Jumat, 27 Juni 2025
Lukas 15:3-7
Oleh: Agustinus Suyadi, O.Carm
Devosi kepada Hati Yesus yang Mahakudus mulai berkembang sejak abad ke-11. Mulanya lebih bersifat perorangan, namun sejak 31 Agustus 1670 berkembang menjadi sebuah perayaan besar yang dipopulerkan oleh Yohanes Eudes (1602-1680). Lebih berkembang lagi ketika St. Margaretha Maria Alacoque (1647-1690) mendapat penglihatan dari Tuhan Yesus, untuk merayakan Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus pada hari Jumat dalam oktaf Hari Raya Corpus Christi. Perayaan ini merupakan ungkapan terima kasih kepada Tuhan yang rela berkurban demi keselamatan kita. Pada tahun 1856, Paus Pius IX, atas permintaan para uskup Prancis, memperluas perayaan ini di dalam Gereja katolik. Dari sejarah singkat ini marilah kita menggali sedikit makna:
[1] RAHASIA KASIH TUHAN
Injil Lukas menunjukkan betapa besar kasih Allah pada manusia. Yang menarik adalah kasih Tuhan itu bukan pertama-tama manusia baik, saleh, hebat, etc. Justru sebaliknya, Yesus menyerahkan nyawa untuk manusia yang berdosa, sesat, dan jahat. Bagaikan seekor domba yang nakal dan tersesat, tetapi Tuhan meninggalkan yang 99 demi keselamatan yang seekor tersebut. Inilah rahasia kasih Allah yang sedemikian unggul. Manusia telah berdosa, tetapi Tuhan menjadikan diri-Nya sebagai silih atas dosa. Hari ini kita pantas bersyukur kepada Tuhan karena rahasia kasih-Nya diungkapkan kepada kita.
[2] RAHASIA ITU SUPAYA KITA MENCINTA
Surat Yohanes (1 Yoh 4:8) memerkenalkan identitas Allah sebagai kasih. Karena Allah adalah Bapa kita, maka kita anak-anak-Nya tentu berlaku demikian pula. Dengan demikian, kita ini adalah anak-anak Allah manakala kita hidup saling mengasihi. Kita mewujudkan identitas Allah yang adalah kasih ketika kita saling mengasihi. Allah dikenal sebagai Allah yang penuh kasih, apabila orang-orang yang telah dipilih-Nya itu bisa saling mengasihi. Kasih berasal dari Allah. Kita pun lewat Yesus Kristus diasalkan dari Allah. Maka, kita secara otomatis saling mengasihi.
[3] KASIH DALAM SALIB
Nyatanya, efek dosa masih juga terasa dalam hidup kita. Kita ingin mengasihi, tetapi yang muncul kebencian. Kita berharap kebaikan, tetapi yang ada keburukan. Cinta itu sulit untuk kita yang pernah berdosa. Maka, Yesus berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Kasih itu akan bisa tersujud, apabila kita memiliki yang kudus. Pertama-tama, kita diajak untuk datang kepada Yesus. Lantas memikul beban berat itu dengan memandang salib dengan kelemahlembutan dan kerendahatian. Ternyata, salib hidup kita tidak sehebat salib Yesus. Ia mencintai dengan mati, maka kita diajak mencintai dengan hati lembut dan rendah hati. Di situlah ketenangan dan keringanan akan terjadi. Saling mengasihi yang bersumber pada salib Tuhan akan begitu enak dan ringan.