Iman dan Kepenuhan Hidup
Sabtu pada Pekan Biasa ke-23
Peringatan St. Kornelius
16 September 2017
Lukas 6:43-49
“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? (Luk 6:46)”
Iman berbicara tentang hasrat kita yang terdalam sebagai manusia, kerinduan jiwa kita untuk Tuhan yang akan mengisi kekurangan mendasar di dalam jiwa kita. Melalui iman, kita menemukan Dia yang memberi Makna dalam hidup kita, karena Dia adalah Sang Firman yang mengukir kekosongan jiwa kita. Berbahagialah mereka yang memiliki iman! Sebagai pemazmur bernyanyi, “Jiwaku merindukan Tuhan, lebih dari penjaga untuk fajar. Biarkan penjaga menunggu fajar dan Israel pada Tuhan. Karena pada Tuhan ada rahmat kasih setia dan kepenuhan penebusan (Mazmur 130:6-7).”
Untuk memuaskan dahaga kita akan Tuhan, kita melibatkan diri dalam berbagai kegiatan keagamaan. Orang berduyun-duyun ke gereja dimana ada pengkhotbah yang bagus dan perayaan liturgi yang penuh semangat. Lainnya mencari Misa penyembuhan. Lainnya memilih untuk menghadiri kelompok studi Kitab Suci. Yang lain lebih memilih untuk menjadi bagian dari kelompok Doa Karismatik yang energetik. Yang lain cinta akan kesunyian rumah retret dan meditasi Taize. Sementara beberapa lainnya mendukung kekhidmatan dari Misa Latin tradisional. Kita memiliki banyak pilihan dan dapat menentukan mana yang cocok dengan selera kita.
Namun, Tuhan mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya tentang kepuasan spiritual pribadi. Jika tidak, kita hanya memperlakukan iman dan agama seperti hiburan duniawi lainnya yang berguna setiap kali kita merasa kering dan bosan. Lebih buruk lagi, iman hanya berfungsi sebagai obat penenang ketika hidup kita berantakan. Inilah mengapa Karl Marx pernah mengatakan bahwa agama adalah candu bagi masa. Iman dan berbagai kegiatan spiritual menjadi cara mudah untuk memenuhi kepentingan egois kita. Tanpa iman yang sejati, kita tidak lagi bisa menerima kepenuhan hidup, tetapi sebaliknya kita terjun ke jurang keputusasaan dan delusi.
Iman sejati membantu kita menjadi pohon-pohon yang menghasilkan buah-buah yang baik. Iman harus mendorong kita untuk bertindak nyata dalam hidup kita sehari-hari dan untuk mengasihi orang lain lebih dalam. Sungguh menyedihkan jika kita menghadiri kegiatan di paroki dengan semangat hanya untuk menghindari permasalahan di rumah, atau kita menikmati persekutuan doa tetapi kita tidak terlibat dalam perjuangan Gereja melawan ketidakadilan dan kemiskinan dalam masyarakat. Iman harus menjadi sumber kesuburan kehidupan.
“Ite missa est!” Adalah kalimat Latin terakhir yang diucapkan imam di dalam perayaan Ekaristi. Ini kira-kira berarti “Pergi, kita diutus!” Ekaristi, puncak dan sumber kehidupan rohani kita, memerintahkan kita untuk tidak sekedar tinggal di dalam ibadah dan gedung gereja, tetapi untuk pergi ke dunia dan membawa buah dari doa kita kepada orang lain. Dalam World Youth Day di Brazil, Paus Fransiskus mengatakan kepada para pemuda katolik untuk tidak hanya untuk membuat hiruk pikuk selama perayaan WYD, melainkan untuk membuat hiruk-pikuk mereka terdengar di paroki-paroki, keuskupan-keuskupan dan masyarakat mereka sendiri. Pertemuan dengan Allah seharusnya membawa kita menjadi agen perubahan dalam hidup. Iman adalah sumber kekuatan dari transformasi di dalam hidup, keluarga dan masyarakat. Hidupilah iman kita secara penuh dan nikmatilah kepenuhan hidup!
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
