Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Hari ini telah terjadi keselamatan atas rumah ini

Posted by admin on November 19, 2018
Posted in renungan 

Selasa Pekan Biasa XXXIII, 20 November 2018

Bacaan: Why 3:1-6, 14-22; Lukas 19:1-10

 

“Hari ini telah terjadi keselamatan atas rumah ini”

 

Kisah Zakeus yang didengarkan pada hari ini sangat terkenal, karena pesanya yang mendalam bagi kehidupan kita. Zakeus jelas bukan orang baik di mata orang banyak, karena pekerjaannya yang menarik pajak dan merugikan banyak orang. Zakeus mengambil banyak keuntungan bagi dirinya sendiri. Jelas perbuatannya ini tidak baik dan menyusahkan banyak orang, ia berdosa karenanya. Namun demikian, kedosaan Zakeus ini bukanlah keadaan selamanya, karena perubahan tetap bisa terjadi dalam diri siapapun, termasuk para pendosa, yakni Zakeus dan diri kita semua. Inilah tanda jelas bahwa manusia mempunyai hati yang bisa salah, namun juga bisa berubah dan bertobat. Manusia harus berani bersikap rendah hati dan mengakui kesalahannya supaya rahmat pengampunan mengalir dan hidupun menjadi baik dalam berkat Tuhan.

 

Kehadiran Yesus adalah kehadiran Kasih Tuhan yang luar biasa. Sikap Yesus terhadap Zakeus sungguh penuh kasih yang sekaligus membawa Zakeus kepada perubahan hidupnya. Perjumpaan dengan Yesus dan pengalaman akan kasih Tuhan itulah yang telah mengubah diri dan hidup Zakeus. Bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin, apalagi semua manusia, kita semua, siapapun kita, adalah milik Tuhan sekali untuk selamanya. Pengalaman Tuhan Yesus yang penuh Kasih itulah yang menghantar Zakeus membuka hatinya dan bertobat. Inilah keselamatan yang diterima Zakeus dan juga semua orang lain yang telah dirugikannya. Maka kasih Tuhan yang tercurah bagi kita setiap saat, perlu kita sambut dengan hati terbuka pula. Jika kita menutup hati, maka rahmat keselamatan itu menjadi terhambat. Sebesar apapun dosa kita, Tuhan tetap ingin kita selamat, maka marilah kita membuka hati kita dan mengalami kehadiran Tuhan di dalam diri kita masing-masing dan bertobat.

 

Tuhan, supaya aku dapat melihat

Posted by admin on November 18, 2018
Posted in renungan 

Senin Pekan Biasa XXXIII, 19 November 2018

Bacaan: Why 1:1-4b; Lukas 18: 35-43

 

“Tuhan, supaya aku dapat melihat”

 

“Yesus, anak Daud, kasihanilah aku!”, demikianlah seruan si buta yang mendengar Yesus lewat. Perkataan sederhanan ini mengandung makna yang sangat kaya. Ungkapan ini keluar dari hati terdalam sang pengemis buta, yang memohon belaskasihan Tuhan Yesus. Tentu saja permohonan ini muncul dari sebuah kepercayaan bahwa Yesus bisa melakukannya. Mungkin dia banyak mendengar tentang Yesus, sehingga ia ingin sekali berjumpa dengan Yesus untuk mengalami kasihNya. Teriakan dan doa orang yang percaya pasti akan didengarkan Tuhan. Maka ketika Yesus bertanya kepadanya, “Apa yang kau ingin Kuperbuat bagimu?”, dia menjawab, “Tuhan, supaya aku dapat melihat”, dan Yesus menjawab, “melihatlah, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Dengan penuh kejujuran, si buta mengatakan kepada Yesus kerinduan hatinya, belaskasih yang diwujudkan dengan penglihatan.

