(Mal. 3:19-20a; 2Tes. 3:7-12; Luk. 21:5-19)
Rm. Yohanes Endi, Pr.
Saudara-saudariku yang terkasih dalam Kristus, kita telah tiba pada Minggu terakhir masa biasa tahun liturgi C. Minggu depan kita memasuki Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam, kemudian memulai perjalanan rohani baru dalam Masa Adven, tahun liturgi A. Perjalanan liturgi Gereja seakan mengajak kita berhenti sejenak, menoleh ke belakang untuk mensyukuri penyertaan Tuhan, dan menatap ke depan dengan hati yang dipenuhi harapan.
Minggu lalu kita merayakan pemberkatan Gereja Basilika, dimana kita diingatkan untuk menjadi batu-batu yang hidup untuk dan menyiapkan hati kita sebagai tempat kediaman Allah sendiri. Minggu ini, Yesus mengajak kita merenungkan akhir zaman, bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk meneguhkan kita agar tidak goyah ketika menghadapi guncangan hidup. Yesus menyebutkan hal-hal yang akan terjadi: Bait Suci dihancurkan, munculnya mesias palsu, perang antar bangsa, kekacauan alam, dan penganiayaan. Semua itu mudah membuat hati gentar. Namun justru di situlah suara Yesus berbisik lembut, “Inilah kesempatan bagimu untuk memberi kesaksian… Dengan ketekunan kamu akan memperoleh hidupmu.”
Yesus tidak mengajarkan kepanikan. Ia mengajarkan ketekunan. Seolah Ia berkata: “Jika besok kiamat, maka hari ini lakukanlah kebaikan sebanyak mungkin.”
Maka, hari ini adalah hari:
•
untuk mengasihi tanpa pilih-pilih,
•
untuk mengampuni tanpa menunggu orang meminta maaf,
•
untuk melayani dengan tulus,
•
untuk tetap melakukan yang baik walau dunia terasa berat.
Dengan demikian, ketika saat terakhir tiba, entah kapan, hati kita sudah siap, damai, dan tidak dikuasai ketakutan.
Saudara-saudariku terkasih, persoalan hidup tidak pernah benar-benar hilang. Selalu ada pergulatan, pertentangan, atau pengalaman ditolak. Tetapi iman mengajarkan bahwa semua itu bukan akhir. Di balik setiap badai, ada tangan Tuhan yang memegang kita. Jika kita bertahan di jalan-Nya, justru dari pergumulan itulah tumbuh pribadi yang lebih kuat, lebih matang, lebih tahan menghadapi masa depan.
Dunia hari ini pun sering menawarkan banyak kekhawatiran: resesi, wabah baru, harga-harga yang naik, ketidakpastian ekonomi, dll. Tetapi pesan Yesus tetap sama: “Jangan takut.” Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia hadir dalam setiap langkah kecil yang kita lakukan dengan iman dan ketekunan.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat Tesalonika: “Barangsiapa tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” Ada orang yang memilih hidup kacau dan gelisah hanya karena takut akan masa depan. Padahal yang diminta Tuhan sederhana: tetaplah melakukan tugas harian dengan setia, apa pun keadaannya. Ketakutan sering membuat hati mengecil, tetapi ketekunan membuat hati berkembang.
Saya teringat ketika film “2012” muncul, banyak orang ketakutan. Ada yang berhenti bekerja, ada yang menghabiskan harta, bahkan ada yang putus asa. Padahal kiamat tidak datang hari itu, yang datang justru kesempatan untuk hidup lebih bijaksana. Maka, jangan biarkan ketakutan merampas masa depan kita.
Karena itu, mari mengisi waktu yang Tuhan berikan bukan dengan kecemasan, melainkan dengan kebaikan dan belas kasih. Gunakan waktu luang secara positif, belajar hal-hal baru, mengembangkan diri, berbuat baik bagi sesama. Di tengah krisis apa pun, kerja yang bermartabat tetap menjadi panggilan.
Kerja yang bermartabat adalah pekerjaan yang menghargai manusia, yang membangun relasi, yang menjaga nilai kemanusiaan. Sebab di mata Tuhan kita semua sama. Kelak, dalam kehidupan abadi, tidak ada lagi sekat-sekat: semua adalah saudara dalam kasih Bapa.
Semoga kita hidup saling menghargai, saling menguatkan, dan tetap berpengharapan. Tidak takut menghadapi hari esok, karena kita berjalan bersama Kristus. Dialah Raja Semesta Alam yang memegang sejarah dan masa depan kita.Tuhan memberkati kita semua. Amin.