Jumat, 14 November 2025
LUKAS 17:20-27
Oleh: Agustinus Suyadi, O.Carm
Hidup sekarang adalah persiapan menuju hidup masa depan. Injil hari ini menunjukkan situasi dahulu terjadi, yang sedang terjadi, dan pasti yang akan terjadi. Untuk itu, marilah kita merenungkan beberapa hal berikut:
- MEMAKNAI DUNIA
Seringkali banyak orang terjebak pada sarana sebagai tujuan. Orang mengira makan dan minum, membeli dan menjual, menanam dan menuai, kawin dan mengawinkan adalah sebuah tujuan hidup. Akibatnya, orang sudah merasa puas dan lega apabila hal tersebut terpenuhi dan bisa dinikmati.
Kitab Kebijaksanaan menulis, dari sarana yang ada manusia dihantar untuk menemukan Allah. Sebab pada akhirnya, dunia dan isinya akan lenyap. Hanya Kerajaan Allah sebagai tujuan hidup manusia akan bertahan.
Kalau demikian, makan dan minum itu adalah sarana bagi kita bukan semata-mata kita kenyang dan sehat, lebih daripada itu kita dihantar untuk mencari makanan dan minuman sejati, yakni Allah sendiri. Dalam Yohanes 4:34 Yesus mengatakan, “Makananku adalah melakukan kehendak Bapa.”
Membeli dan menjual bukanlah soal memenuhi kebutuhan hidup semata. Namun, hal itu juga sarana untuk melihat diri kita yang telah dijual kepada setan, lantas dibeli oleh Allah. Dalam 1 Kor 6:20 Rasul Paulus berkata: “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar, karena itu muliakanlah Allah dengan Tubuhmu”.
Lewat menanam dan menuai, kita diajak merenung, ternyata yang menumbuhkan itu adalah Allah, sehingga kita diminta untuk menanam kebaikan, supaya bisa menuai kebaikan sejati, yakni Allah.
Demikian halnya dengan kawin dan mengawinkan, peristiwa itu adalah sarana, agar seseorang dapat menemukan kekasih sejati, yakni Allah. Dengan mengasihi pasangannya, seseorang akan berjumpa dengan wajah Allah. Maka, tujuan segala-galanya adalah Allah sendiri.
- MELIHAT AKHIR ZAMAN
Sebagai orang beriman, kita semua menantikan kedatangan Yesus yang kedua, yakni akhir zaman. Namun, situasi akhir zaman selalu digambarkan sangat mencekam. Bumi goncang dan bencana alam. Tata surya bertubrukan. Kejayaan yang dibangun oleh manusia akan hancur berantakan. Orang akan terkejut dan bingung dalam menyikapi realitas dunia yang dihujani api dan belereng serta kegelapan.
Mengapa semua itu terjadi? Apa artinya untuk kita? Manusia membangun dunia menuju kemegahan. Orang seringkali menganggap dan mengukur keberhasilan hidup adalah ketika semua hal bisa dijangkau dan dikuasai. Namun ternyata semua yang telah dihasilkan dengan usaha dan jerih payah sehingga menghasilkan yang luar biasa itu berakhir minus. Semua seakan tidak ada nilainya sama sekali.
Realitas ini hendak menunjukkan, bahwa Allah hendak menunjukkan yang utama dalam hidup manusia, yakni Allah sendiri. Keselamatan akan terjadi pada orang yang selalu berpegang pada kehendak Allah. Langit dan bumi ini akan musnah, tetapi cinta-Ku tidak akan musnah.
- KEHILANGAN NYAWA
Teks Kitab Suci hari ini sedemikian mengejutkan. Di ayat 33 dikatakan, “Barang siapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawa, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.” Memelihara malah kehilangan, kehilangan justru menyelamatkan. Bagaimana bisa berlaku demikian?
Kita telah melihat, bahwa yang akan tetap ada adalah cinta. Apakah itu cinta? Cinta adalah Allah. Maka, dalam menatap masa depan menuju akhir zaman diperlukan kehilangan nyawa. Artinya, bukan diri kita ini yang penting. Bukan sukses kita yang utama. Bukan segala-galanya yang duniawi yang pantas kita raih. Semuanya itu bisa memupuk diri kita menjadi sekadar bermegah. Sebaliknya, keselamatan itu berarti meraih cinta, yakni Allah.
Santo Yohanes dari Salib dalam bukunya Mendaki Gunung Karmel mengatakan, untuk dapat meraih Segalanya, yakni Tuhan, orang harus berani meninggalkan segala-galanya. Cinta Tuhan justru ditemukan saat kita kehilangan nyawa, kehilangan segala-galanya, dan hanya Tuhan saja cukup.