Rabu, 21 Juli 2021
Mat.13: 1 – 9 :
Salah satu pertanyaan menggelitik dan perlu dijawab dengan tulus ialah: mengapa doa-doa kita setiap hari selama bertahun-tahun, Ekaristi yang sekian lama kita rayakan, Kitab Suci yang selalu kita baca …dst. tidak mengubah kualitas hidup kita sebagaimana kita harapkan? Kalau itu semua terjadi, pasti bukan karena berbagai kegiatan rohani itu salah tempat, tak tepat waktu atau isi yang tak cocok. Juga bukan karena berbagai gagasan, insight dan inspirasi yang muncul dari sana adalah kurang relevan. Bukan pula tempat dan pemberi materi yang tidak sesuai. Kalaupun semua itu kita yakini benar dan sesuai dengan kerinduan kita, mengapa tetap saja itu tidak mengubah bobot hidup kita sebagai murid Yesus?
Salah satu jawabnya ialah jenis tanah, kualitas lahan atau mutu tanah dalam diri kita. Apa yang muncul dalam doa, perayaan Sakramen, rekoleksi/retret, insight baru dari Kitab Suci …dst. itu semua adalah benih-benih baik dan unggul yang ditabur di atas tanah. Kualitas pertumbuhan benih sangat bergantung pada jenis tanahnya, yaitu seluruh disposisi diri kita masing-masing di hadapan benih itu. Jenis tanah ini memiliki ingredients, seperti: kesehatan dan keterampilan phisik, kemampuan intelektual, kemurnian motivasi, kekuatan kehendak, nilai yang de facto dihayati, kemampuan hidup dengan dan bersama orang lain … dll.
Kalau dalam doa kita mendapatkan inspirasi untuk terlibat membantu tuna wisma, tetapi kita sakit-sakitan dan keluar masuk rumah sakit, tentu inspirasi rohani ini minim realisasinya. Atau kita kerja keras melayani homeless people tetapi semua harus di-upload dan berharap menjadi viral; pelayanan yang bagus itu menjadi luntur karena motivasi yang berciri narsis. Kadang kita sulit menangkap pesan Kitab Suci atau kotbah, karena kemampuan intelektual kita lemah atau bodoh; tentu ini berpengaruh langkah berikutnya. Dan seterusnya…
Meningkatkan kualitas lahan atau jenis tanah, seperti menjaga kesehatan, mencerdaskan pikiran, memurnikan motivasi … adalah tanggung jawab manusia: inilah olah tanah. Tuhan telah menyerahkan semua itu kepada kita sebagai bentuk kerjasama kita dengan Tuhan dalam menumbuhkan diri sebagai citraNya. Maka tidak salah mengatakan bahwa mengolah tanah bukan “tanggungjawab Tuhan”. Tidak tepat memohon Tuhan agar kita diberi pekerjaan, dianugerahi jodoh, kepandaian … sementara kita tidak membuat langkah apapun. Akan terlihat sembrono kalau kita memohon kesehatan di masa pandemi, sementara kita ceroboh, kian kemari tanpa prokes. Terasa lucu juga kalau ada orang yang sibuk berziarah ke sana kemari dan bernovena mohon kebahagiaan hidup, sementara ia tetap hobi menebar hoax, gossip …
Tanah subur akan menumbuhkan benih yang baik. Dan sebaliknya.