 

Yesus mendengarkan teriakan si buta dan menjumpainya serta berbicara kepadanya. Yang menjadi kerinduannya didengarkan Tuhan, karena dalam ungkapan kata-katanya tampaklah imannya. Belaskasihan Tuhan itu diwujudkan dalam penglihatan dan keselamatan. Maka si buta ini tidak hanya melihat dengan mata manusiawi, ia juga bisa melihat keselamatan, yakni Yesus sendiri. Bagi Yesus, keselamatan adalah lebih penting, maka Yesus menekankan bahwa melihat itu sangat berkaitan dengan iman. Pengalaman ini membantu kita untuk semakin menyadari belasakasih Tuhan di dalam hidup kita yang selalu mengalir. Tuhan selalu mendengarkan seruan dan doa orang beriman, yang tulus dan terbuka. Maka bukannya panjangnya doa, namun mendalam dan percaya. Iman yang tulus sudah menjadi kekuatan tersendiri yang membuat orang melihat keselamatan yang berasal dari Tuhan. Oleh sebab itulah, bagaimanakah dengan iman kita sekarang ini, apakah sudah mampu menghantarkan kita kepada keselamatan dan melihat kehadiran Tuhan Yesus? Saatnya sekarang ini kita harus semakin lebih kuat dalam iman dan memandang kehadiran Tuhan di dalam hidup kita.

The Little Apocalypse

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on November 17, 2018
Posted in renungan  | Tagged With: ,

Reflection on the 33rd Sunday in Ordinary Time

November 18, 2018

Mark 13:24-32

 

…they will see ‘the Son of Man coming in the clouds’ with great power and glory… (Mk. 13:26)

The last book of the Bible is called the Book of Apocalypse. The Greek word “ apokalopsis ” means unveiling or revelation.  Thus, the 27th book of the New Testament is also known as the Book of Revelation. It is recognized as an “apocalypse” literature because the book unveils the future events, and usually, these are dramatic happenings at the end of the world. Our Gospel this Sunday is taken from Mark chapter 13, and this chapter is also known as the little “Apocalypse.”

Mark 13 speaks about the coming of the Son of Man. But, reading closely, we discover some distressing and even horrifying events that precede this glorious coming. The Temple of Jerusalem will be demolished, Jesus’ followers will endure severe persecution, and the sun, the moon, and other celestial bodies begin crumbling. This generation will be a terrible time to live.

For modern readers like us, our Gospel today does not sound optimistic at all. In fact, we may question whether it is a Good News of salvation or a nightmarish story that scares little children? For many of us who attend the Sunday mass faithfully, we listen to this little apocalypse at the end of every Church’s liturgical year. Thus, as we have heard it year after year, the story has lost its teeth, and we no longer pay attention to its details. After all, we are still alive and kicking.

However, the apocalypse literature has a different impact and meaning for the first Christians, the original readers of the Gospel of Mark. For the early Church, the apocalypse does not mean to be a horror story, but rather a message of hope.  The early Christians were a tiny minority in the vast Roman empire. Because they were firm in their conviction to worship one God, and refuse to worship Caesars and the Roman gods, they were continually subjects of harassment, persecution and even martyrdom. One of the most brutal persecutions of Christians was under the order of Emperor Nero. He blamed Christians for the fire that consumed parts of the City of Rome. He ordered Christians to be arrested and tortured. Some were fed to the wild beasts. Some were eaten by the hungry dogs. Others were burned at stick to light up the City at night.  In this time of desperation, Mark chapter 13 gave them the Gospel of hope. No matter what happened to Christians, whether it is discrimination, persecution, disaster, or even the end of the world, we are assured that it is God who is in control; He has the final word.

The mere fact we can read this reflection means that we are living in a much better time compared to the persecuted Christians. However, the message of the apocalyptic literature remains true to us and all Jesus’ followers through the ages. Facing daily challenges and toils, unexpected and unfortunate events, and various problems and complexities, we tend to shrink to ourselves, to be frustrated, and lose hope. More and more young people easily get depressed, and some, unfortunately, decide to end their lives. This happens, I believe, because we no longer know how to hope. In his book, Crossing the Threshold of Hope, St. John Paul II was asked whether the holy pope ever doubted his relationship with God, especially in these periods of trouble and difficulty. As a man of hope, his answer was simple yet powerful, “Be not afraid!” The Church should be the school that teaches her children to dare to hope, even hope against all hope, because in the end, God has the final word, and we should not be afraid.

 

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Berdoa dan tidak pernah tawar hati

Posted by admin on November 16, 2018
Posted in renungan 

Sabtu, 17 November 2018

Berdoa dan tidak pernah tawar hati

Luk 18:1-8

Doa menjadi salah satu cara mempersiapkan akhir jaman dan memaknai pengalaman hidup sehari-hari. Injil hari-hari ini menjadi ajakan untuk mempersiapkan hidup kita lebih baik. Di akhir tahun litugi, Yesus mengundang kita untuk berdoa dengan tanpa lelah dan penuh harapan. Untuk memahami bacaan Injil hari ini, kita bisa membayangkan dalam suatu keluarga, seorang ayah dan seorang ibu senantiasa siap sedia melakukan segala sesuatu setiap hari untuk buah hati mereka. Allah adalah Bapa kita semua, yang senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita, memberikan apa yang kita butuhkan. Berdoa adalah suatu aktivitas iman yang ditunjukkan dalam sikap percaya akan kasih Allah dan diwujudkan dalam sikap mencintai sesama kita.

Yesus mengangkat suatu kisah seorang hakim yang tidak takut dengan siapapun termasuk tidak takut kepada Allah. Namun demikian ketika seorang janda yang meminta bantuan kepadanya tanpa malu dan tanpa kenal lelah, hakim itu mengabulkan permintaan janda tersebut. Dalam perumpamaan tersebut, Yesus hendak menggambarkan bagaimana Allah adalah Hakim yang adil bagi kita. Ia datang membantu kita dengan segera dan memberikan kepada kita berkat dan pertolongan ketika kita membutuhkan. Namun tantangannya adalah kita seringkali mudah menyerah dan tawar hati ketika doa-doa kita tidak kunjung terwujud sesuai dengan keinginan kita. Yesus mengatakan perumpamaan ini untuk mengajarkan para murid agar memiliki harapan yang senantiasa segar dan sikap percaya kepada Allah.

“Tuhan Yesus Kristus, tambahkanlah iman kami dan buatlah iman kami teguh dan membuat diri kami tidak pernah ragu akan SabdaMu dan janjiMu. Di saat-saat menghadapi kesulitan dan keputusasaan, semoga kami menemukan kekuatan dan kegembiraan karena Engkau senantiasa bersama kami”

Selalu waspada dan siap sedia

Posted by admin on November 15, 2018
Posted in renungan 

Jumat, 16 November 2018

Selalu waspada dan siap sedia

Luk 17:26-37

Setiap manusia mempunyai keinginan untuk mengetahui segala sesuatu di masa depan secara lebihn jelas. Tak jarang dalam beberapa surat kabar atau majalah, terdapat kolom horoskop yang ingin memberikan informasi atau prediksi mengenai hidup kita seminggu ke depan. Kadang kita lebih tertarik membaca ramalan horoskop daripada membaca dan merenungkan Sabda Allah.Dalam Injil hari ini, tema akhir jaman dan kapan serta bagaimana akhir jaman itu terjadi, tidak dapat diprediksi dengan kemampuan akal budi manusia semata. Meskipun demikian, hal itu hendaknya tidak membuat kita takut dan kawatir. Kita diundang untuk mempunyai sikap waspada dan berusaha mempersiapkan hidup kita sebaik-baiknya, tidak lalai dan tidak jatuh dalam dosa. Kita hendaknya mempersiapkan diri kita untuk berjumpa dengan Allah secara pribadi pada saat penghakiman terakhir.

Kita dipanggil untuk senantiasa mempunyai sikap siap sedia dan bertekun melakukan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita. Sikap malas dan sembrono tidak mungkin ditolerir dalam menyambut akhir jaman. Aktivitas minum, makan dan menikah seperti yang dikatakan dalam bacaan Injil hari ini, hanya aktivitas yang bersifat temporal. Hidup yang sejati adalah melakukan kehendak Allah dengan penuh ketaatan. Hidup bukanlah berkenaan dengan apa yang telah kita dapatkan atau punyai tetapi hidup yang sejati disuburkan dengan sikap pemberian diri. Kita diundang untuk mempersembahkan hidup kita dihadapan Allah. Dalam arti inilah hidup kita akan berbuah dan berlimpah dan kita tidak kehilangan makna hidup itu sendiri. Hidup adalah soal pemberian diri bukan soal mendapatkan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Untuk itulah kita umat beriman, dipanggil untuk mengenakan Yesus sebagai model hidup kita. Kita mempersembahkan hidup kita kepada Allah dan melayani sesama kita. “Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya”.

“Tuhan Yesus Kristus, buatlah kami senantiasa siap sedia menyambut kedatanganMu secara personal. Tolonglah kami untuk tidak pernah kehilangan tujuan hidup kami yaitu hidup bersamaMu di surga. Semoga kami mampu menghayati iman dan panggilan kami penuh harapan dan kegembiraan”

Translate »