Rm Agung Wahyudianto O.Carm

Yohanes 15:1–8 | 15 Oktober – Peringatan Santa Teresia dari Ávila

“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.”

(Yohanes 15:4)

Yesus tidak mengatakan, “kerjakan untuk-Ku,” atau “perjuangkan Aku,” tetapi “tinggallah”—sebuah kata yang terlihat sederhana, tapi dalam. Di zaman ini, ketika semua bergerak cepat dan penuh tuntutan untuk membuktikan diri, kata “tinggal” justru terdengar pasif, bahkan tidak produktif. Tapi di dalam Injil, tinggal berarti sesuatu yang jauh lebih dalam: menyatu tanpa jarak.

Santa Teresia dari Ávila memahami ini bukan sebagai konsep, tapi sebagai pengalaman batin. Ia menulis tentang “puri batin”—sebuah ruang di dalam jiwa di mana Allah tinggal dan selalu hadir. Tapi untuk sampai ke sana, ia tahu bahwa manusia harus melewati banyak “lapisan rumah batin”: ego, kepalsuan, kebutuhan akan pengakuan, bahkan ketakutan akan kehilangan diri. Maka, tinggal dalam Kristus bukan sekadar bertahan di jalan iman, tapi berani melepaskan diri yang palsu agar bisa menyatu dengan Sumber Hidup.

Yesus menggambarkan hubungan ini seperti ranting dan pokok anggur. Ranting tidak harus menciptakan kehidupan sendiri; cukup tinggal dan membiarkan aliran hidup itu bekerja dari dalam. Di sinilah kita sering gagal—kita ingin menjadi ranting yang kuat dengan caranya sendiri, bukan dengan membiarkan diri tersambung total.

Namun tinggal bukan berarti pasrah tanpa arah. Justru tinggal di dalam Kristus menuntut kejujuran, keberanian, dan keterbukaan penuh. Karena untuk benar-benar tinggal, kita harus berhenti bersembunyi—berhenti membentuk citra, berhenti mencoba menjadi “baik” di mata dunia, dan mulai menjadi utuh, di hadapan Allah yang tidak jauh dari dalam diri kita sendiri.

Santa Teresia dari Ávila tidak menjadi kudus karena ia berbuat banyak, melainkan karena ia berani tinggal di ruang terdalam hatinya, di mana ia menyatu dengan Allah yang tak terbagi. Dan dari sanalah muncul buah: doa yang hidup, kebijaksanaan, ketenangan, dan tindakan yang lahir dari kesatuan, bukan dorongan.

Hari ini, kita pun diajak untuk tidak sekadar percaya atau bekerja bagi Tuhan, tapi berani tinggal—tanpa syarat, tanpa topeng, dan tanpa perlu menjadi apa-apa lagi.

“Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak.” (Yoh 15:5)