Epifani [A]
8 Januari 2023
Matius 2:1-12

Kisah orang Majus memiliki apa yang diperlukan untuk menjadi kisah petualangan yang luar biasa. Kisah ini dimulai dengan perjalanan panjang dan penuh tantangan orang-orang Majus dari timur yang mencari harta karun yang besar, yaitu Raja yang baru lahir. Ada juga bintang misterius yang membimbing mereka. Kemudian, tokoh antagonis, dalam diri Herodes, muncul. Dia tampaknya seorang pria yang suka menolong dan tulus, tetapi diam-diam menyembunyikan niat jahatnya dan berencana untuk menghancurkan Raja sejati. Kemudian kejutan! Para Majus menemukan sang Raja mereka pada kondisi yang paling tak terduga: bukan di istana, tapi di rumah sederhana, bukan dalam kekayaan, tetapi dari keluar sederhana, bukan raja biasa, tapi Sang Imanuel, Allah-bersama-kita. Kemudian, sebagai penutup, orang-orang Majus berhasil lolos dari raja gila karena mereka diperingatkan dalam mimpi dan kembali ke negara mereka sendiri melalui jalan yang berbeda dan lebih aman.

Matius adalah seorang narator yang jenius, dan mengizinkan kita, para pembacanya, untuk menjadi bagian dari cerita ini. Sebagian besar dari kita bisa dengan mudah mengidentifikasi diri kita dengan orang-orang Majus. Ia juga membiarkan beberapa elemen ceritanya ‘tidak lengkap’ sehingga kita bisa mengisinya dengan interpretasi dan imajinasi kita. Salah satunya adalah tiga persembahan orang Majus. Lalu, mengapa mereka mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur?

Salah satu jawaban paling awal berasal dari St. Irenaeus (sekitar 200 M). Dia mengatakan bahwa tiga persembahan itu mewakili identitas dan misi Kristus. Emas adalah salah satu logam yang paling berharga, dan ini menjadi simbol dari Kristus Sang Raja. Kemenyan berkualitas tinggi juga merupakan sesuatu yang berharga digunakan untuk ritual keagamaan, dan ini menjadi simbol keilahian dan imamat Kristus. Sementara itu, mur adalah rempah-rempah berharga yang digunakan dalam penguburan (lihat Yoh 19:39), dan ini merujuk pada kematian dan kodrat manusia Yesus. St. Thomas Aquinas dari abad ke-13, dalam tafsirannya tentang Injil Matius, menjelaskan bahwa pemberian-pemberian ini memiliki tujuan yang lebih praktis. Emas adalah untuk membantu Keluarga Kudus yang berkekurangan secara finansial. Mur mungkin digunakan untuk menghangatkan tubuh bayi, dan kemenyan untuk menghilangkan bau tidak enak.

Penafsiran lain yang menarik adalah bahwa emas, mur, dan kemenyan adalah bahan yang digunakan dalam alkimia dan sihir kuno. Orang Majus (dari kata ‘magos’ dan akar kata ‘magic’) diyakini terlibat dalam kegiatan sihir, tetapi ketika mereka menemukan Yesus, mereka memutuskan untuk meninggalkan hal-hal ini dan menemukan cara baru dalam hidup mereka. Dengan demikian, karunia-karunia ini melambangkan pertobatan orang Majus kepada iman yang sejati.

Namun, secara pribadi saya cenderung ke arah penafsiran yang paling sederhana. Orang Majus mempersembahkan benda-benda ini karena hal-hal ini adalah benda-benda yang paling berharga yang mereka miliki saat itu. Mereka mempersembahkan yang terbaik yang mereka miliki kepada Raja sejati. Ini adalah sikap yang tepat untuk menghormati sang raja dan juga menyembah Tuhan. Di dalam Alkitab, tindakan penyembahan melibatkan persembahan yang terbaik yang kita miliki kepada Tuhan. Orang Majus menemukan Allah yang benar dan menyembah-Nya. Hal ini mengubah hidup mereka dan membawa sukacita dan keselamatan bagi mereka.

Kisah Epifani menyadarkan kita bahwa umat manusia memiliki tujuan, yaitu untuk menemukan Tuhannya. Kita sangat diberkati karena kita telah menemukan Allah kita. Namun, pertanyaannya adalah: apakah kita ingin menyembah Dia? Apa yang akan kita persembahkan kepada-Nya? Apakah kita bersedia memberikan hal-hal yang paling berharga dalam hidup kita? Apakah kita ingin hidup kita diubahkan? Sampai kita mempersembahkan emas, mur, dan kemenyan kita, itu belum mencapai akhir yang bahagia dan mulia.

Roma
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP