Minggu Kedua Paskah [A]
Minggu Kerahiman Ilahi
16 April 2023
Yohanes 20:19-31

Pada 30 April 2000, Paus Yohanes Paulus II mendeklarasikan Minggu Paskah Kedua sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Lalu, pertanyaannya adalah “Mengapa Paus Yohanes Paulus II memilih hari Minggu Paskah kedua sebagai Hari Minggu Kerahiman Ilahi?” Jawabannya terkait dengan catatan harian St. Faustina yang menulis instruksi Yesus untuk menjadikan hari Minggu kedua Paskah sebagai Hari Raya Kerahiman Ilahi. Melalui St Faustina, Yesus tidak hanya meminta untuk merayakan Minggu Kerahiman, tetapi juga mengundang umat beriman untuk melaksanakan pengakuan dosa dan menerima komuni pada hari itu. Namun, apa yang sebenarnya membuat hari Minggu kedua Paskah ini layak disebut sebagai Minggu Kerahiman Ilahi dapat kita temukan pada Injil hari ini. Mari kita telusuri lebih jauh.

Yohanes Penginjil menceritakan dua peristiwa penampakan Kristus yang telah bangkit kepada para murid-Nya, yaitu pada hari Minggu kebangkitan dan pada hari Minggu berikutnya. Tentunya, tokoh utama penghubung dua penampakan adalah Tomas, rasul. Namun, selain kisah Tomas, ada detail khusus yang sering kita lewatkan. Yesus bangkit dari kematian untuk memberikan rahmat khusus Roh Kudus kepada Gereja-Nya, “Damai sejahtera bagimu! Seperti yang telah diutus oleh Bapa, demikianlah sekarang Aku mengutus kamu.” Dan setelah berkata demikian, Ia menghembuskan nafas-Nya atas mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus! Jika kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni; jika kamu tidak mengampuni dosa orang, dosanya tetap ada (Yoh 20:21-23).”

Yesus datang bukan hanya untuk membuktikan kebangkitan-Nya dan menawarkan damai kepada murid-murid-Nya yang takut. Dia juga mengutus murid-murid-Nya sebagaimana Bapa mengutus-Nya ke dunia. Ketika Dia mengutus para murid-Nya, Yesus menghembuskan Roh Kudus kepada mereka. Tindakan Yesus ini secara khusus merupakan pengulangan dari apa yang Allah lakukan ketika Allah menciptakan manusia pertama (lihat Kej. 2:7). Dengan demikian, Dia datang untuk menjadikan murid-murid-Nya sebagai ciptaan baru, dan kemudian mengutus mereka untuk sebuah misi. Apakah misi itu?

Ini adalah misi pengampunan dosa, atau misi kerahiman. Yesus secara khusus menciptakan kembali murid-murid-Nya untuk memungkinkan mereka menerima kuasa ilahi, yaitu mengampuni dosa. Kita ingat dalam Injil bahwa Yesus dituduh melakukan penghujatan ketika Dia mengampuni dosa karena orang-orang Farisi mengetahui bahwa pengampunan dosa adalah hak prerogatif Tuhan. Namun, Yesus bangkit dari kematian dan membuktikan keilahian-Nya. Dengan demikian, Dia sungguh memiliki otoritas untuk mengampuni dosa. Namun, Dia tidak berhenti sampai di situ. Dia menghendaki agar Gereja-Nya melanjutkan misi kerahiman-Nya. Dengan demikian, Dia memberikan otoritas ilahi untuk mengampuni dosa ini, kepada para murid-Nya.

Inilah dasar alkitabiah dari sakramen rekonsiliasi. Peristiwa ini juga menjawab sebuah keberatan, “mengapa kita perlu mengakui dosa-dosa kita dan meminta pengampunan kepada manusia yang juga berdosa?” Jawabannya sederhana: karena Allah menghendakinya. Memang benar bahwa manusia tidak memiliki kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi situasinya berubah secara radikal ketika Allah membagikan otoritas ilahi ini kepada para wakil-Nya di bumi dan menugaskan mereka untuk membawa lebih banyak orang kepada Kerahiman Ilahi.

Sebenarnya, sakramen pengakuan dosa telah dipraktikkan sejak Gereja primitif. St. Yakobus mencatat dalam suratnya bahwa umat beriman mengakui dosa-dosa mereka di hadapan Gereja, dan kemudian para penatua Gereja akan membawa kesembuhan dan pengampunan melalui doa mereka (lihat Yak 5:14-16). Setelah ribuan tahun, ritus sakramen rekonsiliasi memang telah berevolusi, tetapi tetap mempertahankan struktur dasarnya, yaitu penyesalan, pengakuan dosa, dan penitensi (lihat KGK 1448). Lebih mendasar lagi, sakramen ini tetap menjadi bukti Kerahiman Allah kepada kita.

Roma
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP