Lukas 12:35-38
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Mengawali nasihatnya kepada para murid Yesus bersabda, “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.” Sebuah kalimat singkat, namun mengandung panggilan mendalam bagi setiap orang beriman. Baik untuk kita ketahui bahwa dalam tradisi Yahudi, orang mengikat pinggangnya ketika hendak bekerja atau berjalan jauh. Maka kata-kata Yesus ini melambangkan kesiapan dan semangat untuk bertindak; sebuah panggilan untuk berjaga, siap sedia, dan setia dalam pelayanan. Kemudian, agar nasihat-Nya itu bisa dimengerti dan dipahami dengan baik oleh para murid-Nya Yesus menyampaikan sebuah perumpamaan tentang seorang hamba yang menanti tuannya pulang dari pesta kawin. Para hamba itu tidak tahu jam berapa tuannya akan datang — bisa tengah malam, bisa dini hari — tetapi ia tetap berjaga.
Saudara-saudari terkasih.
Sebagai murid Kristus, kita dipanggil untuk tidak terlena dalam kenyamanan, tidak duduk diam menunggu, tetapi siap bergerak dan melayani. Banyak orang mengaku beriman, tetapi kurang siap untuk melayani. Ada yang rajin berdoa, tetapi enggan turun tangan membantu sesama. Ada yang aktif di Gereja, tetapi mudah mengeluh ketika diminta berkorban waktu atau tenaga. Padahal, iman yang sejati selalu mendorong kita untuk bertindak. Mengikat pinggang berarti siap melakukan sesuatu, siap bekerja untuk Tuhan, siap melayani dengan kasih dan kesetiaan. Yesus sendiri memberi teladan yang luar biasa dalam hal ini. Pada malam terakhir bersama para murid, Ia “mengikat pinggang-Nya” dengan kain, lalu membasuh kaki mereka satu per satu (Yohanes 13:4–5). Tindakan ini menunjukkan bahwa kesiapan untuk melayani adalah inti dari kasih. Orang yang siap melayani adalah orang yang hatinya terbuka, yang tidak hidup untuk diri sendiri, tetapi untuk Tuhan dan sesama.
Saudara-saudari, kesiapsiagaan disini bukanlah persoalan waktu, melainkan sikap hati. Yesus tidak ingin kita sibuk menebak kapan Ia datang, tetapi Ia menghendaki agar kita hidup dalam kesadaran akan kehadiran-Nya setiap hari. Ia datang dalam banyak cara: dalam doa yang sederhana, dalam tugas harian yang kita lakukan dengan setia, dalam sesama yang membutuhkan perhatian dan kasih kita. Sering kali kita mengira bahwa Tuhan hadir hanya dalam peristiwa besar atau luar biasa, padahal Ia sering datang dalam hal-hal yang kecil dan biasa. Seorang ibu yang dengan sabar mendidik anak-anaknya; seorang guru yang dengan tekun membimbing murid-muridnya; seorang karyawan yang jujur dalam pekerjaannya; semua itu adalah wujud nyata dari kesiapsiagaan rohani. Setiap kali kita melakukan kebaikan dengan hati yang tulus, kita sedang menyambut Tuhan yang mengetuk pintu hati kita melalui orang-orang yang kita layani
Yesus melanjutkan, “Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga.”; dan lebih menakjubkan lagi, Ia menambahkan: “Aku berkata kepadamu: Ia akan mengikat pinggangnya, mempersilakan mereka duduk makan, dan Ia akan datang melayani mereka.” Saudara-saudari, inilah misteri kasih Allah yang luar biasa. Tuhan, Sang Tuan, yang seharusnya dilayani, justru menjadi pelayan bagi hamba-hamba yang setia. Janji ini menunjukkan bahwa setiap kesetiaan kecil yang kita persembahkan kepada Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Kesetiaan dalam doa, kesabaran dalam mendidik anak, ketekunan dalam pelayanan, pengampunan terhadap orang yang menyakiti; semua itu dilihat dan dihargai oleh Tuhan. Di hadapan Allah, bukan besar kecilnya pekerjaan yang penting, tetapi ketulusan hati dalam melakukannya. Ketika Yesus berkata, “Berbahagialah hamba yang didapati tuannya berjaga,” Ia tidak sedang menakut-nakuti, melainkan menguatkan kita. Ia ingin agar kita tetap tekun dalam kebaikan, tidak menyerah, tidak menjadi suam-suam kuku. Karena siapa pun yang setia sampai akhir, akan mengalami sukacita perjamuan kasih bersama Tuhan sendiri.
Saudara-saudari terkasih. Mari kita mohon rahmat Tuhan, agar kita semua dapat menjadi hamba-hamba yang setia, yang selalu berjaga dalam cinta, melayani dengan sukacita, dan menantikan kedatangan Tuhan dengan hati yang berkobat-kobar.