu kata-kata yang baik dan membangun? Apakah firman Allah mengubah kita? Apakah kita sering mendengar dan membaca firman Allah dalam Alkitab?

Translate »