Senin, 16 Oktober 2017
Roma 1:1-7
Mazmur 98
Lukas 11:29-32
Ketika saya masih sekolah dulu, cemoohan “sok suci” sering diucapkan pada sesama teman sekolah. Biasanya ini semacam ejekan untuk anak yang kelihatannya alim, taat, tidak pernah berbuat kesalahan, atau jadi anak kesayangan guru. Orang yang dipanggil “sok suci” seakan-akan bisa membuat dirinya menjadi kelihatan suci.
Kata suci atau kudus sendiri muncul beberapa kali dalam pendahuluan Surat Paulus kepada Jemaat di Roma yang kita baca hari ini. Akar kata bahasa Ibrani “qados” mempunyai makna “terpisahkan dari yang tidak suci”. Seseorang atau sesuatu menjadi kudus karena dipisahkan dari yang lain dan mempunya status yang istimewa. Tidak ada seseorang pun yang bisa membuat dirinya kudus atau suci, melainkan hanya oleh Tuhan sendiri.
Santo Paulus hari ini mengingatkan umat di Roma bahwa mereka semua dipanggil Tuhan untuk menjadi kudus. Uniknya, tidak hanya orang Yahudi saja, melainkan semua bangsa. Kekudusan bukan lagi menjadi monopoli bangsa pilihan, bangsa Yahudi. Semua orang pun dipanggil untuk menjadi istimewa, menjadi pilihan Allah, menjadi kudus.
Kesalahan atau dosa yang kita perbuat biasanya terjadi karena kita lupa status istimewa kekudusan kita. Mungkin kita merasa iri akan status orang lain. Mungkin juga kita tidak percaya akan kebaikan kita sendiri karena anggapan orang lain yang merendahkan kita. Semoga hari ini kita diingatkan kembali bahwa kita semua telah dipilih Allah untuk dikasihiNya. Tidak ada seorang atau sesuatu apapun yang bisa merenggut status istimewa kita itu. Tidak perlu kita bersusah payah untuk “sok suci.” Tuhan sendiri telah menguduskan kita. Mampukah kita hidup seperti layaknya orang yang kudus?