(Yes.9:1-6; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14)
Rm. Yohanes Endi, Pr.
Saudara-saudariku terkasih, malam ini adalah malam yang penuh sukacita dan harapan. Kita merayakan kelahiran Sang Juruselamat, yang datang ke dunia untuk menerangi kegelapan kita. Natal adalah bukti cinta Allah yang tak terbatas, cinta yang menjangkau manusia di mana pun, bahkan di tempat yang paling tak terduga.
Nabi Yesaya menggambarkan kelahiran Sang Mesias sebagai terang yang besar bagi bangsa yang berjalan dalam kegelapan, sebagai pembebas yang menyingkirkan beban yang menekan. Injil Lukas membawa kita ke Betlehem, di mana Maria dan Yosef, yang ditolak dari penginapan, harus menyambut kelahiran Yesus di sebuah kandang yang sederhana. Di tempat itu, di tengah kesederhanaan dan keterpinggiran, lahirlah Sang Raja Damai, dibaringkan di palungan yang kotor dan hanya disaksikan oleh para gembala, orang-orang sederhana yang mungkin dianggap tak berarti oleh dunia.
Para gembala, yang setia menjaga kawanan domba di malam yang dingin, dipilih Tuhan untuk menjadi saksi pertama kelahiran Putra-Nya. Mereka menerima kabar sukacita dari para malaikat, kabar tentang kelahiran Juruselamat yang membawa damai bagi dunia. Dengan hati yang tulus, mereka bergegas menuju Betlehem, tanpa ragu atau menunda. Bayangkan bagaimana hati mereka dipenuhi kegembiraan saat melihat Sang Bayi Kudus yang terbaring di palungan.
Saudara-saudari terkasih, pesan Natal ini mengajak kita untuk merenungkan makna kehadiran Allah di tengah kita. Allah memilih lahir dalam situasi kemiskinan dan keterpinggiran untuk menunjukkan solidaritas-Nya dengan manusia. Kelahiran-Nya di kandang adalah undangan bagi kita untuk melihat dan mengalami kehadiran-Nya dalam kesederhanaan hidup sehari-hari.
Hari ini, “palungan” bukan hanya tempat di Betlehem. Palungan adalah simbol dari mereka yang terlupakan, terpinggirkan, dan menderita di sekitar kita. Palungan adalah tangisan bayi-bayi yang ditinggalkan, rintihan mereka yang tertindas, jeritan hati mereka yang kesepian dan tak dipedulikan. Dalam modernitas kita, palungan itu bisa ditemukan di banyak tempat: di keluarga yang terluka, di masyarakat yang terpecah, di hati yang dipenuhi luka dan ketidakpedulian.
Natal mengundang kita untuk “mudik ke palungan,” untuk kembali ke hati yang sederhana dan tulus, untuk mendekat kepada sesama yang membutuhkan. Natal bukan
sekadar perayaan lampu berkelap-kelip atau kado yang indah. Natal adalah momen untuk berbagi kasih, memperbaharui hati, dan membawa damai kepada sesama. Seperti para gembala yang dipenuhi sukacita, kita juga diajak untuk membawa kabar baik kepada dunia, menjadi saksi cinta Allah yang hadir di tengah kita.
Saudara-saudari terkasih, mari kita hidupkan semangat Natal dengan membuang rasa curiga, iri hati, dan penghakiman. Sebaliknya, mari kita bangun semangat persaudaraan, saling menerima, dan saling memaafkan. Natal adalah waktu untuk menyapa kembali mereka yang terpinggirkan, mendekatkan yang jauh, dan menyembuhkan luka-luka di hati kita.
Semoga malam ini menjadi malam yang penuh berkat, di mana damai dan kasih Kristus memenuhi hati kita. Marilah kita saling berbagi tawa dan duka, kepedihan dan kegembiraan, agar kita semua dapat lahir kembali bersama Kristus sebagai manusia baru yang penuh damai dan harapan. Selamat Natal! Semoga damai Kristus selalu menyertai kita dan terpancar melalui hidup kita. Amin.