Hari Minggu ke-2 dalam Masa Biasa [B]
14 Januari 2024
Yohanes 1:35-42
Di awal Injil Yohanes, kita menemukan tiga peristiwa pemberian nama. Pertama, ketika Yohanes Pembaptis melihat Yesus, ia menyebut-Nya ‘Anak Domba Allah’. Kemudian, setelah tinggal satu hari bersama Yesus, Andreas menyebut-Nya ‘Mesias’ atau ‘Kristus’ [artinya: yang diurapi]. Terakhir, setelah Yesus bertemu dengan Simon, saudara Andreas, Yesus menamai dia ‘Kefas’ dalam bahasa Aram, atau ‘Petros’ dalam bahasa Yunani [artinya: batu karang]. Mengapa tindakan memberi nama itu penting dalam Injil dan juga hidup kita?
Kita ingat bahwa tindakan pemberian nama pada dasarnya adalah milik Allah. Allah itu mahakuasa, sehingga dengan setiap nama yang diucapkan, nama tersebut menjadi kenyataan, dari tidak ada menjadi ada. “Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang! Maka jadilah terang.” Setiap kali Allah menamai dan menciptakan sesuatu, kebaikan yang lebih besar terjadi. Pada hari terakhir, Allah menamai ‘hari ketujuh’ sebagai hari yang ‘kudus’. Kekudusan adalah ketika sebuah nama menjadi sebuah kenyataan dan kenyataan itu mencapai kepenuhan dan kesempurnaannya sesuai dengan rencana Allah.
Roh Kudus mengilhami Yohanes Pembaptis untuk menamai Yesus sebagai Anak Domba Allah. Hal ini memunculkan realitas bahwa Yesus akan ‘disembelih’ dan ‘dimakan’ untuk menyelamatkan umat-Nya dari perbudakan dosa, sama seperti anak domba Paskah yang disembelih dan dimakan untuk melindungi orang Israel dari kematian dan membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Roh Kudus juga mengilhami Andreas untuk menamai Yesus sebagai Mesias. Hal ini mengungkapkan kenyataan bahwa Yesus adalah Yang Diurapi yang akan menggenapi janji-janji dan nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama, terutama sebagai Raja Israel Baru. Nama Yesus adalah nama yang kudus karena justru di dalam nama-Nya, rencana penebusan Allah mencapai kenyataan sepenuhnya. Bagaimanapun juga, Dia adalah Firman yang telah menjadi manusia (lihat Yohanes 1:14).
Ketika Yesus memanggil Simon dan memberinya nama baru, ‘Kefas,’ realitas baru pun muncul. Simon akan menjadi batu karang di mana Gereja Yesus bertumpu. Jelas sekali, Simon adalah orang yang impulsif, pemarah, dan bahkan pengecut. Namun, karena Yesus telah menamainya, nama itu adalah bagian dari rencana ilahi Yesus. Yesus tahu bahwa Simon lemah; Yesus mengizinkan Simon goyah bahkan menyangkal-Nya, tetapi Yesus juga mengubah dan memberdayakannya. Nama yang telah ditanamkan Yesus pada pertemuan pertama mereka akhirnya menjadi kenyataan ketika Simon mempersembahkan nyawanya sebagai martir Kristus di kota Roma.
Kita percaya bahwa kita ada bukan karena kebetulan, sesuatu yang sama sekali tidak direncanakan, tetapi karena rencana ilahi. Kita ada di dunia bukan hanya karena proses biologis, tetapi karena Tuhan memberi kita nama, dari ketiadaan menjadi ada. Memang, Tuhan mengijinkan kita mengalami penderitaan dan bahkan kegagalan, namun ini juga merupakan bagian dari rencana-Nya untuk menjadikan kita kudus.
Kekudusan adalah ketika nama-nama yang Tuhan berikan kepada kita menjadi semakin nyata. Bagaimana caranya? Seperti Simon, kita melakukan yang terbaik untuk mengikuti kehendak-Nya dalam hidup kita, menjadi lebih sabar dalam penderitaan, dan menghindari apa pun yang menyimpang dari-Nya.
Roma
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP