Minggu Biasa ke-17 [B]
25 Juli 2021
Yohanes 6:1-15
Mukjizat penggandaan roti adalah salah satu dari sedikit cerita yang dicatat oleh keempat penginjil. Tidak bisa disangkal bahwa peristiwa ini pasti sangat mengesankan bagi para murid dan saksi-saksi sehingga mereka tidak bisa melupakannya. Namun, dari sekian banyak cerita tentang Yesus, mengapa keempat penginjil sepakat untuk memasukkan kisah ini dalam Injil mereka?

Ada banyak kemungkinan, tetapi satu alasan utama adalah bahwa kisah penggandaan roti berfungsi sebagai tanda yang merujuk pada mukjizat yang jauh lebih besar, Ekaristi. Jika kita mencoba mengamati detail cerita ini, kita akan menemukan beberapa kesamaan yang mencolok dengan yang terjadi dalam Perjamuan Terakhir Tuhan, Ekaristi pertama. Dikatakan dalam Injil, Yesus mengambil roti, memecah-mecahkannya, mengucap syukur [Bahasa Yunani – eucharistesas], dan memberikannya. Aksi-aksi yang sama dilakukan Yesus saat Ekaristi pertama.
Namun ada satu tindakan khusus yang Yesus perintahkan orang banyak untuk lakukan: duduk. Tidak ada yang aneh dengan posisi duduk, tetapi jika kita cermati kata Yunani yang digunakan, kita akan mengerti bahwa Yesus meminta orang-orang tidak untuk duduk biasa, tetapi duduk dengan bersandar, atau duduk santai.
Gerakan duduk santai ini tampaknya biasa-biasa saja, namun pada zaman kuno, duduk semacam ini adalah untuk dapat beristirahat dan bersantai, dan pada kenyataannya, ini adalah gerakan dan postur orang merdeka saat mereka makan. Berbeda dengan seorang budak yang akan melayani ketika tuannya makan, dan mereka akan menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bekerja, sehingga, mereka tidak punya banyak waktu untuk menikmati makanan mereka dan bersantai. Dengan meminta orang-orang untuk berbaring, Yesus memberi mereka istirahat yang benar-benar mereka inginkan.
Sikap duduk bersandar sambil menikmati makanan adalah cara kuno yang khas untuk mengadakan perjamuan makan atau pesta. Tuan rumah dan para tamu akan berbagi meja rendah sehingga mereka dapat bersandar pada meja tersebut, menikmati makanan, berbagi cerita, dan menikmati hiburan. Yesus sendiri beberapa kali diundang untuk menghadiri perjamuan seperti itu [lihat Luk 7:36]. Dengan meminta orang-orang untuk berbaring dan menawarkan mereka makan, Yesus bertindak sebagai tuan rumah perjamuan besar, dan orang-orang itu adalah tamu kehormatan-Nya.
Terakhir, kita tahu bahwa tindakan-tindakan Yesus di mukjizat pelipat gandaan roti ini berhubungan erat dengan Ekaristi. Namun, St. Yohanes juga mengingatkan kita bahwa duduk bersandar juga berhubungan dengan Ekaristi. Gerakan duduk bersandar ini adalah gerakan yang sama yang dilakukan para murid dalam Perjamuan Terakhir [lihat Yohanes 13:12, kata Yunani ‘anapasein’]. Dalam arti tertentu, orang-orang yang duduk bersandar ini dan menerima roti dari Yesus ikut ambil bagian dalam Ekaristi Yesus yang pertama.
Setiap kali kita berpartisipasi dalam Ekaristi, tentunya kita diharapkan untuk tidak duduk bersandar dan santai-santai saja! Namun, kita menerima rahmat yang lebih besar dari lima ribu orang di Injil hari ini. Tidak hanya kita bisa beristirahat dari pekerjaan dan tugas-tugas kita pada hari Minggu, tetapi kita menikmati istirahat yang sejati di dalam Tuhan. Kita diingatkan bahwa tujuan kita bukan hanya di bumi ini, tetapi di dalam Tuhan. Tidak hanya kita menghadiri sebuah ibadah, tetapi kita menjadi bagian dari perjamuan ilahi. Kita bukan budak pekerjaan kita, dari dunia ini, dari kuasa kegelapan, tetapi pria dan wanita yang dimerdekakan oleh kasih karunia Tuhan. Tidak hanya kita mengambil bagian dalam makanan fisik, tetapi roti hidup, Yesus Kristus sendiri. Sungguh, Ekaristi adalah surga di dunia.
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP