RP Hugo Yakobus Susdiyanto O.Carm
Senin, 18 November 2024
Why 1:1-4; 2:1-5a; Luk 18:35-43
Tanpa disadari, ketika orang bersama orang penting terkadang menjadi merasa penting, mengganggap diri penting. Para murid Yesus menjadi merasa penting dan bertindak menjauhkan orang yang dianggap tidak penting dan menggangu Yesus, sang Guru, yakni seorang pengemis buta. Namun siapakah sebenarnya yang lebih penting?
St. Paulus menegaskan, “iman timbul dari pendengaran oleh firman Kristus” [Rm 10:17]. Seorang pengemis buta yang duduk di pinggir jalan itu hatinya melek, mulut dan pendengarannya berfungsi dengan baik. Ketika telinganya mendengar bahwa Yesus orang Nazaret lewat, ia berseru, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” [Mark 10:47]. Anak Daud adalah gelar mesianik yang untuk pertama kalinya dipakai dalam Mazmur[2:7; 110:1-2]; dikenakan kepada Yesus [Mrk. 10:47; Mat. 1:1; 21:9]. Menurut pengharapan Yahudi, “Mesias” adalah keturunan “Daud”, raja Israel yang paling sempurna. Dengan menyebut Yesus “Anak Daud”, pengemis buta itu memiliki pengenalan akan keilahian Yesus jauh lebih baik dari para rasul dan juga orang banyak, yang menyuruh dia diam.
Jika orang banyak menyuruh pengemis buta untuk diam, Yesus justru berhenti dan meminta meminta supaya orang itu dibawa kepada-Nya. Yesuspun menyapa kepadanya, “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Dan orang buta itupun menjawab: “Tuhan, supaya aku dapat melihat!” Tampak kepada kita bahwa ada perkembangan pengenalan dalam diri pengemis buta itu. Pada mulanya ia diperkenalkan kepada Yesus orang Nazaret, tetapi ia memanggil Yesus dengan sebutan “Anak Daud”. Setelah berbicara secara langsung dengan Yesus, ia menyebut Yesus dengan sebutan “Tuhan”. Yesus, Anak Daud dan Tuhan itu menanggapi pengenalan atau iman pengemis buta itu, “Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau” [Mark 10:52]. Tampak jelas di sini bahwa keselamatan terjadi karena iman akan Kristus, dan bukan penderitaan atau kesusahan seseorang. Namun iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati, kosong[Yak 2:17.20]. Maka pengemis buta yang telah disembuhkan mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya dan sambil memuliakan Allah. Artinya ia ambil bagian dalam karya peyelamatan Kristus, mewujudnyatakan imannya dalam tindakan nyata. Inilah iman yang hidup, iman yang dewasa.
Karena sesuatu hal, orang bisa saja mata fisiknya buta. Akan tetapi jangan pernah seorangpun hatinya buta. Orang yang hatinya buta tidak bisa melihat kebenaran Allah. Kebutaan hati akan membuat seseorang tidak mengenal Allah dan kebenaran-Nya. Akibatnya tidak bisa mengamalkan kebenaran yang diimannya dalam kehidupan nyata. Semoga hati dan budi kita tetap melek dan terjaga tanpa cela, sehingga tetap dapat mengenal Allah dan kebenaran-Nya.Kita memohon agar Tuhan membuka mata iman kita untuk percaya kepada-Nya, menyerahkan seluruh diri kita kepada-Nya. dengan demikian, penderitaan dan kesulitan yang kita alami dalam hidup sehari-hari, tidak membuat kita putus asa, patah semangat, sebab kita beriman kepada Yesus, kita melihat Yesus dengan mata hati.