Kamis, 22 Juli 2021
Pesta St. Maria Magdalena
Yoh. 20: 1. 11-18
Pada tahun tahun 1998 – 2010 saya diberi kesempatan hidup dan berkarya di Myanmar, sebuah negara indah yang kini rakyatnya tengah amat menderita karena ulah militer yang gila kuasa. Negara ini sudah melewati masa sulit penuh kekerasan, kemiskinan, kebodohan, isolasi dari dunia luar sejak tahun 1960. Terlalu sering saya menyaksikan orang-orang sederhana mengalami kekerasan, ketakutan, kemiskinan, sementara saya tidak bisa berbuat apa-apa hanya karena saya orang asing.
Pada tahun 2010 mereka sedikit mencicipi udara segar di alam demokrasi ketika Aung San Syu Kyi memenangi pemilu yang digelar di negara itu. Sebenarnya di tahun 1990, wanita ini pernah menang juga; tetapi kemenangannya kala itu hanya mengantar dia menjalani tahanan rumah tanpa proses pengadilan. Kemenangan tokoh sipil tahun 2010 itu ternyata berlanjut pada pemilu tahun 2020. Tetapi kali ini militer tak bisa lagi menyimpan nafsu dan syahwat berkuasa yang sudah lama disembunyikan. Terjadilah apa yang kini kita saksikan: militer yang masih amat kuat itu melakukan coup d’etat. Rakyat miskin Myamar kembali terperosok ke situasi mengenaskan dan bahkan lebih parah …
Tahun 1998 itu saya masuk Myanmar dengan “mission impossible”. Saya mesti memulai institusi Novisiat Yesuit, mengajar di Seminari dan membantu para religius. Semuanya haram bagi orang asing. Saya mulai dengan Novisiat. Untuk itu saya tinggal di satu kompleks dengan pasien cacat ganda yang keadaannya cukup merana. Di hadapan pemerintah junta militer, saya diperkenalkan sebagai tenaga yang membantu merawat para pasien yang jumlahnya 400 orang,dari payi sapai lansia. Saya dipersilahkan mendiami bangunan kecil dan kumuh di komplek ini. Inilah tempat mulainya karya Misi Yesuit di Myanmar. Sebuah langkah yang sejak awal praktis dilakukan setengah bawah tanah. Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan. Bahkan membuat rencana jangka panjangpun tak bisa, karena saya bisa diusir setiap saat …
Yang mengherankan: tanggapan umat, warga masyarakat, Gereja dan para religius luar biasa. Mereka tak hanya melindungi tetapi membantu apapun yang saya butuhkan … Dan perlahan-lahan karya ini berkembang di luar perkiraan saya. Dan kini, di tahun 2021, wajah misi Myanmar sudah sangat berbeda … Juga saat militer merampok kekuasaan dari penguasa yang sah, kehadiran dan karya Yesuit sudah meluas dan cukup kuat …
Pengalaman saya ini mirip-mirip pengalaman Maria Magdalena.
Maria Magdalena pergi ke kuburan untuk menabur bunga dan berdoa. Tapi seluruh langkah Maria Magdalena seorang wanita rapuh tetapi kasihnya pada Yesus yang luar biasa. Kasih tanpa pamrih inilah yang membuat ia sendirian berangkat ke kubur di pagi buta. Tetapi kisah berikutnya berubah total. Maria Magdalena tidak menjumpai jenasah atau kuburan yang sepi menakutkan, tetapi dia menjumpai Allah yang hidup. Bahkan Maria ditunjuk oleh Tuhan yang bangkit menjadi rasul pertama untuk wartakan kabar kebangkitan. Carilah Kerajaan Allah dan seluruh kebenarannya, maka yang lain-lain akan ditambahkan (Mat.6:33-34).