Rm Yusuf Dimas Caesario
Matius 8:28–34
“Lalu seluruh kota itu keluar mendapatkan Yesus, dan setelah mereka bertemu dengan-Nya, mereka mendesak Dia supaya meninggalkan daerah mereka.” (Mat 8:34)
Yesus baru saja melakukan mukjizat yang mencengangkan. Dua orang yang kerasukan roh jahat—yang dikenal sangat berbahaya hingga tak ada seorang pun berani lewat dekat mereka—disembuhkan seketika. Tapi anehnya, penduduk kota tidak bersukacita, tidak mengadakan syukuran, bahkan tidak mengundang Yesus makan siang. Sebaliknya, mereka menyuruh Yesus pergi. Mengapa?
Ternyata Yesus telah mengusir setan-setan itu masuk ke dalam kawanan babi, dan seluruh babi itu terjun ke danau lalu mati. Para penduduk merasa kerugian mereka—babi-babi yang mungkin jadi sumber ekonomi mereka—lebih penting daripada dua jiwa manusia yang diselamatkan. Di mata mereka, Yesus merugikan. Mereka lebih nyaman hidup dengan babi dan setan, daripada disapa oleh Allah yang bisa mengubah hidup mereka.
Yesus memang datang bukan untuk membuat kita nyaman, tapi untuk membuat kita selamat. Dan keselamatan itu kadang membutuhkan kehilangan: kehilangan kebiasaan buruk, kehilangan zona nyaman, bahkan kehilangan “babi-babi” kesayangan kita—hal-hal yang menghasilkan “untung” duniawi tapi justru menjauhkan kita dari Allah.
Mari jujur… mungkin saja kita pun seperti penduduk kota itu: lebih suka Yesus tetap tinggal di gereja saja, tidak masuk ke dapur kita, rekening kita, atau isi chat kita. Kita takut jika Yesus masuk terlalu dalam, kita akan kehilangan “ternak-ternak berharga” kita—entah ego, kesenangan tersembunyi, atau rasa benci yang sudah jadi sahabat lama.
Seorang anak muda pernah berkata jujur, “Saya tidak takut Yesus tidak hadir, saya justru takut kalau Dia hadir terlalu dekat.” Mengapa? Karena hadirat Tuhan akan menuntut pertobatan sejati.
Pertanyaan Reflektif
Apa “kawanan babi” dalam hidup saya yang lebih saya jaga daripada keselamatan jiwa saya?
Apakah saya sungguh mengizinkan Yesus hadir sepenuhnya dalam seluruh aspek hidup saya—bukan hanya di ruang ibadah, tapi juga di ruang keputusan dan kebiasaan?
Apakah saya lebih takut kehilangan kenyamanan duniawi daripada kehilangan kedekatan dengan Allah?
Doa
Tuhan Yesus, sering kali aku lebih memilih kenyamanan daripada pertobatan. Aku takut ketika Engkau datang dan mengubah hidupku. Tapi hari ini aku mau berkata: datanglah, Tuhan, dan tinggallah dalam hatiku. Bila perlu, usirlah “babi-babi” yang membuatku jauh dari-Mu. Berilah aku keberanian untuk lebih mencintai keselamatan daripada kenyamanan. Amin.