Refleksi Harian Injil: Lukas 12:35-38
Fr. Agung wahyudianto
22 Oktober 2024
Di pegunungan Peru, ketika malam tiba dan dingin mulai meresap, para petani Quechua bersiap menjaga ladang mereka dengan penuh kewaspadaan. Mereka tahu bahwa malam bukanlah waktu untuk lalai, tetapi saat yang menuntut perhatian lebih. Dengan api unggun yang menyala, mereka tetap terjaga, menyadari bahwa keberhasilan panen mereka bergantung pada kesiapan untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi. Dalam kesederhanaan kehidupan mereka, para petani ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya kesiapsiagaan, yang juga diungkapkan oleh Yesus dalam Injil hari ini.
Yesus mengajak kita untuk berjaga-jaga seperti hamba yang menunggu tuannya pulang dari pesta pernikahan, dengan pinggang tetap berikat dan pelita tetap menyala. Ini bukan hanya tentang kesiapsiagaan fisik, tetapi juga tentang menjaga hati dan pikiran kita selalu terbuka dan waspada terhadap kehadiran Tuhan di setiap momen. Dalam keadaan ini, kita diundang untuk melihat bahwa kehidupan bukanlah serangkaian tugas yang terpisah-pisah, tetapi sebuah kesatuan di mana kita selalu dipanggil untuk berada dalam keadaan siaga rohani.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita terjebak dalam rutinitas dan kesibukan hingga melupakan panggilan untuk selalu berjaga. Namun, sama seperti para petani Quechua yang menyadari pentingnya menjaga api unggun tetap menyala, kita pun diajak untuk menjaga api iman kita tetap berkobar. Ini bukan hanya soal menunggu kedatangan Tuhan di akhir zaman, tetapi juga tentang menyadari bahwa Tuhan bisa hadir kapan saja, di setiap detik kehidupan kita. Dengan kesadaran ini, setiap tindakan dan pikiran kita bisa menjadi tempat perjumpaan dengan Tuhan.
Kesiapsiagaan spiritual ini menuntut kita untuk senantiasa terhubung dengan sumber kehidupan yang sejati. Sama seperti petani yang tak pernah memandang malam sebagai ancaman, tetapi sebagai kesempatan untuk lebih dekat dengan alam dan komunitas mereka, kita juga diajak untuk melihat setiap momen dalam hidup sebagai bagian dari perjalanan menuju persatuan dengan Tuhan. Ketika kita berjaga dalam doa dan refleksi, kita tidak hanya menjaga diri dari godaan dunia, tetapi juga membuka diri kita terhadap kehadiran Ilahi yang selalu ada di sekeliling kita, meskipun sering kali tak terlihat.
Dalam budaya Quechua, malam tidak hanya dimaknai sebagai waktu untuk beristirahat, tetapi juga saat untuk refleksi dan kontemplasi. Mereka percaya bahwa dalam keheningan malam, terdapat kebijaksanaan yang hanya bisa ditemukan ketika kita berhenti sejenak dan mendengarkan. Dalam hal ini, kita diingatkan bahwa berjaga-jaga bukanlah tindakan yang pasif, tetapi aktif sebuah panggilan untuk selalu sadar dan siap menyambut apa pun yang datang dengan hati yang terbuka dan damai.
Injil ini, dengan demikian, mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan adalah jalan untuk menemukan kesatuan yang lebih dalam dengan Tuhan. Ketika kita menjaga pelita iman kita tetap menyala, dan hati kita tetap terjaga, kita menyadari bahwa tidak ada momen dalam hidup yang terlepas dari kehadiran-Nya. Seperti para petani Quechua yang menjaga api unggun di malam hari, kita pun diajak untuk menjaga api spiritual kita tetap menyala, siap untuk menyambut Tuhan dalam setiap detik kehidupan kita—baik dalam terang maupun dalam kegelapan.