(1Raj. 17:10-16; Ibr. 9:24-28; Mrk. 12:38-44)
Rm. Yohanes Endi, Pr.
Saudara-saudariku terkasih, bacaan Injil minggu ini membawa kita ke dalam suasana
Bait Allah di Yerusalem, sebuah bangunan megah dengan serangkaian pelataran yang
semakin eksklusif. Pelataran pertama terbuka untuk semua, termasuk orang-orang
non-Yahudi; pelataran kedua untuk pria dan wanita Israel; pelataran ketiga hanya
untuk laki-laki Israel; dan pelataran keempat, yang mengelilingi tempat suci di pusat
Bait Allah, hanya diperuntukkan bagi para imam. Di pelataran kedua, yang dikenal
sebagai pelataran wanita, terdapat tembok dengan tempat-tempat persembahan di
mana orang bisa memasukkan koin. Setiap koin yang dijatuhkan mengeluarkan suara
yang menandakan nilainya, semakin nyaring suaranya, semakin tinggi nilai koin itu.
Dalam suasana inilah, Yesus duduk mengamati orang-orang yang memberi
persembahan. Banyak orang kaya datang dan memasukkan koin dalam jumlah besar,
namun kemudian datanglah seorang janda miskin. Ia hanya memasukkan dua keping
uang kecil, hampir tanpa suara. Yesus memperhatikan ini dan berkata, “Sungguh, janda
miskin ini memberi lebih dari semua orang lain. Sebab mereka semua memberi dari
kelimpahannya, tetapi dia memberikan seluruh yang dimilikinya, seluruh hidupnya.”
Tentu, kisah janda ini adalah contoh yang luar biasa. Yesus tidak mengajak semua
murid-Nya untuk memberikan seluruh harta bendanya; panggilan seperti itu adalah
panggilan khusus—untuk para rasul, para pertapa, misionaris, biarawan, dan biarawati.
Bagi umat beriman, Yesus mengajarkan agar kita menggunakan berkat materi yang kita
miliki “menurut kehendak Allah,” dengan mengingat bahwa kita hanyalah pengelola,
bukan pemilik mutlak. Suatu saat, kita akan diminta pertanggungjawaban atas
bagaimana kita mengelola harta yang dipercayakan pada kita. Namun, contoh janda ini
tetap relevan bagi kita semua: kita diajak untuk tidak menaruh harapan utama pada
harta duniawi, melainkan pada Tuhan, dengan setia mengikuti kehendak-Nya dan
percaya pada penyelenggaraan-Nya.
Hari ini, kita mengenang tiga contoh iman dan kemurahan hati yang mendalam.
Pertama, adalah Santo Martinus dari Tours, yang pada 11 November diperingati bukan
hanya karena berbagai kebajikannya, tetapi juga karena kebaikannya yang terkenal—
ketika ia membagi jubahnya menjadi dua untuk diberikan kepada seorang pengemis
yang hampir telanjang.
Kedua, contoh dari bacaan pertama (1 Raja-raja 17:10-16). Nabi Elia meminta air dan
makanan dari seorang janda miskin di masa kelaparan. Wanita itu menjawab, “Tidak
ada lagi makanan, hanya segenggam tepung dan sedikit minyak. Aku sedang
mengumpulkan kayu bakar untuk membuat makanan terakhir bagi aku dan anakku,
dan setelah itu kami akan mati.” Namun, Elia mendorongnya untuk percaya:
“Buatkanlah roti bagiku terlebih dahulu, dan lihatlah, tepungmu tak akan habis dan
minyakmu tak akan berkurang hingga Tuhan mengirimkan hujan.” Dan benar, mukjizat
itu terjadi; tepung dan minyak janda itu tidak pernah habis selama masa kelaparan.
Janda ini, dengan imannya yang teguh, mengingatkan kita pada janda di dalam Injil hari
ini. Keduanya mencontohkan bahwa dalam ketidakberdayaan sekalipun, ketika kita
berbagi dengan keyakinan kepada Allah, maka kasih karunia-Nya akan cukup bagi
semua orang.
Dan akhirnya, contoh yang paling besar dan mendalam dari penyerahan diri
sepenuhnya kepada Allah ada pada Yesus Kristus, seperti diceritakan dalam bacaan
kedua (Ibrani 9:24-28). Yesus menyerahkan seluruh hidup-Nya, bahkan hingga wafat di
kayu salib. “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu, Kuserahkan nyawa-Ku,” demikian doa-Nya
sebelum wafat, dan Bapa membalas kasih dan penyerahan-Nya dengan kebangkitan.
Dari kematian dan kebangkitan Yesus, kita semua memperoleh keselamatan.
Saudara-saudariku terkasih, kita semua dipanggi untuk memberi dengan tulus. Melalui
permenungan hari ini, dan melalui teladan dari janda miskin, Santo Martinus, dan
Yesus Kristus sendiri, menggerakkan hati kita untuk hidup dengan penuh pengabdian
dan penyerahan diri kepada Tuhan. Dalam setiap hal kecil yang kita berikan dengan
tulus, ada kuasa dan berkat yang luar biasa, yang tidak hanya menguatkan kita, tetapi
juga menjadi sumber penghiburan dan kekuatan bagi sesama. Mari kita selalu ingat,
betapa Tuhan memandang bukan pada besar kecilnya pemberian kita, melainkan pada
kasih dan iman yang menyertainya. Tuhan memberkati kita semua. Amin.