Rm Agung Wahyudianto O.Carm


(Refleksi berdasarkan Yohanes 5:17–30)

Di Peru, ada satu ciri yang hampir selalu melekat pada masyarakatnya, terutama di kalangan rakyat sederhana: semangat kerja keras yang nyaris tak pernah padam. Entah itu pedagang kecil di pasar, petani di pegunungan, pengemudi combi yang bolak-balik tanpa jeda, atau ibu rumah tangga yang merawat keluarga sambil menjual makanan dari dapur rumahnya—mereka semua adalah contoh “trabajadores constantes”, orang-orang yang terus bekerja, bukan karena kemewahan yang dicari, tetapi karena hidup itu sendiri adalah panggilan untuk tetap berjalan.

Dalam Injil hari ini, Yesus berkata, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja.” Kalimat ini begitu kuat dalam masa Prapaskah, ketika kita diajak untuk masuk lebih dalam ke dalam kehidupan rohani, bukan sebagai pelarian dari dunia, melainkan sebagai partisipasi dalam karya kasih yang terus berlangsung. Allah tidak pernah berhenti bekerja. Ia hadir dan berkarya dalam diam, dalam yang tersembunyi, dalam setiap proses pertobatan, penyembuhan, dan pembaruan.

Yesus, yang sepenuhnya selaras dengan kehendak Bapa, tidak datang dengan kehebohan. Ia hadir dalam kesederhanaan dan kesetiaan. Pekerjaan-Nya bukan tentang membuktikan kuasa, tetapi tentang menghadirkan kasih yang menyentuh hidup manusia satu per satu. Dalam masa Prapaskah, kita pun diajak bukan hanya untuk berhenti dari dosa, tetapi juga masuk ke dalam pekerjaan kasih yang terus dikerjakan oleh Bapa—dalam hidup kita, dan melalui hidup kita.

Yesus tidak bekerja demi ambisi pribadi. Ia bekerja karena Ia melihat Bapa-Nya terus bekerja. Itulah panggilan kita juga: berpuasa, berdoa, dan berbagi bukan sekadar sebagai kewajiban religius, tetapi sebagai bentuk keterlibatan dalam karya Bapa yang sedang menyentuh dunia dengan belas kasih. Kita tidak bekerja demi dilihat, tetapi karena kita sadar, Tuhan sudah lebih dulu bekerja di dalam diri kita.

Hari ini, mari kita bertanya: Apakah kita sudah selaras dengan pekerjaan Bapa? Apakah kita bekerja dengan kesadaran bahwa hidup kita adalah bagian dari gerakan kasih yang lebih besar? Dalam kesibukan kita sehari-hari, kita bisa ikut serta dalam pekerjaan Allah: ketika kita mengampuni, ketika kita mendengarkan dengan sabar, ketika kita memilih diam daripada menghakimi.

Bapa bekerja sampai sekarang—di tengah luka kita, dalam keheningan doa, dalam kekuatan untuk bertahan, dan dalam harapan yang tidak padam. Maka, kita pun memilih untuk tetap bekerja: menghadirkan kasih dalam hal-hal kecil, dalam kehidupan yang tampak biasa, tetapi sebenarnya sangat mendalam.