(Kel. 17:8-13; 2Tim. 3:14-4:2; Luk. 18:1-8)
Rm. Yohanes Endi, Pr.
Saudara-saudariku terkasih dalam Kristus, minggu lalu kita diajak untuk selalu bersyukur dalam segala situasi hidup. Syukur menjadi ungkapan iman yang lahir dari kesadaran akan kasih Allah yang senantiasa menyertai langkah kita. Hari ini, melalui bacaan-bacaan suci, Gereja mengajak kita melangkah lebih dalam: untuk tidak jemu-jemu berdoa, untuk tetap bertahan dalam harapan, dan percaya bahwa Allah mendengarkan setiap seruan kita dengan cara dan waktu-Nya yang penuh kasih.
Doa yang sejati, saudara-saudari, bukan sekadar kata-kata yang terucap dari bibir, melainkan ungkapan iman yang hidup, iman yang tumbuh dari kepercayaan kepada Allah yang selalu hadir. Santo Paulus dalam suratnya kepada Timotius mengingatkan, bahwa keselamatan diperoleh melalui iman dalam Kristus Yesus. Dan iman itu menemukan napasnya dalam doa.
Untuk menjelaskan hal itu, Yesus mengisahkan sebuah perumpamaan yang sederhana namun mendalam: tentang seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapa pun, serta seorang janda yang terus-menerus datang memohon keadilan. Awalnya, sang hakim menolak. Namun karena janda itu tak henti-henti datang, akhirnya ia mengabulkan permohonannya, bukan karena belas kasih, tetapi karena ia tidak tahan dengan keteguhan hati si janda.
Melalui kisah ini, Yesus menegaskan: kita harus terus berdoa tanpa kenal lelah dan jangan putus asa. Jika seorang hakim yang lalim saja akhirnya mendengar karena keteguhan seorang janda, betapa lebih lagi Allah yang penuh kasih akan memperhatikan doa umat-Nya yang berseru siang dan malam. Namun Yesus juga menutup perumpamaan itu dengan sebuah pertanyaan yang menohok hati:“Akan tetapi, jika Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”
Saudara-saudariku terkasih, ada tiga hal yang dapat kita renungkan dari sabda hari ini: Pertama, berdoalah dengan iman yang otentik. Doa bukanlah sarana untuk memaksa Tuhan menuruti keinginan kita, melainkan kesempatan untuk menyatukan kehendak kita dengan kehendak-Nya. Iman yang otentik berarti percaya penuh kepada kasih Allah, bahkan ketika doa-doa kita tampak tidak dijawab. Tuhan bukanlah pelayan yang segera menuruti segala permintaan kita. Ia adalah Bapa yang bijaksana, yang tahu kapan dan bagaimana memberi yang terbaik bagi anak-anak-Nya. Maka, saat kita berdoa, marilah kita datang dengan hati yang percaya, bukan menuntut, melainkan berserah dengan kasih yang tulus.
Kedua, keadilan Allah selalu hadir dalam kasih dan kebijaksanaan-Nya. Tuhan tidak pernah tinggal diam terhadap doa umat-Nya. Ia mendengarkan setiap bisikan hati, setiap air mata, setiap keluhan yang tak terucap. Namun cara-Nya menjawab sering kali berbeda dengan cara kita memahami. Di situlah letak iman sejati, mampu menerima kehendak Allah dengan damai, meski kadang tidak sesuai dengan keinginan kita. Bukankah Yesus sendiri telah mengajarkan doa yang paling indah di taman Getsemani:
“Ya Bapa, jika mungkin, biarlah cawan ini berlalu dari pada-Ku; tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”
Doa yang demikian adalah doa yang memerdekakan jiwa, karena di dalamnya kita menyerahkan segalanya kepada Bapa yang tahu apa yang terbaik bagi kita.
Ketiga, iman yang teguh akan membawa kita pada pengharapan yang kekal. Yesus menutup perumpamaan itu dengan arah pandang eskatologis: pada saat Anak Manusia datang kembali, Ia akan menilai iman yang hidup dalam diri kita. Maka, bertekunlah dalam doa bukan hanya karena kita menginginkan sesuatu, tetapi karena kita rindu untuk tetap tinggal dalam hadirat Allah. Ketika iman tetap menyala, walau dalam kegelapan hidup, di sanalah doa kita menjadi kekuatan yang menegakkan keadilan, kebenaran, dan kedamaian.
Saudara-saudariku yang terkasih, dunia ini mungkin tidak akan menjadi surga, tetapi dengan iman yang teguh dan doa yang tak kenal lelah, kita membantu dunia ini menjadi tempat yang lebih baik, tempat di mana kasih Allah terasa nyata dalam tindakan kita setiap hari. Maka, marilah kita terus berdoa, bukan karena kita ingin cepat dikabulkan, tetapi karena doa memampukan kita untuk semakin percaya, semakin sabar, dan semakin serupa dengan Kristus yang setia. Semoga Tuhan meneguhkan hati kita untuk tetap bertekun dalam doa dan penuh harapan, hingga pada akhirnya Ia mendapati kita beriman ketika datang kembali dalam kemuliaan. Tuhan memberkati kita semua. Amin.